Penilaian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 85 TAHUN 2024
TENTANG
PENILAIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Pasal 55 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) | Objek PBB-P2 merupakan Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan objek pajak bumi dan bangunan yang pemungutan pajak bumi dan bangunannya merupakan kewenangan pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk permukaan Bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Yang dikecualikan dari objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Objek pajak umum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Objek pajak umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Objek pajak khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi khusus, fungsi khusus, atau keberadaannya memiliki arti yang khusus, seperti:
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Termasuk objek pajak khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b adalah Bangunan yang berada di bawah permukaan Bumi, baik yang menjadi bagian dari Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) maupun yang berdiri sendiri. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Bangunan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf o ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah. |
(1) | Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. | ||||
(2) | NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses Penilaian PBB-P2. | ||||
(3) | NJOP hasil proses Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menjadi:
| ||||
(4) | NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
|
(1) | NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak dengan NJOP Bumi per meter persegi. | ||||
(2) | NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa tanah merupakan hasil konversi NIR per meter persegi yang diperoleh dari proses penilaian tanah ke dalam klasifikasi NJOP Bumi. | ||||
(3) | NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa areal perairan pedalaman untuk:
| ||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan Kepala Daerah. |
(1) | NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan hasil perkalian antara total luas Bangunan dan NJOP Bangunan per meter persegi. |
(2) | NJOP Bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai Bangunan per meter persegi yang diperoleh dari proses penilaian Bangunan ke dalam klasifikasi NJOP Bangunan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Daerah. |
(1) | NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan NJOP Bangunan objek pajak umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a dihitung melalui Penilaian Massal. |
(2) | Dalam hal Penilaian Massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memadai untuk memperoleh NJOP secara akurat, penghitungan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan objek pajak umum dilakukan melalui Penilaian Individual. |
(3) | NJOP Bumi atas objek pajak berupa areal perairan pedalaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan NJOP Bangunan objek pajak khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b dihitung melalui Penilaian Individual. |
(1) | Penilaian Massal untuk penentuan NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Penilaian Individual untuk menentukan NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) untuk objek pajak berupa tanah dilakukan dengan membentuk NIR dalam setiap ZNT. |
(2) | NIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari harga rata-rata transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan telah dilakukan penyesuaian. |
(3) | Dalam hal tidak terdapat transaksi jual beli, NIR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis. |
(1) | Penilaian Massal untuk menentukan NJOP Bangunan objek pajak umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan menyusun DBKB untuk setiap JPB. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Klasifikasi JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Penilaian Individual untuk menentukan NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan metode:
| ||||||
(2) | Khusus untuk Penilaian Individual NJOP Bangunan dengan metode nilai jual pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menghitung Bumi dan Bangunan sebagai satu kesatuan kemudian dikurangi dengan NJOP Bumi yang diperoleh dari Penilaian Individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(1) | Proses Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 dilaksanakan oleh Pejabat Penilai. | ||||||
(2) | Persyaratan Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jabatan fungsional di bidang keuangan negara. | ||||||
(3) | Dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau jumlah Pejabat Penilai tidak mencukupi, Kepala Daerah dapat menunjuk Petugas Penilai yang bersifat sementara, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(4) | Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), melaksanakan Penilaian PBB-P2 sampai dengan diangkatnya Pejabat Penilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang jumlahnya sesuai kebutuhan Pemerintah Daerah. | ||||||
(5) | Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b wajib memenuhi persyaratan:
| ||||||
(6) | Kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b ditentukan berdasarkan penilaian oleh Kepala Daerah. | ||||||
(7) | Pemenuhan sertifikasi penilai PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(8) | Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama Penilaian PBB-P2 dengan penilai publik dan instansi teknis terkait yang memiliki kompetensi pada bidang Penilaian PBB-P2, dalam hal:
| ||||||
(9) | Pelaksanaan Penilaian PBB-P2 yang dikerjasamakan dengan penilai publik dan instansi teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berpedoman pada Peraturan Menteri ini. |
(1) | Teknis Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman pelaksanaan Penilaian PBB-P2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Teknis pelaksanaan Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk objek pajak yang dalam proses penilaiannya menggunakan Penilaian Individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilengkapi dengan buletin teknis Penilaian PBB-P2 sebagai panduan bagi Pemerintah Daerah. |
(3) | Buletin teknis Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan diterbitkan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. |
Dalam proses pelaksanaan Penilaian PBB-P2, Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan sistem informasi dan teknologi sesuai kebutuhan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penilaian PBB-P2 diatur dalam peraturan Kepala Daerah.
(1) | Kepala Daerah menetapkan besaran NJOP Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. |
(2) | Dalam rangka pemantauan perkembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melakukan pengukuran rata-rata rasio perbandingan NJOP dibandingkan dengan harga pasar dan/atau pengukuran tendensi sentral. |
(3) | Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi salah satu dasar pelaksanaan penilaian kembali dalam rangka pemutakhiran NJOP Bumi dan Bangunan. |
(1) | Dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak. | ||||||
(2) | Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan:
| ||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan Kepala Daerah. |
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, NJOP hasil penilaian yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1853) dapat digunakan sebagai dasar pengenaan PBB-P2 terutang sampai dengan dilakukan Penilaian NJOP kembali berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1853), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 881