Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 91/PMK.03/2015
TENTANG
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN,
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN
PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terbatas atas:
yang dilakukan pada tahun 2015.
(1) | Dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen berupa:
|
(4) | Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak telah diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak, yang dilakukan melalui potongan SPM dan/atau transfer pembayaran, Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dianggap belum dibayar oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. |
(7) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan setelah surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim. |
(8) | Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(9) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (7) dengan meneliti:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyimpulkan bahwa permohonan Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
|
(3) | Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyimpulkan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), dan/atau ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, permohonan Wajib Pajak dikembalikan. |
(7) | Terhadap permohonan Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan/atau Pasal 4 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali. |
(8) | Terhadap permohonan Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 ayat (4), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali. |
(9) | Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak. |
Terhadap Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan kepada Wajib Pajak sehubungan dengan adanya:
yang dilakukan pada tahun 2015, tindakan penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan apabila Wajib Pajak menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 4 ayat (7).
Dokumen berupa:
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Mei 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 671