DJP Ungkap Kesempatan RI Pungut Pajak Penghasilan Google Cs Kemungkinan Pupus

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan, peluang Indonesia untuk bisa memungut Pajak Penghasilan (PPh) dari perusahaan digital global, seperti Global akan pupus.
Pasalnya, pembahasan ketentuan terkait pembagian hak pemajakan atas penghasilan perusahaan digital yang tertuang di dalam Pilar 1 solusi perpajakan atas disrupsi teknologi, akan berakhir deadlock.
Ruang lingkup ketentuan Pilar 1 terkait hak pemajakan global meliputi perusahaan multinasional yang memiliki peredaran usaha secara global di atas 20 miliar Euro.
Baca Juga: OECD Rilis Naskah Konvensi Pilar 1 Terkait Hak Pemajakan Global
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut harus mengalokasikan kembali lebih dari 25% keuntungannya, untuk dibagikan kepada yurisdiksi tempat pelanggan atau pengguna jasanya berada.
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama, dalam webinar bertajuk MUC Bicara Pajak mengatakan, pembahasan Pilar 1 akan berhenti tanpa ada keputusan.
Adapun pembahasan tersebut dilakukan di dalam forum Inclusive Framework (IF) yang berada di bawah The Organisation for Economic Co-operation and Development dan G-20.
Sebetulnya, IF OECD/G-20 sudah merilis naskah konvensi multilateral atau Multilateral Convention (MLC) Pilar 1 terkait hak pemajakan global ini pada Oktober 2023. Namun naskah MLI tersebut harus mendapat persetujuan dari negara lain.
Harapan Pemerintah Indonesia
Meski demikian, menurutnya pemerintah Indonesia sebetulnya berharap pembahasan bisa terus berlanjut dan bisa ketentuan Pilar 1 bisa diterapkan di seluruh dunia.
"Untuk Pilar 1 kita masih menunggu, namun kecil sekali akan berjalan, terkait sikap Indonesia nanti akan kita bicarakan" Ujar Mekar, Senin (17/2).
Sebab, jika kebijakan Pilar 1 diterapkan negara-negara berkembang yang selama ini menjadi pasar dari perusahaan teknologi digital, berkesempatan mendapatkan tambahan pajak.
Selama ini, Indonesia memang tidak bisa memajaki penghasilan yang diterima perusahaan-perusahaan digital yang menjual produk atau jasanya kepada konsumen di Indonesia. (ASP)