Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya
(1) | Direktur Jenderal Pajak menetapkan tempat terdaftar Wajib Pajak, Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk seluruh Cabang Wajib Pajak baik yang didirikan sebelum atau setelah penetapan, dan berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||
(5) | Wajib Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 1 sampai dengan angka 6 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(6) | Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah:
| ||||||||||||||||||||||||
(7) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdaftar pada KPP Badan dan Orang Asing berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik terdaftar pada KPP Badan dan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sekurang-kurangnya memuat informasi:
|
(1) | Terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) namun belum ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak mendaftarkan diri pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan yang sebenarnya. | ||||||
(2) | Dikecualikan dari ketentuan mendaftarkan diri pada KPP Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilaksanakan pada KPP BKM meliputi:
|
(2) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilaksanakan pada KPP Badan dan Orang Asing meliputi:
|
(3) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dimulai sejak tanggal SMT yang tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan:
|
(5) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi sebagai:
|
(1) | Untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pusat dan/atau Cabang yang berada di kawasan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN atau PPN dan PPnBM. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT yang berasal dari SPT Masa PPN yang dilaporkan dengan NPWP Cabang, kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai kompensasi kelebihan PPN atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT dalam SPT Masa PPN yang disampaikan pada KPP BKM dengan menggunakan NPWP Pusat. |
(5) | Dalam hal terdapat:
|
(6) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang belum dilakukan untuk Masa Pajak sebelum tanggal SMT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, meliputi:
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh yang dilaksanakan pada KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:
| ||||||
(2) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
| ||||||
(4) | Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(5) | Dikecualikan dari ketentuan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 dilakukan dengan menggunakan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c, Pusat Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dengan menggunakan NPWP Pusat untuk melaporkan pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21/26 yang terutang di Pusat dan seluruh Cabang Wajib Pajak berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak baik secara jabatan maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak. | ||||||
(6) | Tempat terutang PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut:
| ||||||
(7) | Tempat terutang atas pemotongan dan pemungutan PPh selain PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, mengacu kepada kedudukan hukum pihak yang melakukan penandatanganan perjanjian atau kontrak, baik perjanjian atau kontrak tertulis maupun tidak tertulis, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(8) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemotongan:
| ||||||
(9) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d berlaku bagi Wajib Pajak yang:
| ||||
(2) | Dalam hal:
| ||||
(3) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan NPWP Cabang yang diberikan secara jabatan oleh Kepala KPP Pratama dan hanya digunakan sebagai sarana administrasi dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB. |
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e meliputi kewajiban Bea Meterai yang terutang di Pusat maupun Cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, yang terdaftar pada KPP BKM. |
(2) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban Bea Meterai dengan menggunakan cara lain dilakukan dengan menggunakan NPWP yang terdaftar pada KPP BKM, sepanjang dinyatakan secara tertulis oleh Wajib Pajak bahwa penerbit dokumen yang merupakan objek Bea Meterai tersebut merupakan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM. |
(3) | Bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM, pencabutan surat izin pelunasan Bea Meterai dengan cara lain dilakukan oleh Kepala KPP BKM. |
(1) | Kepala KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Kepala KPP BKM menyampaikan surat pemberitahuan tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(3) | Surat pemberitahuan dari:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan:
|
(2) | Pemindahan atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya:
|
(4) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Pusat yang dipindahkan dari KPP BKM ke KPP Pratama, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan pada KPP Pratama meliputi:
|
(2) | Terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Cabang yang dipindahkan dari KPP BKM ke KPP Pratama, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan pada KPP Pratama meliputi:
|
(3) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM bagi Wajib Pajak dengan NPWP Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang hanya berlaku atas NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak dengan NPWP Cabang tersebut menjadi tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penetapan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang. |
(5) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM bagi Wajib Pajak dengan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Dalam hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kanwil yang membawahkan KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penetapan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang. |
(1) | Kepala KPP BKM menyampaikan surat pemberitahuan mengenai Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dari KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Kepala KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(3) | Surat pemberitahuan dari:
|
(1) | Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Cabang yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan terdaftar di KPP BKM, namun Wajib Pajak dengan NPWP Pusatnya tidak terdaftar pada KPP BKM, kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang dilaksanakan pada KPP BKM tersebut hanya atas Wajib Pajak dengan NPWP Cabang dimaksud. |
(2) | Dalam hal terdapat pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) yang:
|
(1) | Dalam hal sebelum SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak telah mulai dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan. |
(2) | Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP Baru menerbitkan SKP dan/atau STP, |
(1) | Dalam hal Pusat dan/atau Cabang Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak memiliki utang pajak pada KPP Lama sampai dengan sebelum SMT, atas utang pajak tersebut dilakukan atau dilanjutkan tindakan penagihan oleh KPP Baru. |
(2) | Termasuk tindakan penagihan oleh KPP Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penagihan atas utang PPN dan/atau PPN dan PPnBM sebagai tindak lanjut pemusatan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (5), Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (4). |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah penerbitan SKPKPP dan SPMKP dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan SKPPKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan SKPLB oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan SKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPKPP namun belum diterbitkan SPMKP oleh KPP Lama, KPP Baru menerbitkan SPMKP. |
(6) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan SKPIB, SKPPIB, dan/atau SPMIB oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|