Dana Repatriasi Infrastruktur Menanti
Memasuki babak terakhir amnesti pajak, harapan agar dana warga negara Indonesia yang masih diparkir di luar negeri masuk ke dalam negeri terlihat semakin tipis. Selain dinamika politik, pemilik dana masih berpikir ulang untuk investasi ke sektor riil yang ditawarkan pemerintah.
Pasalnya, investor memiliki perhitungan agar uang yang direpatriasi pasti menghasilkan profit. Persepsi perekonomian yang tidak bagus membuat pemilik dana untuk memilih memasukkan uang guna memperkuat modal perusahaannya ketimbang ikut proyek pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengata kan banyak pengusaha yang akhirnya memilih untuk deklarasi harta di luar negeri dengan tarif lebih mahal daripada repatriasi. Situasi politik di dalam negeri menjadi salah satu pertimbangan pemilik modal.
Uang tebusan yang harus dibayar oleh pemilik dana yang hanya mendeklarasikan hartanya memiliki tarif 4% pada periode pertama, 6% pada periode kedua, dan 10% pada periode terakhir.
Sementara itu, repatriasi harta yang dialihkan dan diinvestasikan di dalam negeri dikenai tarif tebusan 2% pada periode pertama, 3% untuk periode kedua, dan 5% pada periode ketiga.
Terkait dengan daftar proyek infrastruktur yang ditawarkan, dia mengaku kebanyakan proyek yang menarik lebih dikuasai oleh perusahaan negara sehingga swasta sulit masuk untuk ambil bagian.
Pengusaha harus melihat prospek investasi yang ditawarkan pe me rintah, tetapi sejauh ini dia melihat belum ada dana repatriasi yang mengalir ke proyek investasi infrastruktur pemerintah.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyiapkan se jumlah proyek infrastruktur yang dapat digunakan guna menyerap dana repatriasi dan tebusan dari program amnesti pajak yang diumumkan pada Oktober 2016. Dana tebusan yang dialokasikan bagi Ke menterian PUPR berjumlah Rp60,79 triliun, atau 62,5% dari total dana tebusan periode pertama.
Dana itu terdiri dari Rp10,45 triliun untuk pro yek Ditjen Sumber Daya air seperti bendungan dan iri gasi, Rp47,25 triliun untuk proyek Ditjen Bina Marga seperti jalan, dan Rp3,09 triliun untuk proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di bawah Ditjen Cipta Karya.
Sementara itu, dana repatriasi yang dialokasikan untuk proyek infrastruktur di bawah Kementerian PUPR mencapai Rp32,94 triliun, terdiri dari Rp32,148 triliun untuk tol Trans Sumatra, dan Rp800 miliar untuk PDAM.
REALISASI PMDN
Dalam laporannya terakhir, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan adanya peningkatan penanaman modal dalam negeri pada kuartal IV/2016 mengalami peningkatan sebesar Rp11,9 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kepala BKPM Thomas Lembong meyakini amnesti pajak memiliki dampak besar terhadap pengusaha lokal yang memperlihatkan kepercayaan tinggi ke pemerintah. Sejauh ini, dia memandang tax amnesty memberikan sentimen positif terhadap investasi di dalam negeri.
“Amnesti pajak memberikan dampak sentimen positif secara umum. Kami cukup terbantu terhadap tax amnesty, ada suasana saling percaya. Saya kira program reformasi perekonomian makin diterima masyarakat makin implementatif,” ujarnya.
Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis menuturkan pihaknya tidak mencatat perubahan data dari penanaman modal asing ke PMDN akibat pengaruh dari repatriasi dana amnesti pajak. Peningkatan PMDN lebih dipengaruhi oleh aksi ekspansi korporasi yang kepercayaannya makin meningkat.
“Sebetulnya ada efeknya tapi kami tidak mencatatkan itu. Pada waktu PMDN, mereka tidak mengatakan ini dari tax amnesty, tapi bisa saja,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, Direktorat Jenderal Pajak belum memperbarui data repatriasi yang data terakhir pada 31 Desember 2016 menunjukkan adanya gap antara komitmen dan repatriasi sebesar Rp29 triliun berdasarkan surat pernyataan harta (SPH). Saat program pengampunan pajak baru digodog, Kementerian Keuangan melihat potensi repatriasi bisa mencapai Rp1.000 triliun.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pihaknya tengah melakukan penelitian terhadap selisih realisasi repatriasi sebesar Rp112,2 triliun dengan komitmen repatriasi sebesar Rp141 triliun. Penelitian menyangkut inventarisasi wajib pajak (WP) yang tidak merealisasikan repatriasi.
“Belum ada data baru . Saat ini sedang dilakukan penelitian terhadap selisih realisasi dengan komitmen repatriasi dalam SPH untuk menginventarisasi WP yang tidak merealisasikan repatriasinya,” ucapnya.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menuturkan repatriasi pada periode ketiga akan berat. Selain tarif tebusan yang sudah mahal, belum adanya sinyal kepastian terkait situasi politik, hukum, dan tujuan investasi juga menghalangi keinginan pemilik dana untuk repatriasi.
“Saya kira paling mungkin mempersuasi mereka yang sudah ikut tax amnesty dan mendeklarasikan punya harta likuid di luar negeri tetapi belum merepatriasi.”
http://koran.bisnis.com/read/20170126/433/623009/infrastruktur-menanti-