Fiskus Punya Banyak Alternatif dalam Menghitung Peredaran Bruto

JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 ten tang Cara Lain Menghitung Per edaran Bruto. Ketentuan itu memberikan alternatif bagi fiskus untuk menetapkan jumlah pajak bagi wajib pajak yang tak kooperatif.
Dalam ketentuan itu, wajib pajak tak kooperatif adalah WP yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan sehingga mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tak diketahui.
Oleh karena itu, dengan implementasi beleid baru tersebut, penghitungan peredaran bruto yang dilakukan fiskus tak melulu dihitung berdasarkan omzet, tetapi fiskus juga bisa menghitungnya berdasarkan delapan cara alternatif seperti yang tampak dalam pasal 2 beleid yang diundangkan pada tanggal 13 Februari 2018.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, mengatakan bahwa penerbitan PMK tersebut memberikan kepastian hukum, terutama untuk melaksanakan Pasal 14 ayat (5) UU PPh.
Meski demikian, menurut Yoga, metode ini sebenarnya sudah sering digunakan otoritas pajak dalam pemeriksaan untuk menghitung peredaran bruto bagi WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan. “Kami mengenalnya sebagai metode tidak langsung [karena tidak bersumber dari pembukuan WP]. Dalam hal peredaran bruto kita tetapkan dengan metode itu, penghasilan neto-nya kita hitung dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,” katanya, Rabu (28/2).
Adapun jika diperinci, kedelapan alternatif itu berisi penjelasan mengenai metode lain bagi fiskus untuk menghitung peredaran bruto WP. Metode yang pertama adalah penghitungan peredaran bruto menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai.
Kedua, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode sumber dan penggunaan dana. Ketiga, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode satuan dan volume.
Keempat, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan biaya hidup. Kelima, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode pertambahan kekayaan bersih.
Keenam, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode berdasarkan SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya. Ketujuh, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode proyeksi nilai ekonomi. Kedelapan, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan rasio.
Bisnis Indonesia