Pemeriksaan Pajak
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2025
TENTANG
PEMERIKSAAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
KEWENANGAN, TUJUAN, TIPE, RUANG LINGKUP, DAN KRITERIA PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Kewenangan, Tujuan, dan Tipe Pemeriksaan
Pasal 2
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(2) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe:
| ||||||
(3) | Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan melakukan administrasi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. |
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pemeriksaan
Pasal 3
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, termasuk satu atau beberapa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. | ||||||||||||||||
(2) | Jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||||||
(3) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berupa penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan. |
Bagian Ketiga
Kriteria Pemeriksaan
Pasal 4
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam hal:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Data konkret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berupa:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dengan kriteria:
|
BAB III
STANDAR PEMERIKSAAN
Pasal 5
(1) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan. | ||||||||||
(2) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||||
(3) | Standar umum Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan standar umum bagi Pemeriksa Pajak yang harus memenuhi minimal persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||
(4) | Standar pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal sebagai berikut:
| ||||||||||
(5) | Standar pelaporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebagai berikut:
|
BAB IV
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
Pasal 6
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
| ||||||||
(2) | Jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama:
| ||||||||
(3) | Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3), Pemeriksaan Spesifik terkait kriteria Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
| ||||||||
(5) | Jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang terkait dengan:
| ||||||||
(6) | Wajib Pajak dalam satu grup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a yakni kumpulan dari dua atau lebih Wajib Pajak, baik Badan maupun orang pribadi, dalam suatu kelompok usaha yang terdiri dari pihak- pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||
(7) | Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian kepada Wajib Pajak. | ||||||||
(8) | Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(9) | Dalam hal terdapat ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai jangka waktu penyelesaian permohonan Wajib Pajak, penyelesaian Pemeriksaan juga harus memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(10) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), jangka waktu Pemeriksaan atas Pajak Penghasilan minyak dan gas bumi Wajib Pajak kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi dengan kontrak kerja sama dengan pengembalian biaya operasi (Production Sharing Contract Cost Recovery) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pedoman pelaksanaan Pemeriksaan bersama atas pelaksanaan kontrak kerja sama minyak dan gas bumi serta perubahannya. |
BAB V
KEWAJIBAN DAN HAK DALAM PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pasal 7
(1) | Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus memenuhi kewajiban:
| ||||||||||||||||||
(2) | Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak juga harus memenuhi kewajiban:
| ||||||||||||||||||
(3) | Kewajiban Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dikecualikan dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c. | ||||||||||||||||||
(4) | Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 8
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak berhak:
| ||||||||||||||||||||||
(2) | Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak juga berhak:
| ||||||||||||||||||||||
(3) | Hak Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, huruf e, dan huruf f dikecualikan dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak wajib:
| ||||||||||||||||||||||
(5) | Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak juga wajib menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
BAB VI
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Surat Perintah Pemeriksaan
Pasal 9
(1) | Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan menerbitkan surat perintah Pemeriksaan perubahan. |
(3) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun pihak lain yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak. |
Bagian Kedua
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Pasal 10
(1) | Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak atau Wakil mengenai dilakukannya Pemeriksaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan. | ||||||||
(2) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tidak dapat disampaikan kepada Wajib Pajak atau Wakil, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dapat disampaikan kepada:
| ||||||||
(3) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tidak dapat disampaikan kepada Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dianggap telah disampaikan. | ||||||||
(4) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pemberitahuan tertulis mengenai pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang akan dilakukan Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus. | ||||||||
(5) | Dalam hal terdapat perubahan pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang akan dilakukan Pemeriksaan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tim Pemeriksa Pajak menyampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak atau Wakil mengenai perubahan tersebut. | ||||||||
(6) | Tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) merupakan tanggal dimulainya Pemeriksaan. | ||||||||
(7) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan telah disampaikan, Wajib Pajak tidak dapat:
| ||||||||
(8) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak ada di tempat dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan telah disampaikan maka:
| ||||||||
(9) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan, maka Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan. | ||||||||
(10) | Dalam hal pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan. | ||||||||
(11) | Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
Bagian Ketiga
Pertemuan dengan Wajib Pajak
Pasal 11
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a melalui pertemuan dengan Wajib Pajak atau Wakil setelah menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. | ||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak atau Wakil tidak dapat melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pertemuan tersebut dapat dilakukan dengan Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(3) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dapat dilakukan secara:
| ||||||
(4) | Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(5) | Dalam hal pertemuan dilakukan secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak membuat berita acara hasil pertemuan dan menyampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(6) | Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan kembali kepada Pemeriksa Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berita acara hasil pertemuan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(7) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
| ||||||
(8) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
| ||||||
(9) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikecualikan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c. | ||||||
(10) | Dalam hal pertemuan dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemberitahuan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan serta hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disampaikan secara tertulis bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. | ||||||
(11) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak dapat ditemui dalam rangka pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pemberitahuan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan serta hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak. |
Bagian Keempat
Buku, Catatan, dan/atau Dokumen
Pasal 12
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat meminjam atau meminta:
| ||||||
(2) | Wajib Pajak wajib memenuhi surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak surat permintaan dimaksud disampaikan. | ||||||
(3) | Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat informasi mengenai Wajib Pajak:
| ||||||
(4) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dianggap tidak diberikan pada saat Pemeriksaan. | ||||||
(5) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik yang dipinjam atau diminta belum dipenuhi, baik sepenuhnya maupun sebagian, dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
| ||||||
(6) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan atau diberikan dalam bentuk fotokopi, cetakan, salinan, dan/atau elektronik, Wajib Pajak wajib menyatakan buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut telah sesuai dengan aslinya. | ||||||
(7) | Setiap penyerahan:
| ||||||
(8) | Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang dipinjamkan oleh Wajib Pajak setelah Pemeriksaan selesai. | ||||||
(9) | Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(10) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. | ||||||
(11) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sampai dengan sebelum berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ditandatangani. | ||||||
(12) | Dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, selain yang dipinjam atau diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (9) huruf a, dan/atau ayat (11) dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sampai dengan sebelum berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ditandatangani. | ||||||
(13) | Dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, apabila Wajib Pajak memberikan sebagian atau tidak memberikan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang diminta berdasarkan berita acara kewajiban atas pemenuhan peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti yang kuat dan berkaitan. | ||||||
(14) | Dalam hal:
| ||||||
(15) | Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (14), Pemeriksa Pajak dapat mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. | ||||||
(16) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila Wajib Pajak memberikan sebagian atau tidak memberikan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diminta, berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menjadi dasar pertimbangan Direktur Jenderal Pajak, baik secara jabatan atau permohonan, untuk menolak atau tidak dapat dipertimbangkan atas suatu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan yang dilakukan. |
Dalam hal Pemeriksa Pajak menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan, Pemeriksa Pajak melakukan pembuktian bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang menyampaikan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diminta.
Bagian Kelima
Penyegelan
Pasal 14
(1) | Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak dan/atau Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. | ||||||
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan:
| ||||||
(3) | Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain tim Pemeriksa Pajak dan dituangkan dalam berita acara Penyegelan. | ||||||
(4) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(5) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. | ||||||
(6) | Pembukaan segel dilakukan apabila:
| ||||||
(7) | Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain tim Pemeriksa Pajak dan membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi. | ||||||
(8) | Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||
(9) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. | ||||||
(10) | Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau instansi atau unsur pemerintah daerah setempat dalam rangka Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau pembukaan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (7). | ||||||
(11) | Wajib Pajak dilarang merusak, mencabut, atau menghilangkan segel atau mengakses, mengubah, menghapus buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik yang ditempatkan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, termasuk media penyimpanan data yang disegel. | ||||||
(12) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tanda segel dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. | ||||||
(13) | Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal Penyegelan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa harus menyampaikan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan. | ||||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam:
| ||||||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. | ||||||||
(4) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak berdasarkan:
| ||||||||
(5) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan:
|
Bagian Ketujuh
Data, Informasi, Keterangan dan/atau Penjelasan Wajib Pajak dan Permintaan Keterangan Kepada Pihak Ketiga
Pasal 16
(1) | Pemeriksa Pajak dapat meminta data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan yang lebih rinci pada saat pelaksanaan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(2) | Data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak, dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud. |
(4) | Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. |
(5) | Dalam hal pihak ketiga memberikan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara tertulis, Pemeriksa Pajak menuangkan keterangan tersebut dalam kertas kerja Pemeriksaan. |
(6) | Dalam hal keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam bentuk selain tertulis, keterangan tersebut dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian keterangan pihak ketiga yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan pihak ketiga. |
(1) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak melakukan Pembahasan Temuan Sementara. | ||||||||
(2) | Pembahasan Temuan Sementara dilakukan melalui penyampaian panggilan Pembahasan Temuan Sementara kepada Wajib Pajak dilampiri dengan daftar temuan sementara. | ||||||||
(3) | Pembahasan Temuan Sementara dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu pengujian berakhir. | ||||||||
(4) | Dalam pelaksanaan Pembahasan Temuan Sementara, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk:
| ||||||||
(5) | Buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diberikan dan/atau ditambahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan hasil Pembahasan Temuan Sementara dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa yang menghadiri Pembahasan Temuan Sementara. | ||||||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara. | ||||||||
(7) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri panggilan Pembahasan Temuan Sementara sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai ketidakhadiran tersebut pada berita acara Pembahasan Temuan Sementara. |
Bagian Kedelapan
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pasal 18
(1) | Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(2) | Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan oleh Wajib Pajak. | ||||||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. | ||||||||
(4) | Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(5) | Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui penyampaian undangan yang mencantumkan hari dan tanggal pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(6) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
| ||||||||
