Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
(1) | Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. | ||||||||
(2) | Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
| ||||||||
(3) | Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. | ||||||||
(4) | Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||
(5) | Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan eksplorasi dan operasi produksi yang diberikan IUP, IUPK, IPR, atau izin lainnya yang sejenis. |
(1) | Permukaan bumi onshore sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1) meliputi:
| ||||||||||||||
(2) | Permukaan bumi offshore sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2) meliputi:
| ||||||||||||||
(3) | Tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b berupa:
|
(1) | Subjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara. |
(2) | Wajib Pajak PBB Mineral dan Batubara adalah subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Mineral dan Batubara. |
(1) | Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak PBB Mineral dan Batubara atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Mineral dan Batubara, dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung paling sedikit berupa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). | ||||||||||||||||||||||
(2) | LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. | ||||||||||||||||||||||
(3) | SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari SPOP PBB Mineral dan Batubara untuk onshore, offshore, dan tubuh bumi. | ||||||||||||||||||||||
(4) | SPOP PBB Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk:
|
(1) | Penatausahaan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang berada di Areal Objek Pajak Onshore dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Onshore dimaksud, dilakukan oleh:
|
(2) | Dalam hal Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara berada di dalam Areal Objek Pajak Onshore dan Areal Objek Pajak Offshore, dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Onshore dan Areal Objek Pajak Offshore dimaksud, penatausahaan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi Areal Objek Pajak Onshore. |
(3) | Dalam hal Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara berada di dalam Areal Objek Pajak Offshore, dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Offshore dimaksud, penatausahaan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Besarnya PBB Mineral dan Batubara yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak. |
(2) | Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persentase tertentu dari NJOP yang besarannya ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penetapan besarnya Nilai Jual Kena Pajak. |
(3) | NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. |
(1) | NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk:
|
(2) | NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi. |
(3) | Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk:
|
(4) | Total nilai bumi untuk permukaan bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud. |
(5) | Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang berupa:
|
(6) | Nilai bumi untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, ditentukan sebesar hasil bersih produksi galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan Angka Kapitalisasi. |
(7) | Hasil bersih produksi galian tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan sebesar pendapatan kotor dikurangi dengan biaya produksi galian tambang atas objek pajak dimaksud. |
(8) | Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(9) | Pendapatan kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan hasil perkalian antara harga jual hasil galian tambang dengan hasil produksi tertambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak. |
(1) | NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. |
(2) | NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan. |
(3) | Nilai bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan. |
(4) | Total nilai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan. |
(5) | Nilai bangunan masing-masing bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan. |
(1) | Harga jual hasil galian tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (9) berupa harga jual rata-rata:
|
(2) | Harga jual rata-rata mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan rata-rata dari harga jual yang disepakati antara penjual dan pembeli dalam setahun sebelum tahun pajak. |
(3) | Dalam hal harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual dihitung atas dasar harga pasar wajar. |
(4) | Dalam hal harga jual rata-rata mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih rendah dari pada HPM Logam rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak, harga jual rata-rata mineral logam merupakan HPM Logam rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak. |
(5) | Dalam hal harga jual rata-rata mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b lebih rendah dari pada Harga Patokan Mineral Bukan Logam rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak, harga jual rata-rata mineral bukan logam merupakan Harga Patokan Mineral Bukan Logam rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak.? |
(6) | Dalam hal harga jual rata-rata batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c lebih rendah dari pada Harga Patokan Batuan rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak, harga jual rata-rata batuan merupakan Harga Patokan Batuan rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak. |
(7) | Dalam hal harga jual rata-rata batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d lebih rendah dari pada HPB rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak, harga jual rata-rata batubara merupakan HPB rata-rata dalam setahun sebelum tahun pajak. |
(8) | Dalam hal galian tambang merupakan batubara jenis tertentu, batubara untuk keperluan tertentu, atau batubara untuk pembangkit listrik mulut tambang, HPB mengacu pada formula untuk penetapan harga patokan atau harga batubara yang diatur oleh kementerian yang menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. |
(9) | Dalam hal titik serah penjualan (at sale point) di luar titik Free on Board vessel, HPM Logam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan HPB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mempertimbangkan besaran biaya penyesuaian HPM Logam atau HPB yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. |
(10) | Dalam hal harga jual produksi galian tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat (USD), maka harus dikonversi dalam satuan mata uang Rupiah (Rp) berdasarkan kurs mata uang pada tanggal 1 Januari tahun pajak sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. |
(11) | Jenis-jenis mineral logam, mineral bukan logam atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan yang diatur oleh kementerian yang menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. |
(1) | Biaya produksi galian tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7), berupa biaya langsung untuk:
| ||||||||||||
(2) | Biaya pengupasan lapisan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
| ||||||||||||
(3) | Biaya pengambilan hasil produksi galian tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
| ||||||||||||
(4) | Biaya pengolahan dan/atau pemurnian hasil produksi galian tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa:
| ||||||||||||
(5) | Biaya pengangkutan hasil produksi galian tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d:
| ||||||||||||
(6) | Dalam hal biaya dalam laporan keuangan menggunakan satuan mata uang asing, maka harus dikonversi dalam satuan mata uang Rupiah (Rp) berdasarkan kurs mata uang pada tanggal 1 Januari tahun pajak sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Mineral dan Batubara dengan menerbitkan SPPT. |
(2) | SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lambat minggu ke-2 bulan Juni tahun pajak. |
(1) | Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak telah menyampaikan SPOP dan LSPOP ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, SPOP dan LSPOP dimaksud dinyatakan tidak berlaku. |
(2) | Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengirimkan kembali SPOP dan LSPOP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini kepada subjek pajak atau Wajib Pajak. |