Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 2024
TENTANG
KETENTUAN PELAKSANAAN BEA METERAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN BEA METERAI.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
BAB II
OBJEK, SAAT TERUTANG, DAN PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI
Pasal 3
(1) | Bea Meterai dikenakan atas:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dokumen yang bersifat perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Bea Meterai tidak dikenakan atas Dokumen yang berupa:
|
Bea Meterai terutang pada saat:
a. | Dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:
| ||||||
b. | Dokumen selesai dibuat, untuk:
| ||||||
c. | Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
| ||||||
d. | Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b; | ||||||
e. | Dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang dibuat di luar negeri. |
(1) | Dokumen yang dibuat sepihak, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima Dokumen. |
(2) | Dokumen yang dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang oleh masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Dokumen berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga. |
(4) | Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bea Meterai terutang oleh pihak yang mengajukan Dokumen. |
(5) | Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima manfaat atas Dokumen. |
(6) | Ketentuan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) tidak menghalangi pihak atau para pihak untuk bersepakat atau menentukan mengenai pihak yang membayar Bea Meterai. |
BAB III
TATA CARA PEMBAYARAN BEA METERAI, PELAKSANAAN PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI, SERTA PENENTUAN KEABSAHAN METERAI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) | Pembayaran Bea Meterai dilakukan oleh Pihak Yang Terutang pada saat terutang Bea Meterai. | ||||||
(2) | Pembayaran Bea Meterai dilaksanakan dengan menggunakan:
| ||||||
(3) | Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
| ||||||
(4) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia melaksanakan:
| ||||||
(5) | PT Pos Indonesia (Persero) melaksanakan distribusi dan penjualan Meterai Tempel melalui penugasan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. | ||||||
(6) | Pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dilakukan setelah Wajib Pajak memperoleh izin Menteri sesuai dengan kewenangannya. | ||||||
(7) | Menteri melimpahkan kewenangan pemberian dan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak. |
Bagian Kedua
Pengaturan Meterai Tempel
Pasal 7
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai Tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. | ||||
(2) | Pembubuhan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
|
(1) | Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a memiliki ciri umum dan ciri khusus. | ||||||||||||
(2) | Ciri umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
| ||||||||||||
(3) | Ciri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal dibutuhkan tambahan unsur pengaman dalam pencetakan Meterai Tempel, tambahan ciri khusus berupa desain, bahan, dan teknik cetak ditetapkan oleh Menteri. |
(1) | Menteri menetapkan penugasan kepada:
| ||||||||
(2) | Kewenangan penetapan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||
(3) | Pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal berupa:
| ||||||||
(4) | Penugasan pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia. | ||||||||
(5) | Penugasan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dan PT Pos Indonesia (Persero). | ||||||||
(6) | Pelaksanaan penugasan secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) pada Direktorat Jenderal Pajak dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. | ||||||||
(7) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. | ||||||||
(8) | Ketentuan mengenai prosedur dan contoh format Dokumen dalam pelaksanaan penugasan pencetakan Meterai Tempel serta distribusi dan penjualan Meterai Tempel secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak dalam pencetakan Meterai Tempel. | ||||||
(2) | Pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak, termasuk memastikan ketepatan:
| ||||||
(3) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pencetakan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
| ||||||
(4) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||
(5) | Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa Kontrak berakhir. |
(1) | PT Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak dalam distribusi dan penjualan Meterai Tempel. | ||||||||||||
(2) | Pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak, termasuk memastikan:
| ||||||||||||
(3) | Dalam memastikan ketersediaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, PT Pos Indonesia (Persero) harus:
| ||||||||||||
(4) | Penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Tempel. | ||||||||||||
(5) | Penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan pada akhir hari dilakukannya penjualan Meterai Tempel dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(6) | PT Pos Indonesia (Persero) harus melaporkan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
| ||||||||||||
(7) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||
(8) | Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum tersedia, PT Pos Indonesia (Persero) harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. |
(1) | Terhadap pelaksanaan Kontrak dalam pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia berhak mendapatkan kompensasi atas setiap keping Meterai Tempel yang dicetak. | ||||
(2) | Terhadap pelaksanaan Kontrak dalam distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, PT Pos Indonesia (Persero) berhak mendapatkan kompensasi atas setiap keping Meterai Tempel yang dijual. | ||||
(3) | Besaran dan perubahan besaran kompensasi:
| ||||
(4) | Usulan perubahan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari:
|
(1) | Pembayaran atas pelaksanaan Kontrak dalam pencetakan Meterai Tempel dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. |
(2) | Pembayaran atas pelaksanaan Kontrak dalam distribusi dan penjualan Meterai Tempel dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan penatausahaan dan pengawasan atas penjualan Meterai Tempel. | ||||
(2) | Penatausahaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||
(3) | Penatausahaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari laporan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6). | ||||
(4) | Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak secara periodik melakukan verifikasi kesesuaian:
| ||||
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat nilai penjualan yang belum dilaporkan, PT Pos Indonesia (Persero) wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai penjualan yang belum dilaporkan. |
(1) | Dalam hal Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyatakan tidak sanggup melaksanakan pencetakan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel. | ||||||||||
(2) | Dalam hal PT Pos Indonesia (Persero) menyatakan tidak sanggup melaksanakan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar, PT Pos Indonesia (Persero) dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel. | ||||||||||
(3) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan keadaan kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. | ||||||||||
(4) | Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||
(5) | Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Menteri. | ||||||||||
(6) | Kewenangan pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||
(7) | Pencetakan Meterai Tempel melalui pihak lain tidak mengubah besaran kompensasi dan nilai Kontrak dalam pencetakan Meterai Tempel. | ||||||||||
(8) | Distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain tidak mengubah besaran kompensasi dan nilai Kontrak dalam distribusi dan penjualan Meterai Tempel. | ||||||||||
(9) | Ketentuan mengenai prosedur pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Pengaturan Meterai Elektronik
Pasal 16
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dilakukan dengan membubuhkan Meterai Elektronik pada Dokumen yang terutang Bea Meterai yang berbentuk elektronik melalui Sistem Meterai Elektronik. |
(2) | Pembubuhan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan petunjuk penggunaan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Sistem Meterai Elektronik. |
(1) | Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b memiliki kode unik dan keterangan tertentu. | ||||||
(2) | Kode unik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kode yang dapat dibaca dengan menggunakan aplikasi pemindai yang menampilkan informasi minimal berupa 22 (dua puluh dua) alfanumerik nomor seri Meterai Elektronik. | ||||||
(3) | Keterangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(1) | Menteri menetapkan penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia untuk melaksanakan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik. | ||||||
(2) | Kewenangan penetapan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||
(3) | Pembuatan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal berupa:
| ||||||
(4) | Dalam mendistribusikan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bekerja sama dengan Distributor. | ||||||
(5) | Penugasan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia. | ||||||
(6) | Pelaksanaan penugasan secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pada Direktorat Jenderal Pajak dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. | ||||||
(7) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. | ||||||
(8) | Ketentuan mengenai prosedur dan contoh format Dokumen dalam pelaksanaan penugasan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak dalam pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik. | ||||
(2) | Pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak, termasuk memastikan ketersediaan Meterai Elektronik. | ||||
(3) | Dalam memastikan ketersediaan Meterai Elektronik, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus menyediakan Meterai Elektronik untuk:
| ||||
(4) | Penyediaan Meterai Elektronik untuk Distributor dilakukan setelah memastikan bahwa Distributor telah melakukan Deposit ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(5) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tanda dilakukannya penjualan Meterai Elektronik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengadaan, pengelolaan, dan penjualan Meterai. | ||||
(6) | Penyediaan Meterai Elektronik untuk Pemungut Bea Meterai dilakukan tanpa didahului Deposit oleh Pemungut Bea Meterai. | ||||
(7) | Pemungut Bea Meterai wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai nominal Meterai Elektronik yang telah dibubuhkan pada Dokumen ke kas negara. | ||||
(8) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai pembuatan, pendistribusian, penjualan, dan penggunaan Meterai Elektronik pada setiap transaksi. | ||||
(9) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a harus memenuhi kualifikasi:
| ||||||||||||||||
(2) | Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjual Meterai Elektronik kepada pengecer dan masyarakat umum. | ||||||||||||||||
(3) | Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjual Meterai Elektronik dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Elektronik. | ||||||||||||||||
(4) | Pengecer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjual Meterai Elektronik dengan harga jual yang berbeda dengan nilai nominal Meterai Elektronik. |
(1) | Terhadap pelaksanaan Kontrak dalam pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia berhak mendapatkan kompensasi atas setiap unit Meterai Elektronik yang disediakan untuk:
| ||||
(2) | Besaran dan perubahan besaran kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak setelah mendapat pertimbangan aparat pengawasan intern Pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. | ||||
(3) | Usulan perubahan besaran kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia. |
Pembayaran atas pelaksanaan Kontrak dalam pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan atas penjualan Meterai Elektronik. | ||||||||||||
(2) | Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan audit atas Sistem Meterai Elektronik. | ||||||||||||
(3) | Audit atas Sistem Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memastikan:
|
(1) | Dalam hal Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyatakan tidak sanggup melaksanakan pembuatan Meterai Elektronik yang disebabkan oleh keadaan kahar, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pembuatan Meterai Elektronik. | ||||||||||
(2) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. | ||||||||||
(3) | Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||
(4) | Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persetujuan Menteri. | ||||||||||
(5) | Kewenangan pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||
(6) | Pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengubah besaran kompensasi dan nilai Kontrak dalam pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik. | ||||||||||
(7) | Ketentuan mengenai prosedur pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Pengaturan Meterai Dalam Bentuk Lain
Pasal 25
(1) | Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c meliputi:
| ||||||||
(2) | Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan Meterai Teraan Digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk pemungutan Bea Meterai oleh Pemungut Bea Meterai. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan Meterai Dalam Bentuk Lain pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain. |
(3) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas 2 (dua) lembar atau lebih, Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(1) | Meterai Teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a memiliki unsur yang terdiri atas:
| ||||||||||||||||||
(2) | Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b memiliki unsur yang terdiri atas:
| ||||||||||||||||||
(3) | Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c memiliki unsur yang terdiri atas:
| ||||||||||||||||||
(4) | Meterai Teraan Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d memiliki unsur yang terdiri atas:
|
(1) | Pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||
(2) | Untuk memperoleh izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. | ||||||||||||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pembuatan Meterai Teraan Digital diberikan secara otomatis kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai, dengan menerbitkan surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain. | ||||||||||||||
(4) | Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Wajib Pajak yang:
| ||||||||||||||
(5) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan:
| ||||||||||||||
(6) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan:
| ||||||||||||||
(7) | Penyampaian permohonan izin secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||||||||||
(8) | Tata cara penyampaian permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||||||||||||
(9) | Terhadap permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
| ||||
(2) | Tata cara penyampaian surat izin dan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dapat melakukan pembetulan surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain berdasarkan permohonan Wajib Pajak dalam hal terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input ke dalam aplikasi yang digunakan untuk melayani pendaftaran mesin teraan Meterai digital. | ||||||
(2) | Permohonan pembetulan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
| ||||||
(3) | Penyampaian permohonan pembetulan surat izin secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||
(4) | Terhadap permohonan pembetulan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. | ||||||
(5) | Berdasarkan permohonan pembetulan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain hasil pembetulan, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah Bukti Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan. | ||||||
(6) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain hasil pembetulan, permohonan pembetulan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain hasil pembetulan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir. | ||||||
(7) | Tata cara penyampaian permohonan pembetulan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
(1) | Dalam pembuatan Meterai Teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Teraan wajib melakukan Deposit ke kas negara sebelum membuat Meterai Teraan. | ||||
(2) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya. | ||||
(3) | Terhadap Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak akan memperoleh:
| ||||
(4) | Deposit ke kas negara yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan sistem Meterai Teraan gagal menghasilkan tambahan saldo Deposit pada mesin teraan Meterai digital atau kode sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||
(5) | Pembubuhan Meterai Teraan mengurangi saldo Deposit pada mesin teraan Meterai digital sebesar nilai nominal Meterai Teraan yang dibubuhkan. | ||||
(6) | Wajib Pajak dilarang membuat Meterai Teraan dengan jumlah yang melebihi saldo Deposit pada mesin teraan Meterai digital. | ||||
(7) | Wajib Pajak yang membuat Meterai Teraan dengan jumlah yang melebihi saldo Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus melakukan Pemeteraian Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar. |
(1) | Kode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) huruf b harus diinput ke dalam mesin teraan Meterai digital secara manual untuk menambah saldo Deposit pada mesin teraan Meterai digital. | ||||||
(2) | Kesalahan prosedur dalam memasukkan kode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan mesin teraan Meterai digital terkunci. | ||||||
