Prosedur Pemeriksaan Pasca Tax Amnesty Diperketat
Pemerintah akan mengubah Standar Operasional Prosedur (SOP) pemeriksaan wajib pajak oleh fiskus setelah berakhirnya program tax amnesty. Tujuannya, untuk memperbaiki kepatuhan wajib pajak (WP) dan memastikan proses bisnis pemeriksaan berjalan sesuai ketentuan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, ada tiga hal yang akan ditekankan dalam perubahan SOP ini. Standar yang pertama mengharuskan setiap pemeriksa segera melaporkan praktik manipulasi pembayaran pajak oleh WP. Pemeriksa juga dituntut untuk melaporkan WP yang berusaha menyuapnya.
Kedua, pemerintah akan memperkuat pengawasan terhadap setiap akrifitas pemeriksaan. Untuk memudahkan pengawasan, pemeriksa dilarang melakukan pertemuan dengan wajib pajak yang sedang diperiksanya di tempat lain. Bahkan, setiap pemeriksaan harus dilakukan di ruangan khusus di kantor pajak dan direkam oleh CCTV.
Ketiga, pemeriksa tidak boleh menggunakan data pembanding di luar sistem yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Intinya, pemeriksa harus bisa membuktikan bahwa angka yang ada dalam sistem tersebut benar sehingga tidak mudah percaya terhadap klaim yang disampaikan WP atas nilai kewajiban pajaknya.
Selama ini, SOP pemeriksaan yang berlaku tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak (DJP). Aturan tersebut secara umum memuat tiga hal; revitalisasi kegiatan pemeriksaan, kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan, dan kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain.
Adapun beberapa hal teknis yang telah diatur di antaranya, mulai dari pembentukan Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2), penetapan pemeriksa pajak, hingga jangka waktu pemeriksaan. Sementara itu, mengenai jenis pemeriksaan yang diatur selama ini bisa dilakukan di kantor dan/atau lapangan.
Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal, atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu. Sedangkan, pemeriksaan kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP.
Sri Mulyani menegaskan, petugas pajak ketika memeriksa seorang wajib pajak bukan bertindak atas nama kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan negara. Jadi, jangan memanfaatkan posisi tersebut untuk mencari keuntungan pribadi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasetiadi menegaskan, dengan SOP baru nanti pemeriksa tidak perlu meminta data kepada Wajib Pajak. Mereka cukup memaksimalkan data yang sudah ada.
Oleh karenanya, pemeriksa yang bertugas akan dibekali dengan data yang cukup yang berasal dari sumber intelejen DJP dan data lainnya termasuk data hasil tax amnesty. Terlebih jika pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang pemberian informasi untuk keperluan perpajakan, pemerintah bisa mengakses data perbankan. Selain itu otoritas pajak juga bisa mendapatkan informasi dari otoritas pajak negara lain, melalui pertukaran informasi perpajakan secara otomatis alias Automatic Exchange of Information (AEoI).
Dengan data-data itu, pemeriksa lebih mudah mendapatkan data pajak pembanding untuk dikonfirmasi kepada Wajib Pajak secara langsung. Jika mereka menolak, maka Ditjen pajak akan memberikan sanksi yang telah diatur dalam UU KUP.