Psychological Safety Bukan Sekadar Komitmen, Tetapi Kebutuhan!
Kita
sering mendengar bagaimana perjuangan manusia dalam menghadapi berbagai jenis
penyakit fisik seperti kanker atau jantung, tetapi bagaimana dengan perjuangan
senyap yang terjadi dalam mental dan pikiran manusia? Inilah mengapa rasa aman
sebagai bagian dari kesehatan mental memiliki peran yang tak kalah penting
dalam menjaga manusia agar tetap bertahan dan menjalani hidup dengan baik.
Rasa aman
(psychological safety) adalah salah
satu kebutuhan mental yang mendasar bagi manusia untuk menjalani aktivitas
sehari-hari mereka, termasuk bekerja. Teori dan korelasi rasa aman dengan
aktivitas bekerja pertama kali dikenalkan oleh Amy Edmondson, seorang profesor
di Harvard Business School pada tahun 1999. Lingkungan kerja yang telah
berhasil memberikan rasa aman ditunjukkan dengan perilaku karyawan atau
individu yang berani mengemukakan pendapat, mengambil risiko, hingga
menciptakan inovasi tanpa rasa takut akan dihakimi atau gagal.
Kebutuhan terhadap rasa aman sebagai bagian dari kesehatan mental perlu diawali dengan kesadaran. Sayangnya, kesadaran akan kesehatan mental di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah tenaga profesional psikolog di Indonesia yang masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan profesi dokter. Berdasarkan data tahun 2023 dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), psikolog aktif di Indonesia saat ini berjumlah 12.517, sedangkan dokter berjumlah 226.190. Rendahnya jumlah profesi psikolog juga berbanding lurus dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental, termasuk di dalamnya kebutuhan terhadap rasa aman.
Keterlibatan
dapat dilihat dari antusiasme dan dedikasi yang dimiliki karyawan terhadap
pekerjaan mereka. Ketika karyawan merasa aman, mereka cenderung mampu
mengemukakan pendapat dan ide-ide tanpa merasa takut, senantiasa aktif
berinovasi serta mengaktualisasikan dirinya di lingkungan kerja.
Menciptakan rasa aman di lingkungan kerja masih menjadi tantangan bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Indikator dalam Good Corporate Governance (GCG) didominasi dengan cakupan-cakupan yang bersifat fisik, sehingga keamanan psikologis seringkali luput dari penilaian. Organisasi Standardisasi Internasional (ISO) juga baru memperkenalkan standar keamanan psikologis di tempat kerja pada tahun 2021 sebagai implikasi dari pandemi Covid-19. Keterlibatan yang muncul dari rasa aman memiliki dampak yang signifikan bagi perusahaan, berbeda dari keterlibatan yang muncul dari perintah mutlak atasan (one-way direction) atau tuntutan pekerjaan. Studi menunjukkan bahwa rasa aman membuat karyawan terlibat lebih aktif, kreatif, serta inovatif dalam bekerja, sehingga berdampak pada target bisnis yang meningkat dan perusahaan yang semakin positif di mata klien. Hal demikian dapat terjadi karena karyawan merasa didengar dan dihargai, hingga berujung pada peningkatan motivasi dan kontribusi maksimal.
Rasa aman
psikologis juga berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja. Ketika
karyawan merasa aman, mereka cenderung untuk berkolaborasi, berbagi
pengetahuan, dan aktif bekerja sama dalam tim. Hal ini tidak hanya meningkatkan
kualitas hasil kerja tetapi juga efisiensi proses kerja itu sendiri.
Perusahaan yang berhasil menciptakan rasa aman bagi karyawannya dapat mengatasi berbagai tantangan seperti birokrasi internal yang kompleks dan komunikasi yang tidak efektif karena rasa aman dapat membantu mengurangi kesalahan dan meningkatkan efisiensi operasional dan komunikasi. Karyawan yang merasa aman juga cenderung untuk melaporkan masalah atau memberikan umpan balik yang konstruktif, sehingga membantu perusahaan untuk terus meningkatkan proses dan layanan mereka.
Selain itu, rasa aman juga berkontribusi pada kesehatan mental karyawan, yang juga memengaruhi produktivitas. Karyawan yang tidak stres dan merasa didukung cenderung lebih produktif dan memiliki tingkat absensi yang lebih rendah. Di Indonesia, di mana isu kesehatan mental masih sering dianggap tabu, perusahaan yang mengambil langkah untuk memastikan kesejahteraan psikologis karyawan dapat mengalami peningkatan signifikan dalam produktivitas dan loyalitas karyawan.
Sebagai human company, MUC tidak lagi memandang
rasa aman sebagai sebuah komitmen, melainkan kebutuhan yang wajib dirasakan
oleh seluruh individu di perusahaan. Berbagai upaya telah dilakukan baik
melalui cara konvensional hingga berbasis teknologi, dimulai dengan membentuk kebiasaan
saling memberi umpan balik (mutual
feedback), yang tidak hanya menciptakan kebebasan berpendapat, tetapi juga
mengubah pola komunikasi yang sarat basa-basi
menjadi asertif dan tulus (genuine)
di antara karyawan. Hal tersebut diwujudkan melalui Survei Kepuasan dan Group
Coaching yang diadakan secara berkala, di mana karyawan lintas divisi pada
level yang sama dapat saling berbagi terkait isu pengembangan diri maupun tim
dengan pendampingan certified coach. Selain itu, karyawan dapat beraudiensi
langsung dengan Managing Partner paling sedikit 3 kali dalam setahun pada acara
Sharing with CEO.
MUC juga
meyakini bahwa inovasi harus muncul dari bawah. Berangkat dari hal tersebut,
MUC memiliki program Squad Innovation Project yang mewadahi semua karyawan
untuk menuangkan ide-ide terbaik yang belum pernah ada sebelumnya. Melalui
program ini, rasa aman lagi-lagi terwujud dengan terciptanya kesetaraan
interpersonal yang juga diiringi dengan meningkatnya rasa kepercayaan di
internal perusahaan. Dampaknya, beragam inovasi dari karyawan telah
mengantarkan MUC menjadi salah satu dari sedikit konsultan pajak di Indonesia
yang memanfaatkan teknologi digital untuk menjalankan sebagian besar mekanisme
bisnis perusahaan.
Kesadaran
akan kebutuhan rasa aman dan kesehatan mental mendorong MUC untuk tidak hanya
menciptakan budaya serta program, tetapi juga menyediakan fasilitas pendukung
bagi karyawan. Bekerja sama dengan Makna Citta, MUC membentuk Unit Pelayanan
Kesehatan Mental (UPKM) yang memberikan akses konseling dengan psikolog bagi
karyawan tetapnya.
Perjalanan
MUC dalam mewujudkan rasa aman di lingkungan kerja belum selesai sampai di
sini. Dinamika pekerjaan yang semakin berkembang diiringi dengan keberagaman
generasi serta karakter karyawan menjadi persoalan yang selalu MUC perhatikan,
demi terciptanya rasa serta ruang aman bagi para karyawan dan seluruh individu
di perusahaan.