Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, Dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Serta Special Purpose Company Atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-6/PJ/2025
TENTANG
PELAKSANAAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK TERHADAP
WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU, WAJIB PAJAK PERSYARATAN TERTENTU, DAN PENGUSAHA
KENA PAJAK BERISIKO RENDAH, SERTA SPECIAL PURPOSE COMPANY ATAU
KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a. |
bahwa untuk memberikan kepastian hukum
dalam penetapan pengusaha kena pajak berisiko rendah dan kemudahan dalam
pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, perlu
melakukan penyesuaian ketentuan mengenai pelaksanaan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak terhadap wajib pajak kriteria tertentu, wajib
pajak persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak berisiko rendah,
serta special purpose company atau kontrak investasi
kolektif sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah; |
|||
b. |
bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-04/PJ/2021 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dan Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah serta Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah belum menampung kebutuhan penyesuaian sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sehingga perlu diganti; |
|||
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib
Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah,
serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi
Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah; |
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
|||
2. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6856); |
|||
3. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
|||
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834); |
|||
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015 tentang
Perlakuan Perpajakan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang
Menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman
Sektor Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1692); |
|||
6. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 514) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2024 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1018); |
|||
7. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124
Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063); |
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
TERHADAP WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU, WAJIB PAJAK PERSYARATAN TERTENTU, DAN
PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH, SERTA SPECIAL PURPOSE COMPANY ATAU
KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH. |
||||
|
|
|
|
|
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini,
yang dimaksud dengan: |
||||
1. |
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. |
|||
2. |
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang. |
|||
3. |
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. |
|||
4. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119
Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak. |
|||
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015 adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015 tentang Perlakuan
Perpajakan Bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema
Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan. |
|||
6. |
Pajak Penghasilan adalah Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
|||
7. |
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai. |
|||
8. |
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. |
|||
9. |
Barang Kena Pajak adalah barang yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
|||
10. |
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
|||
11. |
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
|||
12. |
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak, yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan, adalah
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai. |
|||
13. |
Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria
Tertentu yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan, yang selanjutnya
disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu, adalah Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dan peraturan pelaksanaannya. |
|||
14. |
Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan, yang selanjutnya
disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, adalah Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dan peraturan pelaksanaannya. |
|||
15. |
Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko
Rendah, yang selanjutnya disebut Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, adalah
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan pelaksanaannya. |
|||
16. |
Wajib Pajak Pemohon Pengembalian
Pendahuluan, yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Pemohon, adalah Wajib Pajak
Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, atau Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah yang mengajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan. |
|||
17. |
Mitra Utama Kepabeanan adalah importir
dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Mitra Utama
Kepabeanan. |
|||
18. |
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized
Economic Operator) adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan
tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Operator Ekonomi Bersertifikat. |
|||
19. |
Dana Investasi Real Estat adalah wadah
yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk
selanjutnya diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan
real estat, dan/atau kas dan setara kas. |
|||
20. |
Kontrak Investasi Kolektif yang
dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana Investasi Real Estat adalah
kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang
unit penyertaan dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio
investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif, yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana
Investasi Real Estat. |
|||
21. |
Special Purpose
Company adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya
dimiliki oleh Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
paling kurang 99,9% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) dari modal
disetor yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana Investasi Real Estat
berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. |
|||
22. |
Masa Pajak adalah jangka waktu yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
|||
23. |
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1
(satu) tahun kalender kecuali untuk Pajak Penghasilan dapat menggunakan tahun
buku dalam hal Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender. |
|||
24. |
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari
jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. |
|||
25. |
Surat Pemberitahuan adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
|||
26. |
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah
Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. |
|||
27. |
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. |
|||
28. |
Faktur Pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. |
|||
29. |
Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu. |
|||
30. |
Nomor Transaksi Penerimaan Negara
adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan
melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1) |
Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sesuai dengan: |
|||
|
a. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2018, secara jabatan atau berdasarkan permohonan; atau |
||
|
b. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015 berdasarkan
permohonan. |
||
(2) |
Pengembalian Pendahuluan diberikan
kepada: |
|||
|
a. |
Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib
Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018; atau |
||
|
b. |
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015. |
||
(3) |
Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah memperhitungkan kredit
pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
|||
|
|
|
|
|
BAB II PENETAPAN PENGUSAHA
KENA PAJAK BERISIKO RENDAH Pasal 3 |
||||
(1) |
Pengusaha Kena Pajak yang dapat
ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi: |
|||
|
a. |
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan
di bursa efek di Indonesia; |
||
|
b. |
Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; |
||
|
c. |
Pengusaha Kena Pajak yang telah
ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan; |
||
|
d. |
Pengusaha Kena Pajak yang telah
ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat; |
||
|
e. |
pabrikan atau produsen selain Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d: |
||
|
|
1. |
yang dalam kegiatan usahanya
menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; dan |
|
|
|
2. |
memiliki tempat untuk melakukan
kegiatan produksi; |
|
|
f. |
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi
ketentuan sebagai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018; |
||
|
g. |
pedagang besar farmasi yang memiliki: |
||
|
|
1. |
sertifikat distribusi farmasi atau izin
pedagang besar farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan |
|
|
|
2. |
sertifikat cara distribusi obat yang
baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai cara distribusi obat yang baik; |
|
|
h. |
distributor alat kesehatan yang
memiliki: |
||
|
|
1. |
sertifikat distribusi alat kesehatan
atau izin penyalur alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan |
|
|
|
2. |
sertifikat cara distribusi alat
kesehatan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; atau |
|
|
i. |
perusahaan yang dimiliki secara
langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari
50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan
laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. |
||
(2) |
Kepemilikan saham lebih dari 50% (lima
puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i merupakan persentase
kepemilikan saham yang tercantum pada Laporan Keuangan Konsolidasian tahun
terakhir sebelum pengajuan permohonan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah. |
|||
(3) |
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
tanpa diterbitkan keputusan penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak dan
Pengusaha Kena Pajak dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan. |
|||
(4) |
Selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Special Purpose Company atau Kontrak
Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015,
dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah berdasarkan permohonan atau
secara jabatan terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1). |
|||
(2) |
Penetapan secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terhadap pengusaha yang merupakan Mitra Utama
Kepabeanan atau Operator Ekonomi Bersertifikat sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dilakukan sepanjang data penetapan pengusaha sebagai Mitra
Utama Kepabeanan atau Operator Ekonomi Bersertifikat tersebut telah tersedia
pada sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak. |
|||
(3) |
Keputusan penetapan sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara
lengkap. |
|||
(4) |
Jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dihitung setelah bukti penerimaan surat atau bukti penerimaan elektronik
diterbitkan. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak bukti penerimaan diterbitkan atas
permohonan penetapan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (4) yang diterima secara lengkap, menerbitkan: |
|||
|
a. |
surat keputusan penetapan Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah; atau |
||
|
b. |
surat pemberitahuan bahwa permohonan
tidak dapat diproses. |
||
(2) |
Pemberitahuan bahwa permohonan tidak
dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan
menerbitkan surat pemberitahuan penolakan permohonan penetapan Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah. |
|||
(3) |
Keputusan penetapan Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dinyatakan tidak berlaku dalam hal Pengusaha Kena Pajak dilakukan: |
|||
|
a. |
pemeriksaan bukti permulaan,
penyidikan, atau dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir; atau |
||
|
b. |
pemeriksaan, dan berdasarkan hasil
pemeriksaan diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak menjalankan skema
Kontrak Investasi Kolektif tertentu. |
||
(4) |
Dalam hal surat keputusan penetapan
sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dinyatakan tidak berlaku, maka terhadap Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah diberitahukan pencabutan penetapan Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah. |
|||
(5) |
Pemberitahuan pencabutan
penetapan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi
Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan dengan menerbitkan surat keputusan pencabutan Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah. |
|||
|
|
|
|
|
BAB III PELAKSANAAN
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 6 |
||||
(1) |
Permohonan Pengembalian Pendahuluan,
yang diajukan oleh: |
|||
|
a. |
Wajib Pajak Kriteria Tertentu; |
||
|
b. |
Wajib Pajak Persyaratan Tertentu; atau |
||
|
c. |
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
yang melakukan kegiatan tertentu, |
||
|
diproses sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018. |
|||
(2) |
Permohonan Pengembalian Pendahuluan
yang diajukan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan
Pengembalian Pendahuluan atas Surat Pemberitahuan atau pembetulan Surat Pemberitahuan
pada Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah
Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah. |
|||
(3) |
Termasuk dalam pengertian Pajak Masukan
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal
6 ayat (8) huruf b, Pasal 10 ayat (5) huruf b, dan Pasal 16 ayat (5) huruf d
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 yaitu Pajak
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam: |
|||
|
a. |
dokumen surat penetapan pembayaran bea
masuk, cukai, dan/atau pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan
atas impor barang kiriman, dengan ketentuan: |
||
|
|
1. |
mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara; |
|
|
|
2. |
terdapat dalam sistem informasi
pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
|
|
|
3. |
telah dipertukarkan secara elektronik
dengan Direktorat Jenderal Pajak; dan |
|
|
|
4. |
dibayarkan oleh Wajib Pajak Pemohon
melalui penyelenggara pas terkait dengan impor barang kiriman; atau |
|
|
b. |
surat setoran pajak atau sarana
administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak atas pelunasan
Pajak Pertambahan Nilai yang semula mendapatkan fasilitas yang dapat
dikreditkan. |
||
(4) |
Dalam hal kredit pajak tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (7) dan ayat (8), Pasal 10
ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2018, kredit pajak tersebut tidak diperhitungkan. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1) |
Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(4), dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak perolehan real estat, dengan terlebih
dahulu mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015. |
|||
(2) |
Terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan yang disampaikan oleh Special Purpose Company atau
Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan
penelitian terhadap: |
|||
|
a. |
penetapan Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah masih berlaku; |
||
|
b. |
kelengkapan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai beserta lampirannya; |
||
|
c. |
adanya pengkreditan Pajak Masukan
berupa Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan real estat pada Masa Pajak yang
diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan; |
||
|
d. |
kebenaran penulisan dan penghitungan
Pajak Pertambahan Nilai dengan cara memastikan kebenaran penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan
pajak; dan |
||
|
e. |
kebenaran pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
||
(3) |
Termasuk dalam penelitian terhadap
penetapan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi
Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi penelitian mengenai
pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
|||
(4) |
Penelitian terhadap kebenaran
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
dilakukan terhadap kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, meliputi: |
|||
|
a. |
Pajak Masukan yang dikreditkan
oleh Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif
sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tercantum dalam: |
||
|
|
1. |
Faktur Pajak yang telah diunggah ke
sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang
membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat
Jenderal Pajak; |
|
|
|
2. |
dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah tervalidasi
dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau |
|
|
|
3. |
dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain
sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|
|
|
dan/atau |
||
|
b. |
Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak Pemohon: |
||
|
|
1. |
telah divalidasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat
setoran pajak; dan/atau |
|
|
|
2. |
telah tervalidasi dalam sistem
administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan
menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran
pajak. |
|
(5) |
Pajak Masukan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperhitungkan sebagai
kredit pajak yang dapat diperhitungkan. |
|||
(6) |
Hasil penelitian terhadap pemenuhan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil
penelitian. |
|||
(7) |
Berdasarkan laporan hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Pajak: |
|||
|
a. |
menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, dalam hal Special Purpose
Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau |
||
|
b. |
tidak menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dan memberitahukan kepada Pengusaha
Kena Pajak, dalam hal Special Purpose Company atau Kontrak
Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak terdapat
kelebihan pembayaran pajak. |
||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1) |
Terhadap kredit pajak yang tidak
diperhitungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) atau Pasal 7 ayat
(5), Wajib Pajak Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian
Pendahuluan melalui surat tersendiri. |
|||
(2) |
Ketentuan mengenai tindak lanjut
permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3)
sampai dengan ayat (11), Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat (8), dan Pasal
16 ayat (3) sampai dengan ayat (9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 berlaku
secara mutatis mutandis terhadap tindak lanjut atas
permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). |
|||
(3) |
Pengajuan kembali permohonan
Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dalam hal: |
|||
|
a. |
Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atas
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang diajukan Pengembalian
Pendahuluan; dan |
||
|
b. |
permohonan disampaikan tidak melebihi 3
(tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak. |
||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1) |
Pengembalian Pendahuluan untuk
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dapat diberikan dalam hal pada Masa
Pajak yang diajukan Pengembalian Pendahuluan terdapat kegiatan tertentu. |
|||
(2) |
Pengembalian Pendahuluan Pajak
Pertambahan Nilai untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu diberikan dengan
ketentuan sebagai berikut: |
|||
|
a. |
untuk Masa Pajak selain Masa Pajak pada
akhir tahun buku, pada Masa Pajak tersebut harus terdapat kegiatan tertentu;
atau |
||
|
b. |
untuk Masa Pajak pada akhir tahun buku,
pada Masa Pajak tersebut tidak harus terdapat kegiatan tertentu. |
||
(3) |
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: |
|||
|
a. |
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; |
||
|
b. |
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; |
||
|
c. |
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; |
||
|
d. |
ekspor Barang Kena Pajak tidak
