Aturan Pajak Kembali Bikin Resah

JAKARTA. Baru saja keluar, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Penghitungan Peredaran Bruto langsung membuat resah. Protes langsung dating dari pengusaha. Mereka menilai: aturan ini akan memacu masalah yang merugikan wajib pajak.
Sesuai PMK No 15/2018, penghitungan peredaran bruto atau omzet suatu usaha bisa dilakukan dengan delapan cara. Delapan cara penghitungan omzet ini berlaku bagi WP yang tidak bisa menyelenggarakan pembukuan atas usahanya.
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herman Juwono menilai, regulasi itu hanya memudahkan petugas pajak, tetapi tidak bagi pengusaha. “Dari kacamata fiskus, aturan ini bisa dibenarkan, tapi dari kacamata legalitas, kurang bisa dibenarkan karena tak didukung data yang kuat, ujar Herman kepada KONTAN, kamis (1/3).
Dia berharap, penghitungan penghasilan kena pajak harus kuat. “Dengan model penghitungan baru oleh aparat pajak, semuanya jadi debatable,” tandas Herman lagi.
PMK 15/2018 tersebut, menurutnya, juga tak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Perpajakan yang menyatakan penghasilan harus dibuktikan dengan bukti seperti faktur, nota, kuitansi, dan lain-lain.
Pengusaha juga khawatir, petugas pajak akan memanfaatkan kewenangan itu dengan serampangan dengan dating langsung untuk melakukan pemeriksaan. Seyogyanya petugas pajak memberi tahu lebih dulu, kenapa wajib pajak dianggap tidak kooperatif,” imbuh SIddhi WIdyapratama, Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Harian Kontan