Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan
(1) | Objek pajak PBB Perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan. |
(2) | Kegiatan usaha perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan usaha perhutanan yang diberikan:
|
(1) | Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), meliputi:
| ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. |
(1) | Subjek pajak PBB Perhutanan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Perhutanan. |
(2) | Wajib Pajak PBB Perhutanan adalah subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenai kewajiban membayar PBB Perhutanan. |
(1) | Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak PBB Perhutanan atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Perhutanan dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung antara lain berupa rencana kerja usaha, rencana kerja tahunan dan peta areal kerja. |
(2) | LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. |
(3) | Bentuk formulir untuk:
|
(1) | Besarnya PBB Perhutanan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak. |
(2) | Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persentase tertentu dari NJOP yang besarnya ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penetapan besarnya Nilai Jual Kena Pajak. |
(3) | NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. |
(1) | NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan dengan NJOP bumi per meter persegi. |
(2) | NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi. |
(3) | Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan. |
(4) | Total nilai bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud. |
(5) | Nilai bumi per meter persegi untuk masing-masing areal objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
|
(6) | Nilai bumi Areal Produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a untuk Hutan Alam merupakan hasil perkalian pendapatan bersih setahun dengan Angka Kapitalisasi. |
(7) | Pendapatan bersih setahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan sebesar pendapatan kotor setahun dikurangi Biaya Produksi setahun, sebelum tahun pajak. |
(8) | Pendapatan kotor setahun sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diperoleh dari jumlah produksi hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu setahun, dikalikan dengan harga jual rata-rata hasil hutan dalam setahun sebelum tahun pajak. |
(9) | Harga jual rata-rata hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan harga jual rata-rata hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu yang terjadi secara wajar. |
(10) | Biaya Produksi setahun sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan sebesar Rasio Biaya Produksi dikalikan pendapatan kotor setahun. |
(11) | Nilai bumi Areal Produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a untuk Hutan Tanaman ditentukan melalui penyesuaian nilai bumi per meter persegi areal belum produktif dikalikan luas areal, produktif kemudian ditambah dengan SIT. |
(1) | NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. |
(2) | NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan. |
(3) | Nilai bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan. |
(4) | Total nilai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan. |
(5) | Nilai bangunan untuk masing-masing bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan sebesar biaya pembangunan baru dikurangi penyusutan. |
(1) | Besarnya SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (11) ditetapkan setiap tahun oleh Kepala Kantor Wilayah DJP sesuai dengan wilayah kerjanya. |
(2) | Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) dan Rasio Biaya Produksi dalam Pasal 8 ayat (10) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Perhutanan dengan menerbitkan SPPT. |
(2) | SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lambat minggu ke-2 bulan Juni tahun pajak. |