(7) | Pemeriksa Pajak menindaklanjuti Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan membuat risalah pembahasan dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||
(8) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, selain risalah pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksa Pajak juga menindaklanjuti Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||
(9) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan. | ||||||||
(10) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani risalah pembahasan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan/atau ikhtisar hasil pembahasan akhir, Pemeriksa Pajak memberikan catatan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. | ||||||||
(11) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan:
| ||||||||
(12) | Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (14) atau Pasal 15 ayat (4), buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diberikan pada saat pembahasan akhir dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan terbatas pada:
|
Bagian Kesembilan
Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan
Pasal 19
(1) | Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dapat dilakukan, dengan ketentuan:
| ||||||||||||
(2) | Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa kepada:
| ||||||||||||
(3) | Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan ditembuskan kepada pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal pada saat melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan namun tidak menyampaikan surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan menyampaikan surat panggilan kepada Wajib Pajak untuk melakukan penandatanganan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir. | ||||||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri panggilan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau menghadiri namun menolak melakukan penandatanganan, maka:
| ||||||||||||
(6) | Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota. | ||||||||||||
(7) | Tim Quality Assurance Pemeriksaan dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||
(8) | Tim Quality Assurance Pemeriksaan bertugas untuk:
| ||||||||||||
(9) | Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||||
(10) | Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||||||
(11) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. | ||||||||||||
(12) | ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||||||
(13) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||||||
(15) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah dilakukan dan Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
| ||||||||||||
(16) | Dalam hal dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan:
| ||||||||||||
(17) | Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (16), Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||
(18) | Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak. | ||||||||||||
(19) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), namun menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||
(20) | Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan. | ||||||||||||
(21) | Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3). |
BAB VII
PELAPORAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Laporan Hasil Pemeriksaan
Pasal 20
(1) | Pemeriksaan diselesaikan dengan cara membuat Laporan Hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dihentikan, Pemeriksaan diselesaikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir. | ||||||||||||||||||
(3) | Laporan Hasil Pemeriksaan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||||||||
(4) | Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan kertas kerja Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||
(5) | Risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||||||||||
(6) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak:
| ||||||||||||||||||
(7) | Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||
(8) | Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||
(9) | Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
| ||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan sehubungan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf l, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a tidak berlaku dan pajak terutang ditetapkan secara jabatan. | ||||||||||||||||||
(11) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b tidak berlaku apabila berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, masih terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. | ||||||||||||||||||
(12) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang pengujiannya belum diselesaikan, harus diselesaikan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengujian Pemeriksaan dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||
(12) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang pengujiannya belum diselesaikan, harus diselesaikan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengujian Pemeriksaan dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||
(13) | Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud ayat (9) huruf a dan huruf f, dapat dilakukan Pemeriksaan kembali:
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dibatalkan
Pasal 21
(1) | Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
| ||||
(2) | Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. | ||||
(3) | Dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau yang dibatalkan karena adanya putusan gugatan, terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tertangguh terhitung sejak:
|
Bagian Ketiga
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan
Pasal 22
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. | ||||||
(2) | Dikecualikan dari pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak dapat dilakukan pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. | ||||||
(3) | Laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa dan dilampiri dengan:
| ||||||
(4) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak, pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. | ||||||
(5) | Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar. | ||||||
(6) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||||
(7) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan bukti pembayaran atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan. | ||||||
(8) | Dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan masih terdapat kekurangan pembayaran pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditambah dengan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. |
BAB VIII
PENANGGUHAN PEMERIKSAAN
Pasal 23
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dalam hal ditemukan adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan dan ditindaklanjuti dengan:
| ||||||||||||||||||
(2) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pemeriksaan pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. | ||||||||||||||||||
(3) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis melalui surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. | ||||||||||||||||||
(4) | Surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. | ||||||||||||||||||
(5) | Buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan membuat tanda terima. | ||||||||||||||||||
(6) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
| ||||||||||||||||||
(7) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dihentikan, apabila:
| ||||||||||||||||||
(8) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. | ||||||||||||||||||
(9) | Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8), Pemeriksa Pajak menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan kepada Wajib Pajak atau Wakil dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung setelah:
| ||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan tidak dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak atau Wakil dari Wajib Pajak yang diperiksa, surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan dapat disampaikan kepada:
