Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Keperluan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Pinjaman Dan/Atau Hibah Dari Luar Negeri
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 109 TAHUN 2024
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH DARI LUAR NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH DARI LUAR NEGERI.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 2
(1) | Pembebasan bea masuk dapat diberikan atas impor barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah dari:
| ||||||||||||
(2) | Pembebasan bea masuk juga dapat diberikan atas pengeluaran barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah dari:
| ||||||||||||
(3) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk tindakan pengamanan sementara, bea masuk pembalasan, dan/atau bea masuk pembalasan sementara. | ||||||||||||
(4) | Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan kepada:
| ||||||||||||
(5) | Impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan fasilitas perpajakan. | ||||||||||||
(6) | Pemberian fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan:
| ||||||
(2) | Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat dilakukan oleh:
|
BAB III
PERMOHONAN, PENELITIAN, DAN PENETAPAN PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 4
(1) | Untuk memperoleh pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai. | ||||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke Portal DJBC melalui SINSW. | ||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
| ||||||||||||
(4) | Dalam hal barang untuk keperluan Proyek Pemerintah merupakan pembelian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kementerian/Lembaga minimal dilampiri dengan:
| ||||||||||||
(5) | Dalam hal barang untuk keperluan Proyek Pemerintah merupakan pembelian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemerintah Daerah minimal dilampiri dengan:
| ||||||||||||
(6) | Dalam hal barang untuk keperluan Proyek Pemerintah merupakan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kementerian/Lembaga minimal dilampiri dengan:
| ||||||||||||
(7) | Dalam hal Portal DJBC dan/atau SINSW mengalami gangguan operasional atau belum tersedia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak dan salinan digital. | ||||||||||||
(8) | Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh:
| ||||||||||||
(9) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. | ||||||
(2) | Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat meminta:
| ||||||
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah:
| ||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
| ||||||
(5) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat:
| ||||||
(6) | Jangka waktu realisasi impor atau pengeluaran barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang diberikan pembebasan bea masuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a. | ||||||
(7) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(8) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a dapat dilakukan perubahan dalam hal terdapat:
| ||||||||
(2) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasan dilakukan perubahan dan dilampiri dengan dokumen pendukung alasan perubahan. | ||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik ke Portal DJBC melalui SINSW dan minimal memuat informasi mengenai:
| ||||||||
(5) | Dalam hal Portal DJBC dan/atau SINSW mengalami gangguan operasional atau belum tersedia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis disertai dengan lampiran dokumen pendukung alasan perubahan dalam bentuk salinan cetak dan salinan digital. | ||||||||
(6) | Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh:
| ||||||||
(7) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. | ||||||
(2) | Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat meminta:
| ||||||
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah:
| ||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6:
| ||||||
(5) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat:
| ||||||
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(7) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IV
LARANGAN ATAU PEMBATASAN
Pasal 8
Terhadap barang keperluan Proyek Pemerintah yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berlaku ketentuan larangan atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat importasi atau pengeluaran.
BAB V
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 9
(1) | Pemberitahuan pabean atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang untuk dipakai. |
(2) | Pemberitahuan pabean atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pusat logistik berikat. |
(3) | Pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai gudang berikat, kawasan berikat, tempat penyelenggaraan pameran berikat, tempat lelang berikat, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan bebas. |
BAB VI
PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
(1) | Barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah. | ||||||
(2) | Penatausahaan, pemindahtanganan, dan pemusnahan barang milik negara atau barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang milik negara atau barang milik daerah. | ||||||
(3) | Dalam hal barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, belum dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah dan masih dalam penguasaan Pihak Ketiga, kewajiban pabeannya dapat diselesaikan dengan cara:
| ||||||
(4) | Penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab Pihak Ketiga. | ||||||
(5) | Penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri. |
(1) | Untuk mendapatkan izin penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), Pihak Ketiga mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai. | ||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke Portal DJBC melalui SINSW. | ||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
| ||||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri dengan:
| ||||||||||
(5) | Dalam hal Portal DJBC dan/atau SINSW mengalami gangguan operasional atau belum tersedia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak dan salinan digital. | ||||||||||
(6) | Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh pimpinan Pihak Ketiga. | ||||||||||
(7) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. | ||||||
(2) | Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat meminta:
| ||||||
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah:
| ||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11:
| ||||||
(5) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat:
| ||||||
(6) | Jangka waktu penyelesaian kewajiban pabean atas barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang diberikan pembebasan bea masuk paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a. | ||||||
(7) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(8) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Ekspor Kembali
Pasal 13
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a, dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk yang terutang. |
(2) | Ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai ekspor kembali. |
Bagian Ketiga
Pemusnahan
Pasal 14
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara dirusak, dibakar, dihancurkan, atau cara lain sesuai dengan ketentuan perundang- undangan sehingga tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali. |
(3) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pihak Ketiga dengan disaksikan oleh Pejabat Bea dan Cukai, serta dibuatkan berita acara pemusnahan. |
(4) | Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab Pihak Ketiga yang melakukan pemusnahan. |
(5) | Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Membayar Bea Masuk yang Terutang
Pasal 15
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara membayar bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf c, dilakukan berdasarkan klasifikasi, pembebanan tarif bea masuk dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat impor barang. |
(2) | Pembayaran bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean. |
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 16
(1) | Monitoring dan evaluasi atas pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh:
| ||||||
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama sesuai dengan kewenangannya berdasarkan manajemen risiko. | |||||||
(2) | Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan tujuan penggunaan atas barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk:
| ||||||
dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit oleh unit di bidang audit kepabeanan dan cukai, atau penelitian lainnya oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. | |||||||
(3) | Dalam pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai dapat melibatkan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau kementerian/ lembaga teknis terkait. | ||||||
(4) | Dalam hal barang impor untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) ditemukan tidak digunakan sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk, Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | permohonan pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; |
b. | pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum direalisasikan importasinya, dinyatakan tetap berlaku dan realisasi impor barang diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; dan |
c. | pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum direalisasikan seluruh importasinya, dinyatakan tetap berlaku dan realisasi impor barang diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1003