Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan
(1) | Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan ditetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal bagi Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham. |
(2) | Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata utang pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak, yang dihitung berdasarkan:
|
(3) | Saldo utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi saldo utang jangka panjang maupun saldo utang jangka pendek termasuk saldo utang dagang yang dibebani bunga. |
(4) | Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata modal pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak, yang dihitung berdasarkan:
|
(5) | Saldo modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan istimewa. |
(1) | Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1). |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
(3) | Wajib Pajak bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, dan Bank Indonesia. |
(4) | Wajib Pajak lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. |
(5) | Wajib Pajak asuransi dan reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang menjalankan usaha asuransi dan/atau reasuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian. |
(1) | Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya perbandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
(2) | Biaya pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya yang ditanggung Wajib Pajak sehubungan dengan peminjaman dana yang meliputi:
|
(3) | Besarnya biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak juga wajib memperhatikan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), biaya pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak. |
(6) | Penghitungan perbandingan utang dan modal serta biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya, yang:
|
(2) | Dalam hal Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya, yang:
|
(1) | Wajib Pajak yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan besarnya utang swasta luar negeri tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas biaya pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut tidak dapat dikurangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak. |
(3) | Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO |