Keterbukaan Beneficial Ownership Didorong Masuk Revisi UU KUP
Transparency Internasional Indonesia (TII) mendorong agar keterbukaan Beneficial Ownership (BO) menjadi salah satu substansi yang dibahas dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pasalnya, selama ini belum ada kesepahaman soal definisi BO, sedangkan pemerintah hanya memaknainya sebagai orang yang tercantum dalam jajaran direksi.
Wahyudi Thohary, Koordinator Program TII Transparency Internasional Indonesia (TII) mengatakan seharusnya cakupan definisi BO diperluas hingga ke aspek di luar catatan perusahaan. Dia menilai orang yang tidak tercantum dalam struktur kepemilikan saham perusahaan, tetapi menerima manfaat dari proses transaksi bisnis idealnya masuk kategori BO.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Wahyudi menuturkan keterbukaan BO dalam konteks perpajakan cukup penting, terutama untuk mengoptimalkan penerimaan melalui penambahan basis pajak. Dengan keterbukaan BO, kata dia, semuanya bakal terbuka, orang yang selama ini tak membayar pajak lantaran sebelumnya tak terendus oleh petugas pajak juga bisa ditagih pajak.
Karena itu, dia menganggap, keterbukaan BO menjadi poin yang cukup krusial supaya dimasukkan ke dalam pembahasan RUU KUP. Pasalnya selain bisa mencegah praktik penghindaran pajak, langkah tersebut juga bisa mendorong penerimaan negara di sektor pajak.
Isu soal keterbukaan BO sebenarnya sudah semakin kencang saat terungkapnya dokumen dari International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) yang kerap disebut Panama Papers pada tahun lalu.
Kala itu, sejumlah pengusaha atau pejabat publik ditengarai memiliki perusahaan cangkang (shell company) di negeri - negeri suaka pajak dengan menggunakan nama-nama orang dekat mereka.
Ditjen Pajak sendiri telah mengidentifikasi 1.038 WP asal Indonesia dalam laporan itu. Kuat dugaan sebagian besar dari mereka adalah pelaku penghindaran pajak.