| ||||||||||||||||||
(11) | Jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh, terhitung sejak surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan disampaikan sampai dengan surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10). | ||||||||||||||||||
(12) | Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||
(13) | Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan setelah Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan menguji data selain:
| ||||||||||||||||||
(14) | Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) hanya menguji data selain:
|
(1) | Dalam hal terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak tidak melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan terhadap tahun pajak yang sama dengan tahun pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sampai dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan berakhir. | ||||||
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
| ||||||
(3) | Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak:
| ||||||
(4) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya menguji data selain:
| ||||||
(5) | Dalam hal Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Pemeriksaan hanya menguji data selain:
|
BAB IX
PEMERIKSAAN ULANG
Pasal 25
(1) | Pemeriksaan Ulang dapat dilakukan dalam hal terdapat:
| ||||
(2) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. | ||||
(3) | Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terhadap jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan atas Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak nihil atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya dan dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. | ||||
(4) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebelumnya, Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan mengenai penghentian tersebut. | ||||
(5) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya, tetapi terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal. | ||||
(6) | Keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan rugi fiskal ke tahun pajak berikutnya. |
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Penilaian dalam rangka Pemeriksaan
Pasal 26
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan penilaian untuk tujuan perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bagian Kedua
Penyampaian Dokumen
Pasal 27
(1) | Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak menyampaikan dokumen terkait Pemeriksaan:
| ||||||
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyampaian:
| ||||||
(3) | Tata cara penyampaian dokumen terkait Pemeriksaan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan. | ||||||
(4) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan secara daring dan dokumen Pemeriksaan memerlukan tanda tangan kedua belah pihak, baik Wajib Pajak maupun tim Pemeriksa Pajak, penandatanganan dilakukan secara elektronik. | ||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak maupun tim Pemeriksa Pajak tidak dapat menandatangani secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penandatanganan dilakukan menggunakan tanda tangan biasa yang terlebih dahulu dilakukan oleh Wajib Pajak. |
Bagian Ketiga
Contoh Format Dokumen
Pasal 28
Contoh format dokumen berupa:
a. | pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf A; |
b. | Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran Huruf B; |
c. | Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf C; |
d. | surat perintah Pemeriksaan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf D; |
e. | surat tugas dalam rangka membantu pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf E; |
f. | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf F; |
g. | surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (10) tercantum dalam Lampiran Huruf G; |
h. | berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (11) tercantum dalam Lampiran Huruf H; |
i. | panggilan dalam rangka pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf I; |
j. | berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) tercantum dalam Lampiran Huruf J; |
k. | surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf K; |
l. | berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf L; |
m. | surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf M; |
n. | bukti peminjaman dan/atau penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf N; |
o. | tanda terima atas pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf O; |
p. | tanda segel dalam rangka Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf P; |
r. | berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf R; |
s. | berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tanda segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (12) tercantum dalam Lampiran Huruf S; |
t. | surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf T; |
u. | berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf U; |
v. | surat terkait panggilan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan/atau untuk melakukan Pembahasan Temuan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf V; |
w. | berita acara mengenai pemberian data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf W; |
x. | surat terkait permintaan keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) tercantum dalam Lampiran Huruf X; |
y. | berita acara mengenai pemberian keterangan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) tercantum dalam Lampiran Huruf Y; |
z. | berita acara Pembahasan Temuan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf Z; |
aa. | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf AA; |
bb. | tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) tercantum dalam Lampiran BB; |
cc. | berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf CC; |
dd. | undangan terkait Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf DD; |
ee. | risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf EE; |
ff. | berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf FF; |
gg. | ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf GG; |
hh. | surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf HH; |
ii. | surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan ayat (17) tercantum dalam Lampiran Huruf II; |
jj. | undangan terkait pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (9) tercantum dalam Lampiran Huruf JJ; |
kk. | risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (12) tercantum dalam Lampiran Huruf KK; |
ll. | berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (15) tercantum dalam Lampiran Huruf LL; |
mm. | Pengungkapan ketidakbenaran Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf MM; |
nn. | surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf NN; |
oo. | surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (9) tercantum dalam Lampiran Huruf OO; |
pp. | surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (12) tercantum dalam Lampiran Huruf PP; dan |
qq. | keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf QQ, |
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Iktikad Baik Pemeriksa Pajak
Pasal 29
Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a. | Pemeriksaan terhadap jenis pajak selain Pajak Bumi dan Bangunan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, untuk proses penyelesaian Pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
b. | Pemeriksaan terhadap jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, untuk proses penyelesaian Pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; dan |
c. | Administrasi Pemeriksaan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri ini. |
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1468); |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2015); dan |
c. | Pasal 105 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Februari 2025 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Februari 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 101