Tata Cara Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait alat Angkutan Tertentu
a. | alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; |
b. | alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan impor tersebut; |
c. | kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; |
d. | suku cadang kapal laut, suku cadang kapal angkutan sungai, suku cadang kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, suku cadang kapal penangkap ikan, suku cadang kapal pandu, suku cadang kapal tunda, dan suku cadang kapal tongkang serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; |
e. | pesawat udara yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
f. | suku cadang pesawat udara serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
g. | suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
h. | kereta api yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; |
i. | suku cadang kereta api serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan |
j. | komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan :
|
a. | alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; |
b. | kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; |
c. | suku cadang kapal laut, suku cadang kapal angkutan sungai, suku cadang kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, suku cadang kapal penangkap ikan, suku cadang kapal pandu, suku cadang kapal tunda, dan suku cadang kapal tongkang serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; |
d. | pesawat udara yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
e. | suku cadang pesawat udara serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
f. | suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; |
g. | kereta api yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; |
h. | suku cadang kereta api serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan |
i. | komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan:
|
a. | Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional yang meliputi:
|
b. | jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi:
|
c. | jasa perawatan dan reparasi kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum. |
(1) | Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus memiliki SKTD untuk setiap kali impor. |
(2) | Wajib Pajak yang melakukan impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf j harus memiliki SKTD untuk setiap kali impor. |
(3) | Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a harus memiliki SKTD untuk setiap kali penyerahan. |
(4) | Wajib Pajak yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf i harus memiliki SKTD untuk setiap kali penyerahan. |
(5) | Wajib Pajak yang:
|
(1) | Untuk memperoleh SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Wajib Pajak, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak, bendahara pada Kementerian Pertahanan, bendahara pada Tentara Nasional Indonesia, atau bendahara pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdaftar dengan melampirkan rincian alat angkutan tertentu yang akan diimpor atau diperoleh. |
(2) | Untuk memperoleh SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan RKIP. |
(3) | Atas permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKTD paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKTD diterima lengkap. |
(4) | SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan atas rincian alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disetujui untuk diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai baik sebagian atau seluruhnya oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Tata cara penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap RKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dapat mengajukan RKIP perubahan, dalam hal terdapat:
|
(2) | Pengajuan RKIP perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan tertulis diajukannya perubahan. |
(3) | Terhadap alat angkutan tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang diajukan RKIP perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilakukan impor dan/atau penyerahan. |
(4) | Tata cara pengajuan RKIP perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
|
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan cap atau keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP NOMOR 69 TAHUN 2015". |
(1) | Atas impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, SKTD diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri Pemberitahuan Impor Barang serta dokumen impor lainnya. |
(2) | Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan:
|
(1) | Wajib Pajak yang mengajukan SKTD yang dilampiri RKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) wajib menyampaikan laporan realisasi RKIP. |
(2) | Laporan realisasi RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat setiap triwulan dan disampaikan ke Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat akhir bulan berikutnya. |
(3) | Dalam hal:
|
(4) | Atas ketidaksesuaian jenis dan kuantitas alat angkutan tertentu dan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut harus dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
(5) | Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) setelah membayar Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) | Format laporan realisasi RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan format surat keterangan pencabutan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dalam hal:
|
(2) | Dalam hal terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Wajib Pajak, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat mengajukan permohonan pembatalan SKTD untuk penerbitan SKTD baru kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak penerbit SKTD. |
(3) | Permohonan pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya pembatalan dengan dilampiri SKTD asli yang terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung. |
(4) | Atas permohonan pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan SKTD dan menerbitkan SKTD baru paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan pembatalan diterima lengkap. |
(5) | Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak berhak memperoleh SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan SKTD. |
(6) | Atas pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(8) | Format surat keterangan pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai beserta perubahannya terkait dengan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dapat digunakan untuk impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu sampai dengan tanggal 31 Oktober 2015. |
(2) | Sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaknai sebagai SKTD. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO |