Penentuan Kualitas Piutang dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara
Menimbang :
| (1) | Piutang diklasifikasikan menjadi: 
 | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Pengelolaan piutang oleh BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh PPA BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (1) | Kementerian/Lembaga dan PPA BUN wajib melakukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih berdasarkan prinsip kehati-hatian. | 
| (2) | Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga wajib: 
 | 
| (3) | Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPA BUN wajib: 
 | 
| (4) | Penilaian Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya: 
 | 
| (5) | Kementerian/Lembaga dan PPA BUN yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan. | 
| (1) | Kualitas Piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet. | 
| (2) | Penentuan Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: 
 | 
| (1) | Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan ketentuan: 
 | ||||||||||||
| (2) | Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dilakukan dengan ketentuan: 
 | ||||||||||||
| (3) | Penentuan Kualitas Piutang tidak dilakukan terhadap Belanja Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja, Piutang transfer ke Daerah dan Piutang kelebihan pembayaran subsidi dalam hal Belanja Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja, pembayaran transfer ke Daerah dan kelebihan pembayaran subsidi dimaksud dikompensasikan di tahun anggaran berikutnya. | ||||||||||||
| (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), terhadap: 
 | 
| (1) | Menteri/Pimpinan Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus terhadap Piutang yang dikelola Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya. | 
| (2) | PPA BUN wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus terhadap Piutang yang dikelolanya. | 
| (3) | Dalam hal piutang BUN tidak ditentukan kualitasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Penyisihan Piutang Tidak Tertagih tidak dilakukan. | 
| (4) | Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum pada Kementerian/Lembaga dan PPA BUN ditetapkan paling sedikit sebesar 5‰ (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar. | 
| (5) | Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus pada Kementerian/Lembaga dan PPA BUN ditetapkan sebesar: 
 | 
| (6) | Besaran penyisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga untuk penyisihan: 
 | 
| (7) | Agunan atau barang sitaan yang mempunyai nilai di atas Piutangnya diperhitungkan sama dengan sisa Piutang. | 
| (8) | Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang dibentuk berdasarkan Piutang yang kualitasnya menurun, dilakukan dengan mengabaikan persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kualitas Piutang sebelumnya. | 
| (9) | Kementerian/Lembaga dan PPA BUN yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan. | 
| (1) | Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) ditetapkan sebesar: 
 | 
| (2) | Agunan selain yang dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. | 
| (1) | Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) ditetapkan sebesar: 
 | 
| (2) | Barang sitaan selain yang dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih. | 
| (1) | Nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g atau barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. | 
| (2) | Dalam hal sumber nilai agunan atau barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, agunan atau barang sitaan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang Tidak Tertagih. | 
| (1) | Dalam rangka penyusunan laporan keuangan, Direktur Jenderal yang bertugas menyusun laporan keuangan pemerintah pusat atas nama Menteri Keuangan meminta Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dan/atau barang sitaan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih. | 
| (2) | Permintaan untuk melakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal berdasarkan penelitian dokumen Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga diperoleh informasi bahwa Kementerian/Lembaga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10. | 
| (1) | Kualitas Piutang setelah persetujuan Restrukturisasi dapat diubah oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau PPA BUN: 
 | 
| (2) | Dalam hal kewajiban yang ditentukan dalam Restrukturisasi tidak dipenuhi oleh Debitor, Kualitas Piutang yang telah diubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan kembali menjadi kualitas piutang sebelum adanya Restrukturisasi. | 
| (1) | Perubahan jumlah piutang dapat terjadi karena penghapusan, penambahan, atau pengurangan jumlah Piutang sebagai akibat pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (2) | Dalam hal terdapat perubahan jumlah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pencatatan perubahan jumlah Piutang. | 
| (1) | Dalam hal terdapat penghapusan Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam surat keputusan penghapusan. | 
| (2) | Pencatatan penghapusan Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah penerbitan surat keputusan penghapusan. | 
| (3) | Piutang yang telah dihapuskan secara bersyarat dan alasan penghapusannya diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. | 
| (1) | Dalam hal terdapat penambahan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara menambah akun Piutang sebesar selisihnya. | 
| (2) | Pencatatan penambahan jumlah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah penerbitan surat tagihan/persetujuan/keputusan. | 
| (1) | Dalam hal terdapat pengurangan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang sebesar selisihnya. | 
| (2) | Pencatatan pengurangan jumlah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila surat tagihan/persetujuan/keputusan telah terbit. | 
| (1) | Ketentuan mengenai penentuan kualitas piutang dan pembentukan piutang tak tertagih pada Bendahara Umum Negara dalam Peraturan Menteri ini, mulai digunakan untuk penyusunan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara tahun 2013. | 
| (2) | Ketentuan mengenai penentuan kualitas piutang dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. | 
| Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI |