DJP Sosialisasi Aturan Dokumen Transfer Pricing di Jepang
Setelah Inggris, Direktorat Jenderal Pajak kini menjalin kerjasama dengan otoritas pajak Jepang. Dalam kunjungannya pekan lalu, Selasa (21/3) ke Negeri Sakura itu, Direktur Jenderal pajak Ken Dwijugiasetiadi bertemu dengan otoritas pajak Jepang, National Tax Agency (NTA).
Pertemuan itu untuk menyepakati sejumlah kerjasama, seperti soal persiapan pertukaran informasi perpajakan otomatis alias Automatic Exchange of Information (AEOI). Selain itu, kunjungan tersebut juga digunakan DJP untuk mensosialisasikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 213, yang mengatur soal kewajiban pembuatan dokumenntransfer pricing.
Sosialisasi dilakukan dalam sebuah diseminasi yang dihadiri lebih dari 100 wajib pajak korporasi Jepanng. Hadir juga perwakilan dari kantor akuntan dan konsultan pajak di negeri Sakura.
Menurut Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol, peserta diseminasi cukup antusias dengan aturan tersebut. Apalagi, hubungan bisnis antara Indonesia-Jepang cukup erat.
Banyak perusahaan asal Jepang yang berinbvestasi dan mendirikan perusahaan di Indonesia. Sehingga, mereka merasa berkepentingan dengan aturan tersebut.
Seperti halnya Indonesia, Jepang juga sudah memiliki aturan mengenai kewajiban pembuatan dokumen transfer pricing. Ada tiga dokumen transfer pricing yang harus dibuat; master file, local file dan Country by country Report (CbCR).
Kerjasama Indonesia-Jepang
Kunjungan ini juga menghasilkan sebuah kesepakatan, dengan ditandatanganinya Memorandum of Cooperation (MOC) antara DJP dan NTA. Kerjasama yang dibuat ini menyangkut upaya bersama dalam memerangi pengindaran perpajakan internasional.
Sebelumnya, kedua pihak sudah sama-sama sepakat untuk terlibat dalam bagian pertukaran informasi perpajakan secara otomatis, alias Automatic Exchange of Informasion (AEOI).
Kerjasama lainnya adalah terkait komitmen Jepang untuk membantu meningkatkan kpasatitas pegawai pajak di Indonesia. Selama ini, pemerintah memang kerap mengaku belum bisa maksimal menggenjot penerimaan pajak karena kurangnya pegawai.
Rasion antara jumlah pegawai pajak dengan jumlah Wajib Pajak (WP) masih sangat kecil. Pemerintah selalu merujuk Jepang sebagai salah satu negara yang memiliki rasio jumlah pegawai pajak yang ideal.