berwujud; dan/atau |
||
|
e. |
ekspor Jasa Kena Pajak. |
||
(4) |
Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf e diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas
ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai. |
|||
(5) |
Tidak termasuk sebagai Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu yaitu Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar dengan jumlah lebih
bayar tidak melebihi batasan jumlah lebih bayar bagi Wajib Pajak Persyaratan
Tertentu. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
(1) |
Dalam hal Wajib Pajak atau Pengusaha
Kena Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atas Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak,
Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan pengembalian
pendahuluan berdasarkan Surat Pemberitahuan pembetulan. |
|||
(2) |
Berdasarkan Surat Pemberitahuan
pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak
Surat Pemberitahuan pembetulan diterima secara lengkap. |
|||
(3) |
Dalam hal pembetulan Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan
pembayaran pajak, kepada Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
atas jumlah pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) atau ayat (2a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. |
|||
(4) |
Dalam hal pembetulan Surat
Pemberitahuan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3), Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
atas pembetulan Surat Pemberitahuan dapat diterbitkan dengan ketentuan jumlah
kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak atas Surat Pemberitahuan dan jumlah lebih bayar dalam
pembetulan Surat Pemberitahuan tidak melebihi batasan jumlah lebih bayar bagi
Wajib Pajak Persyaratan Tertentu. |
|||
(5) |
Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran
pajak dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak atas
Surat Pemberitahuan dan jumlah lebih bayar dalam pembetulan Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melebihi batasan jumlah lebih
bayar bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, maka Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak atas pembetulan Surat Pemberitahuan
tidak dapat diterbitkan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut
ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. |
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1) |
Terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai: |
|||
|
a. |
yang disampaikan oleh Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5); atau |
||
|
b. |
yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 10 ayat
(5), |
||
|
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti
dengan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian
Pendahuluan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. |
|||
(2) |
Terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang
disampaikan oleh Special Purpose Company atau Kontrak
Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b, Direktur Jenderal Pajak
menindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan surat keputusan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tidak diterbitkan dan atas kelebihan
pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. |
|||
(3) |
Dalam hal permohonan Pengembalian
Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan berdasarkan hasil pemeriksaan masih terdapat kelebihan
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, berlaku ketentuan sebagai berikut: |
|||
|
a. |
untuk kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak selain akhir tahun buku dan tidak terdapat
kegiatan tertentu, kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya; |
||
|
b. |
untuk kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak selain akhir tahun buku dan terdapat
kegiatan tertentu, kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut
diberikan pengembalian; atau |
||
|
c. |
untuk kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai tersebut diberikan pengembalian. |
||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
Ketentuan mengenai contoh format
dokumen berupa: |
||||
a. |
surat pernyataan mengenai keberadaan
tempat untuk melakukan kegiatan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf e angka 2; |
|||
b. |
permohonan penetapan Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); dan |
|||
c. |
surat keputusan penetapan Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
a; |
|||
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
||||
|
|
|
|
|
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 |
||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal
ini mulai berlaku: |
||||
a. |
terhadap permohonan Pengembalian
Pendahuluan atas Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sampai dengan Tahun
Pajak 2024, diselesaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-04/PJ/2021 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dan Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Serta Special Purpose Company atau
Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah; |
|||
b. |
permohonan Pengembalian Pendahuluan
yang diajukan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi
Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atas Masa Pajak sampai
dengan Masa Pajak Desember 2024, yang: |
|||
|
1. |
belum diselesaikan; |
||
|
2. |
disampaikan melebihi jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai; atau |
||
|
3. |
disampaikan melalui pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, |
||
|
diselesaikan berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2021 tentang Penetapan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Serta Special
Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha
Kena Pajak Berisiko Rendah; dan |
|||
c. |
terhadap permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan jumlah lebih bayar
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), tindak lanjut dan pengenaan
sanksi administratif untuk Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak 2024,
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tentang
Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. |
|||
|
|
|
|
|
BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 |
||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal
ini mulai berlaku: |
||||
a. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-04/PJ/2021 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah dan Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Serta Special Purpose Company atau
Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah; dan |
|||
b. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak, |
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
||||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan. |
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 2025 |