(3) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci dengan melampirkan:
| ||||||
(4) | Permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan:
| ||||||
(5) | Penyampaian permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||
(6) | Tata cara penyampaian permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||||
(7) | Terhadap permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. | ||||||
(8) | Direktur Jenderal Pajak memberikan kode pembukaan (unlock) dan kode pengganti untuk menambah saldo Deposit pada mesin teraan Meterai digital paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Bukti Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan. |
(1) | Dalam pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Komputerisasi wajib melakukan Deposit ke kas negara sebelum membuat Meterai Komputerisasi. |
(2) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Pembubuhan Meterai Komputerisasi mengurangi saldo Deposit sebesar nilai nominal Meterai Komputerisasi yang dibubuhkan. |
(4) | Wajib Pajak dilarang membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai Deposit. |
(5) | Wajib Pajak yang membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi Deposit yang disetorkan ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan Pemeteraian Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar. |
(6) | Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Komputerisasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pembuatan Meterai Komputerisasi berakhir. |
(7) | Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Komputerisasi, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tetap dilakukan. |
(1) | Dalam pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e, surat izin pembuatan Meterai Percetakan berlaku sampai dengan masa berlaku izin operasional di bidang pencetakan Dokumen sekuriti dari Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu berakhir. | ||||
(2) | Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan dalam pemungutan Bea Meterai atas surat berharga berupa cek dan bilyet giro. | ||||
(3) | Pembubuhan Meterai Percetakan pada cek dan bilyet giro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Percetakan berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului Deposit. | ||||
(4) | Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melakukan:
| ||||
(5) | Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Percetakan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya penyerahan cek dan/atau bilyet giro kepada Pemungut Bea Meterai berakhir. | ||||
(6) | Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Percetakan, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap dilakukan. |
(1) | Dalam pembuatan Meterai Teraan Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d, surat izin pembuatan Meterai Teraan Digital berlaku selama Wajib Pajak berstatus sebagai Pemungut Bea Meterai. | ||||
(2) | Pembubuhan Meterai Teraan Digital oleh Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemungutan Bea Meterai dilakukan melalui Sistem Meterai Teraan Digital tanpa didahului Deposit. | ||||
(3) | Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan:
|
(1) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6) dan Pasal 34 ayat (5) disampaikan:
| ||||||
(2) | Penyampaian laporan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||
(3) | Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||||
(4) | Terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. |
(1) | Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam hal:
| ||||||
(2) | Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
| ||||||
(3) | Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan:
| ||||||
(4) | Penyampaian permohonan pencabutan izin secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||
(5) | Tata cara penyampaian permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||||
(6) | Terhadap permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Teraan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi dan penelitian fisik mesin teraan Meterai digital. |
(2) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Komputerisasi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi. |
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Bukti Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (6) diterbitkan. |
(4) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain, permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir. |
(1) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dilakukan dalam hal:
| ||||||||||
(2) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan. | ||||||||||
(3) | Tata cara penyampaian surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dalam Pasal 39 ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
Dokumen berupa:
a. | surat permohonan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2); |
b. | surat pernyataan kepemilikan mesin teraan Meterai digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) huruf a angka 2; |
c. | surat pernyataan penggunaan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) huruf b; |
d. | surat izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), Pasal 29 ayat (1) huruf a, Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 30 ayat (6); |
e. | surat penolakan pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b; |
f. | surat permohonan pembukaan (unlock) mesin teraan Meterai digital yang terkunci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); |
g. | laporan pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6); |
h. | laporan pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5); |
i. | surat permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1); |
j. | surat pernyataan tidak lagi akan membuat Meterai Teraan atau Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b; |
k. | surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) dan ayat (4); dan |
l. | surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), |
dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelima
Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Surat Setoran Pajak
Pasal 42
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilakukan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang dalam hal:
a. | Pemeteraian Kemudian dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh) Dokumen; |
b. | pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Meterai Tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan; atau |
c. | pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Sistem Meterai Elektronik tidak dapat diakses dan/atau tidak memberikan respons pada proses pembubuhan Meterai Elektronik. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilakukan dengan ketentuan:
| ||||||
(2) | Dokumen berupa daftar Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keenam
Penentuan Keabsahan Meterai
Pasal 44
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel dinyatakan sah jika memenuhi ketentuan:
| ||||||||||||||||||||
(2) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik dinyatakan sah jika memenuhi ketentuan:
| ||||||||||||||||||||
(3) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain dinyatakan sah jika memenuhi ketentuan:
|
Pembayaran Bea Meterai tidak sah dan Dokumen dianggap tidak dibubuhi Meterai dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 tidak terpenuhi.
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan keabsahan Meterai berdasarkan permintaan penentuan keabsahan Meterai dari Pihak Yang Terutang atau pihak lain. |
(2) | Permintaan penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. |
(3) | Keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil penelitian keabsahan Meterai. |
(4) | Dalam hal diperlukan untuk penelitian keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik. |
BAB IV
PEMETERAIAN KEMUDIAN
Pasal 47
Pemeteraian Kemudian dilakukan untuk:
a. | Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya; dan/atau |
b. | Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b. |
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 merupakan Pihak Yang Terutang.
Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ditentukan sebesar:
a. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a terutang Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021; |
b. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a terutang Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021; dan |
c. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian dilakukan atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf b. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dilakukan dengan menggunakan:
| ||||||
(2) | Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a dan huruf b dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disahkan oleh:
| ||||||
(2) | Pejabat Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melakukan pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Tempel, dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya telah dibayar melalui Pemeteraian Kemudian. | ||||||
(3) | Pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Pejabat Pos memastikan pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel memenuhi ketentuan keabsahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1). | ||||||
(4) | Pejabat DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melakukan pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Tempel, Meterai Elektronik, dan/atau Surat Setoran Pajak, dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya telah dibayar melalui Pemeteraian Kemudian. | ||||||
(5) | Pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah Pejabat DJP memastikan:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam hal terdapat Pemeteraian Kemudian yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar oleh Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a beserta sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a atau huruf b. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak setelah dilakukan tindakan penelitian atau pemeriksaan dalam hal terdapat Pemeteraian Kemudian yang telah dibayar Bea Meterainya oleh Pihak Yang Terutang tetapi sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a atau huruf b belum dibayar. |
(3) | Penerbitan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan Pejabat DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b atas Dokumen yang:
| ||||
(2) | Terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat DJP melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen setelah memastikan:
|
Cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2), Pasal 51 ayat (4), dan Pasal 53 ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
PEMUNGUTAN BEA METERAI
Bagian Kesatu
Penetapan Pemungut Bea Meterai
Pasal 55
(1) | Pemungutan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan oleh Pemungut Bea Meterai. | ||||||||||||
(2) | Dokumen yang wajib dipungut oleh Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Dokumen tertentu yang meliputi:
| ||||||||||||
(3) | Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai dikecualikan dari pemungutan Bea Meterai. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penetapan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak. | ||||||
(2) | Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. | ||||||
(3) | Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak dengan kriteria:
|
(1) | Penetapan Pemungut Bea Meterai secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Penetapan Pemungut Bea Meterai secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat penetapan Pemungut Bea Meterai. |
(1) | Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) tetapi belum ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai dapat menyampaikan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. | ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
| ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan surat pernyataan kesediaan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. | ||||
(4) | Penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||
(5) | Terhadap permohonan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
| ||||
(2) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan surat penetapan Pemungut Bea Meterai atau surat penolakan penetapan Pemungut Bea Meterai, permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat penetapan Pemungut Bea Meterai paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. | ||||
(3) | Tata cara penyampaian surat penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan dalam Pasal 57 ayat (2) serta surat penolakan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||
(4) | Penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan dalam Pasal 57 ayat (2) mulai berlaku terhitung sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan. |
Bagian Kedua
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai
Pasal 60
Pemungut Bea Meterai wajib:
a. | memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dari Pihak Yang Terutang; |
b. | menyetorkan Bea Meterai ke kas negara; dan |
c. | melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai, termasuk penerbitan Dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak. |
Pemungutan Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dilakukan pada saat:
a. | Dokumen diterima dari Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pembuatan Meterai Percetakan, untuk Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a; |
b. | Dokumen selesai dibuat oleh pihak yang menerbitkan atau memfasilitasi penerbitan Dokumen, untuk Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b; atau |
c. | Dokumen diserahkan kepada Pihak Yang Terutang, untuk Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf c dan huruf d. |
(1) | Pemungutan Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dilakukan dengan membubuhkan:
| ||||||
(2) | Pemungut Bea Meterai tetap wajib memungut Bea Meterai dengan membubuhkan tanda pemungutan pada Dokumen dalam hal pembubuhan Meterai Elektronik dan/atau Meterai Teraan Digital tidak memungkinkan untuk dilakukan yang disebabkan:
| ||||||
(3) | Kegagalan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kondisi:
| ||||||
(4) | Tanda pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
|
(1) | Penyetoran Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b atas Bea Meterai yang dipungut untuk setiap Masa Pajak wajib dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
(2) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf c wajib dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
(2) | SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk Dokumen elektronik dan disampaikan secara elektronik. |
(3) | Terhadap penyampaian SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Bukti Penerimaan. |
(4) | Dalam hal tidak terdapat Dokumen yang wajib dipungut Bea Meterai dan/atau tidak terdapat penerbitan Dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan. |
(5) | Tata cara penyampaian SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai surat pemberitahuan. |
(1) | Dalam hal batas akhir penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) merupakan hari libur, penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan paling lama pada hari kerja berikutnya. |
(2) | Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional. |
(1) | Pemungut Bea Meterai dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa Bea Meterai yang telah disampaikan dalam hal:
| ||||
(2) | Tata cara penyampaian pembetulan SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai surat pemberitahuan. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak kepada Pemungut Bea Meterai yang tidak melaksanakan kewajiban pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dan/atau penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
(2) | Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor, ditambah sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor. |
Bagian Ketiga
Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai
Pasal 68
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mencabut penetapan Pemungut Bea Meterai secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
(1) | Pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai. |
(1) | Permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 harus dilampiri dengan surat pernyataan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai | ||||
(2) | Permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
| ||||
(3) | Penyampaian permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||
(4) | Terhadap permohonan pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Berdasarkan permohonan pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
| ||||
(2) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai atau surat penolakan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai, permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. | ||||
(3) | Pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2), dan dalam Pasal 69 ayat (2) mulai berlaku terhitung sejak tanggal surat pencabutan penetapan. | ||||
(4) | Tata cara penyampaian surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2), dan dalam Pasal 69 ayat (2) serta surat penolakan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
Dokumen berupa:
a. | surat permohonan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1); |
b. | surat pernyataan kesediaan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3); |
c. | surat penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (1) huruf a; |
d. | surat penolakan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b; |
e. | surat permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1); |
f. | surat pernyataan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1); |
g, | surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 71 ayat (1) huruf a; dan |
h | surat penolakan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b, |
dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
Pasal 73
Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dapat diajukan dalam hal terdapat:
a. | Deposit yang belum digunakan dan/atau masih tersisa; dan |
b. | pemungutan Bea Meterai yang lebih besar daripada Bea Meterai yang seharusnya dipungut karena pembetulan SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1). |
(1) | Deposit yang belum digunakan dan/atau masih tersisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf a berupa:
| ||||||||||||||
(2) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diminta pengembalian oleh:
| ||||||||||||||
(3) | Permohonan pengembalian yang diajukan oleh pihak pembayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus dilampiri dengan Dokumen berupa:
| ||||||||||||||
(4) | Permohonan pengembalian yang diajukan oleh Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus dilampiri dengan Dokumen berupa:
|
(1) | Pemungutan Bea Meterai yang lebih besar daripada Bea Meterai yang seharusnya dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf b dapat diminta kembali oleh Pemungut Bea Meterai dengan mengajukan permohonan pengembalian. | ||||
(2) | Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||
(3) | Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Dokumen berupa:
| ||||
(4) | Dokumen berupa daftar cek dan/atau bilyet giro yang Bea Meterainya diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan Pasal 74 ayat (3) huruf e dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 disampaikan:
| ||||||
(2) | Penyampaian permohonan pengembalian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||
(3) | Tata cara permohonan pengembalian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta yang mengatur mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | ||||||
(4) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak meneliti kebenaran pembayaran pajak berdasarkan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73. | ||||||||
(2) | Dalam rangka penelitian kebenaran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta Dokumen dan/atau keterangan kepada pemohon. | ||||||||
(3) | Hasil penelitian berupa pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf a diberikan dalam hal memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(4) | Hasil penelitian berupa pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf b diberikan dalam hal memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(5) | Penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dan ayat (4) huruf e dilakukan dengan:
| ||||||||
(6) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang |
(1) | Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (6) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
| ||||
(2) | Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, selain menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak juga memusnahkan cek dan/atau bilyet giro yang Bea Meterainya diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, dengan cara dirajang atau dibakar. | ||||
(3) | Pelaksanaan pemusnahan surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan bantuan Wajib Pajak yang membubuhkan Meterai Percetakan pada cek dan/atau bilyet giro. | ||||
(4) | Pemusnahan cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara pemusnahan cek dan/atau bilyet giro. | ||||
(5) | Tata cara penerbitan dan penyampaian surat ketetapan pajak lebih bayar dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||
(6) | Dokumen berupa berita acara pemusnahan cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk:
a. | menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1); dan |
b. | memusnahkan cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2). |
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Kontrak dalam pencetakan Meterai Tempel, distribusi dan penjualan Meterai Tempel, serta pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik yang dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terpenuhinya seluruh hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; | ||||
b. | besaran kompensasi pencetakan per keping Meterai Tempel, besaran kompensasi distribusi dan penjualan per keping Meterai Tempel, serta besaran kompensasi pembuatan dan distribusi per unit Meterai Elektronik yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai dinyatakan tetap berlaku; | ||||
c. | izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlaku izin berakhir atau izin dicabut; | ||||
d. | tanda Bea Meterai lunas yang telah dibubuhkan pada surat berharga berupa cek dan bilyet giro dengan menggunakan teknologi percetakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain dapat digunakan untuk pembayaran Bea Meterai yang terutang; | ||||
e. | selisih antara Bea Meterai yang seharusnya terutang dan tarif Bea Meterai yang tertera pada tanda Bea Meterai lunas sebagaimana dimaksud dalam huruf d wajib dilunasi dengan menggunakan Meterai Teraan atau Surat Setoran Pajak, paling lama sebelum Dokumen digunakan; | ||||
f. | pemungutan Bea Meterai atas Dokumen kertas dilakukan dengan menggunakan tanda pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (4) sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini; | ||||
g. | penyetoran atas pemungutan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik sampai dengan Masa Pajak Oktober 2024 diperhitungkan sebagai Deposit yang merupakan:
| ||||
h. | Meterai Elektronik yang belum dibubuhkan untuk pemungutan Bea Meterai pada akhir Masa Pajak Oktober 2024 dikembalikan sebagai Deposit yang merupakan:
|
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1108); |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1109); dan |
c. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2021 tentang Penetapan Pemungut Bea Meterai dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1203), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 November 2024.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Oktober 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 768