Belanja Pajak di Sektor Jasa Keuangan Paling Tinggi
JAKARTA. Sektor jasa keuangan menjadi sektor yang belanja pajak atau tax expenditures -nya paling tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Dalam Nota Keuangan RAPBN 2019, pemerintah mendefinisikan belanja pajak sebagai penerimaan perpajakan yang berkurang atau hilang akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari kebijakan perpajakan secara umum. Belanja pajak juga lazim disebut sebagai insentif pajak. Kebijakan ini biasanya menyasar hanya sebagian subyek dan obyek pajak dengan persyaratan tertentu.
Terkait dengan belanja pajak dalam RAPBN 2019, Ditjen Pajak menyebut proses pengelompokan belanja pajak atau tax expenditures dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal atau BKF.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal menyebutkan bahwa bagian terbesar tax expenditures (TE) dikaji oleh BKF, sedangkan otoritas pajak biasanya hanya sebatas mengkaji persoalan pajak penghasilan.
"Memang ada bagian yang dihitung Ditjen Pajak, tapi cuma beberapa bagian atau unsur TE khususnya terkait PPh. Porsi terbesar oleh kawan-kawan BKF, termasuk pengelompokan sektoralnya," katanya, Senin (20/8).
Data Kementerian Keuangan yang dikutip Senin (20/8) menunjukan bahwa total belanja pajak sektor jasa keuangan mencapai Rp17,6 triliun pada 2017 atau naik dibandingkan dengan 2016 yang mencapai Rp16,2 triliun.
Sementara itu, sektor manufaktur yang kontribusinya ke produk domestik bruto (PDB) cukup tinggi, belanja pajaknya justru lebih rendah dibandingkan dengan sektor keuangan. Total belanja pajak sektor ini hanya Rp12,3 triliun.
Adapun berdasarkan identifikasi berbagai ketentuan yang merupakan deviasi dari tax benchmark, total estimasi hilangnya penerimaan pajak pada 2016 diperkirakan mencapai Rp143,6 triliun atau 1,16% PDB, pada 2017 estimasi hilangnya penerimaan pajak diperkirakan mencapai Rp154,7 triliun atau sebesar 1,14% PDB.
Jika dilihat berdasarkan sektornya, hasil estimasi tax expenditure berdasarkan sektor tahun 2016-2017, terdapat beberapa sektor dengan belanja perpajakan tertinggi yaitu sektor jasa keuangan, pertanian dan perikanan, jasa transportasi, dan industri manufaktur.
Sementara itu, estimasi tax expenditure berdasarkan subyek atau pelaku usaha pada 2016-2017 adalah rumah tangga dan UMKM yang menempati belanja perpajakan tertinggi.
Total potensi penerimaan pajak yang hilang dari implementasi kebijakan tax expenditures diperkirakan mencapai 1% dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pajak memang diarahkan untuk menciptakan progresifitas misalnya dengan kebijakan insentif pajak, meskipun di satu sisi kontribusi penerimaan pajak ke APBN lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Kontribusi pajak tahun depan akan mencapai 83,1% bandingkan dengan 2014 yang hanya 74%," kata Sri Mulyani.
Adapun bentuk belanja pajak itu mencakup tax holiday, tax allowance serta segala bentuk pengecualian atau perbedaan pengenaan perpajakan dari ketentuan yang berlaku.
Besaran potensi penerimaan pajak yang hilang akibat kebijakan belanja pajak setiap tahunnya berbeda-beda. Pada 2016 diperkirakan sebesar Rp143,4 triliun atau 1,15% PDB dan pada 2017 sebesar Rp154,4 triliun atau sebesar 1,14% PDB.
Bisnis Indonesia