Tata Cara Pengajuan Permohonan, Persyaratan dan Pembayaran Angsuran serta Penundaan Pembayaran Pajak
(1) | Objek Pajak Daerah yang dapat dimohonkan untuk angsuran pembayaran pajak, meliputi jenis pajak:
|
(2) | Jenis PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yang dapat diangsur meliputi :
|
(1) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak terutang terhadap objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak dalam hal ini Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai dengan kewenangan pemungutan Pajak Daerah. |
(2) | Permohonan angsuran pembayaran pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak dan/atau sanksi administrasi yang terdapat dalam :
|
(3) | Permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
|
(4) | Pengajuan permohonan angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran. |
(5) | Pengajuan permohonan angsuran pembayaran terhadap Putusan Banding/Peninjauan Kembali Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h, diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya keputusan. |
(6) | Permohonan angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikuasakan dengan surat kuasa bermeterai cukup. |
(7) | Bentuk dan format surat permohonan angsuran pembayaran pajak sebagaimana tercantum dalam Format 1 Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Pengajuan permohonan angsuran pembayaran PBB-P2 hasil pelimpahan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(2) | Terhadap permohonan penerbitan SPPT PBB-P2 oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, diatur ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diberikan paling banyak 6 (enam) kali angsuran secara berturut-turut dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. |
(2) | Dalam hal tertentu, Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD, dapat memberikan persetujuan angsuran pembayaran pajak paling banyak 12 (dua belas) kali angsuran secara berturut-turut dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. |
(1) | Besarnya pokok angsuran pembayaran pajak, dihitung dengan cara membagi jumlah pajak terutang dengan jumlah banyaknya angsuran yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Bunga angsuran dihitung dengan cara mengalikan besarnya bunga 2% (dua persen) dengan sisa angsuran.
|
(1) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai kewenangannya melakukan penelitian permohonan beserta kelengkapannya, dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(2) | Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan. |
(3) | Menerima dan memproses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(4) | Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD menerbitkan keputusan pembayaran angsuran berikut bunga. |
(5) | Penerbitan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan angsuran. |
(6) | Surat Keputusan pembayaran angsuran berikut bunga disampaikan kepada pemohon paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya surat keputusan. |
(7) | Surat keputusan pembayaran angsuran berikut bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4), didokumentasikan dan digunakan sebagai dasar penagihan pajak terutang apabila Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran angsuran sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat keputusan pembayaran angsuran. |
(8) | Apabila setelah dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD tidak atau belum menerbitkan surat keputusan, maka permohonan dianggap diterima. |
(9) | Bentuk dan format surat keputusan angsuran pembayaran pajak berikut bunga sebagaimana tercantum dalam Format 2 Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak terutang terhadap objek pajak tertentu secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak dalam hal ini Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai dengan kewenangan pemungutan Pajak Daerah. |
(2) | Penundaan pembayaran pajak terutang hanya dapat diberikan untuk jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender dan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. |
(3) | Objek pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
|
(4) | Permohonan penundaan pembayaran pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak dan/atau sanksi administrasi yang terdapat dalam :
|
(5) | Permohonan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat :
|
(6) | Pengajuan permohonan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran. |
(7) | Pengajuan permohonan penundaan pembayaran terhadap keputusan Pengadilan Pajak/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h, diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya keputusan. |
(8) | Permohonan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikuasakan dengan surat kuasa bermeterai cukup. |
(9) | Bentuk dan isi surat permohonan penundaan pembayaran pajak sebagaimana tercantum dalam Format 3 Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai kewenangannya melakukan penelitian permohonan beserta kelengkapannya, dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(2) | Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan. |
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD menerbitkan surat persetujuan penundaan pembayaran pajak berikut sanksi administrasinya. |
(4) | Penerbitan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan penundaan. |
(5) | Surat persetujuan penundaan pembayaran pajak berikut sanksi administrasi disampaikan kepada pemohon paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya surat persetujuan. |
(6) | Surat persetujuan penundaan pembayaran pajak berikut sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didokumentasikan dan digunakan sebagai dasar penagihan apabila Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran pajak sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat persetujuan penundaan pembayaran pajak. |
(7) | Apabila setelah dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD tidak atau belum memberikan persetujuan, maka permohonan dianggap diterima. |
(8) | Bentuk dan format surat persetujuan penundaan pembayaran pajak berikut sanksi administrasi sebagaimana tercantum dalam Format 4 Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh surat paksa dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, dapat mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak terutang dengan memberikan jaminan berupa barang bergerak dan/atau tidak bergerak. |
(2) | Permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan sebelum diterbitkan surat penyitaan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Jaminan objek barang bergerak dan/atau tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit harus senilai pajak yang terutang. |
(4) | Penyerahan jaminan objek pajak tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat berupa sertifikat tanah dan/atau bangunan. |
(5) | Penyerahan jaminan objek pajak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa :
|
(6) | Penyerahan jaminan objek pajak barang bergerak dan/atau tidak bergerak diberikan tanda terima jaminan oleh Jurusita Pajak Daerah dengan diketahui oleh Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD. |
(7) | Bentuk dan format tanda terima jaminan objek pajak barang bergerak dan/atau tidak bergerak sebagaimana tercantum dalam Format 5 Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(8) | Tata Cara Penyelesaian permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah diterbitkan surat paksa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Juni 2014 Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Ttd BASUKI T. PURNAMA |