Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Mengingat :
(1) | PPnBM dikenakan atas:
|
(2) | Kendaraan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b adalah kendaraan bermotor yang dibuat untuk digunakan secara khusus seperti untuk golf, perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu. |
(3) | Pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdasarkan Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014. |
(1) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 10% (sepuluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 20% (dua puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 30% (tiga puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam, Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 40% (empat puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 50% (lima puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 60% (enam puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 125% (seratus dua puluh lima persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan di dalam daerah pabean, Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPnBM yang terutang adalah harga jual. |
(2) | Dalam hal impor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPnBM yang terutang adalah nilai impor. |
(1) | PPnBM atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang termasuk dalam kelompok kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) dihitung dengan dasar pengenaan pajak sebesar:
| ||||||
(2) | Pengukuran atau penentuan konsumsi Bahan Bakar Minyak atau bahan bakar lain yang setara dengan itu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Balai Termodinamika Motor dan Propulsi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. | ||||||
(3) | Dalam hal ketentuan mengenai teknologi dan/atau konsumsi bahan bakar minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, PPnBM untuk kendaraan bermotor dihitung dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 100% (seratus persen) dari harga jual dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Perhitungan PPnBM dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku bagi Pengusaha yang memiliki:
|
(2) | Perhitungan PPnBM dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c berlaku bagi Pengusaha yang memiliki:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak dipenuhi, PPnBM untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dihitung dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 100% (seratus persen) dari harga jual, dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM harus menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM kepada Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan faktur pajak dan membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada setiap lembar faktur pajak dimaksud. |
(1) | Dalam hal kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula sebelum lewat jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor atau perolehannya, PPnBM yang dibebaskan tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. |
(2) | Saat impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada saat tanggal Pemberitahuan Pabean Impor. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPnBM yang dibebaskan tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 April 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN