Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
(1) | Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
| ||||||||||
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
| ||||||||||
(3) | Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
| ||||||||||
(4) | Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
| ||||||||||
(5) | Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean. | ||||||||||
(6) | Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. | ||||||||||
(7) | Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. |
(1) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berbentuk:
|
(2) | Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(3) | Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e. |
(1) | Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. |
(2) | Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
(3) | Termasuk dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan. |
(3) | Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(1) | Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. |
(3) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. |
(1) | Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
|
(2) | Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa Tanda Tangan Elektronik. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(4) | Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
(1) | Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Kriteria Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik dan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak. |
(1) | Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Tata cara pelaporan Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau dilaporkan tidak sesuai dengan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan Faktur Pajak. |
(1) | Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti. |
(2) | Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tersebut dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajak. |
(3) | Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti. |
(2) | Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak. |
(1) | Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy). |
(2) | Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Faktur Pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini bukan merupakan Faktur Pajak. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 November 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI |