Pajak Rokok
(1) | Objek Pajak Rokok merupakan konsumsi rokok. |
(2) | Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(3) | Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(1) | Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok. |
(2) | Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. |
(1) | Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. |
(2) | Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke rekening kas umum daerah Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. |
(1) | Besaran Pajak Rokok terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan dengan rasio jumlah penduduk daerah terhadap jumlah penduduk nasional. |
(2) | Rasio jumlah penduduk daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang digunakan untuk penghitungan Dana Alokasi Umum untuk tahun anggaran yang bersangkutan. |
(1) | Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak Daerah dapat diberikan atas dasar pencapaian kinerja tertentu. |
(2) | Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. |
(3) | Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. |
(1) | Tata cara pemungutan, penyetoran, pembayaran dan penagihan Pajak Rokok dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. |
(2) | Tata cara keberatan dan banding Wajib Pajak Rokok, pembetulan, pembatalan, pengurangan, ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif Wajib Pajak Rokok, kedaluwarsa penagihan Pajak Rokok, pembukuan dan pemeriksaan Wajib Pajak Rokok dan sanksi, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Februari 2014 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Ttd. JOKO WIDODO |
I. | UMUM Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak. Selain itu, Daerah juga masih diberi kewenangan menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun hasil penerimaan Pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah diberikan peluang untuk mengenakan pungutan pajak baru diantaranya pajak rokok. Dasar pengenaannya adalah cukai rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan secara definitif di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, agar Pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah melalui penetapan tarif cukai nasional. Untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha khususnya rokok yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan kesehatan, maka diperlukan Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok. Peraturan Daerah ini hanya mengatur objek pajak rokok, subjek pajak rokok, wajib pajak rokok, dasar pengenaan pajak rokok, tarif pajak rokok, dan penggunaan pajak rokok. Sedangkan ketentuan lain yang berhubungan dengan tata cara pemungutan pajak rokok, surat tagihan pajak rokok, tata tata cara pembayaran dan penagihan pajak rokok, keberatan dan banding wajib pajak rokok, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif wajib pajak rokok, pengembalian kelebihan pembayaran wajib pajak rokok, kedaluwarsa penagihan pajak rokok, pembukuan dan pemeriksaan wajib pajak rokok, dan sanksi, diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri atas sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Yang dimaksud dengan sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Yang dimaksud dengan sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek terdiri atas sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Huruf b Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Huruf c Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Yang dimaksud dengan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, dan rokok daun sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Dasar pengenaan pajak rokok berupa persentase dari harga dasar (advalorum) atau jumlah dalam rupiah untuk setiap batang rokok spesifik) atau penggabungan dari keduanya. Contoh: Tarif cukai spesifik (TCS). Harga Jual Ecerah (HJE) Tarif advalorum : 40% x HJE. Jika Pemerintah hanya mengenakan tarif spesifik, dasar pengenaan pajak adalah Rp 200,00/batang. Jika Pemerintah hanya mengenakan tarif advalorum, dasar pengenaan pajak adalah 40% x HJE. Jika Pemerintah mengenakan tarif spesifik dan advalorum, dasar pengenaan pajak adalah (Rp200/batang + 40% HJE). Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Yang dimaksud dengan program pelayanan kesehatan masyarakat terkait pengendalian merokok antara lain pelayanan kesehatan berhenti merokok melalui sistem kesehatan yang berlaku, iklan layanan masyarakat dan komunikasi media tentang bahaya merokok, serta partisipasi masyarakat dalam pengendalian dampak merokok. Yang dimaksud dengan penegakan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain, pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. |