Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
1. | Ketentuan angka 2, angka 3, angka 6, angka 7, angka 10, angka 21, angka 24, angka 26, dan angka 27 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
| ||||||||||||||
2. | Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Piutang Negara pada tingkat pertama diselesaikan sendiri oleh Instansi Pemerintah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyalurkan dana yang berasal dari Instansi Pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||
3. | Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 Dalam hal penyelesaian Piutang Negara tidak berhasil, Instansi Pemerintah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyalurkan dana yang berasal dari Instansi Pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib menyerahkan pengurusan Piutang Negara kepada Panitia Cabang. | ||||||||||||||
4. | Ketentuan huruf d dan huruf e Pasal 20 diubah, dan ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf g, sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 SP3N memuat paling kurang:
| ||||||||||||||
5. | Ketentuan Pasal 32 ditambahkan huruf g, sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 Pengembalian pengurusan Piutang Negara dapat dilakukan oleh Panitia Cabang dalam hal:
| ||||||||||||||
6. | Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37 Pengembalian pengurusan Piutang Negara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf f, hanya dapat dilaksanakan apabila:
| ||||||||||||||
7. | Di antara Pasal 37 dan Pasal 38, disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 37A, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37A Pengembalian pengurusan Piutang Negara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf g, hanya dapat dilaksanakan apabila:
| ||||||||||||||
8. | Ketentuan Pasal 62A dihapus. | ||||||||||||||
9. | Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 94 diubah, sehingga Pasal 94 berbunyi sebagai berikut: Pasal 94
| ||||||||||||||
10. | Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 95 diubah, sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut: Pasal 95
| ||||||||||||||
11. | Ketentuan ayat (1a) Pasal 106 diubah, dan di antara ayat (1a) dan ayat (2) Pasal 106 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1b), sehingga Pasal 106 berbunyi sebagai berikut: Pasal 106
| ||||||||||||||
12. | Ketentuan angka 3 huruf b Pasal 281 diubah, dan di antara ketentuan angka 2 dan angka 3 huruf b Pasal 281 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 2a, sehingga Pasal 281 berbunyi sebagai berikut: Pasal 281 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat (1a) dan Pasal 280, penetapan Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih dapat dilakukan setelah SP3N diterbitkan dalam hal:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Februari 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA