Genjot Kepatuhan Pajak, UMKM Terus Diburu
Pemerintah tengah mendorong kepatuhan Wajib Pajak nonpengusaha kena pajak atau UMKM melalui rencana implementasi beleid perlakuan fiskal terhadap e-commerce.
Seperti diketahui, meski tujuannya menciptakan kesetaraan antara pelaku bisnis konvensional dan yang berbasis daring, WP UMKM dianggap cukup riskan tak terjangkau dalam aturan yang berlaku saat ini. Penyebabnya, selain aspek legalitasnya belum jelas, sebagian besar pelaku e-commerce UMKM ditengarai belum seluruhnya melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
Apalagi dari sisi penerimaan, berdasarkan catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, realisasi PPh fi nal atau pajak UMKM tahun lalu masih jauh dari target. Dari target Rp156,18 triliun, yang terealisasi hanya Rp106,33 triliun atau 68,08%. Raihan ini anjlok dibandingkan dengan 2016 yang mencapai Rp117,68 triliun atau 80,77%.
“Pemain kecil-kecil ini yang akan kami hitung potensinya, karena kans-nya untuk lolos lumayan besar,” kata Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Bagi otoritas pajak, tahun ini merupakan momentum untuk meningkatkan kepatuhan WP. Selain lewat aturan e-commerce, sejumlah terobosan yang rencananya bakal diterapkan baik dalam lingkup domestik maupun internasional juga diharapkan menopang target kepatuhan formal yang tiap tahun naik.
Tahun ini, meski belum resmi diumumkan, target kepatuhan WP diperkirakan naik menjadi 77,5% atau sekitar 13,1 juta dari 17 juta WP yang wajib lapor SPT. Sebagai perbandingan, tahun lalu dari sekitar 16 juta WP wajib lapor SPT, target kepatuhannya sebesar 75%, itu pun yang terealisasi hanya 72,6%. Padahal, rencana strategis Ditjen Pajak sampai 2019 menargetkan tingkat kepatuhan WP mencapai 80%.
Meski demikian, menurut Yon, selain terobosan kebijakan, realisasi kepatuhan WP sangat berkelindan dengan baseline penghasilan tidak kena pajak (PTKP), jika batas PTKP diturunkan, secara formal kepatuhan WP akan naik, begitu pula sebaliknya. Hal itu tampak, saat pemerintah menaikkan baseline PTKP pada pertengahan 2016 di mana kepatuhan formal WP tahun pajak 2017 tergerus.
“Jadi mau menurunkan threshold [PPh final dan PKP] berapapun sebenarnya tak berpengaruh, karena batasannya PTKP,” imbuhnya. Adapun rencananya, dalam beleid e-commerce, tarif PPh final bagi usaha mikro kecil dan menengah (UKM) akan diturunkan dari 1% menjadi 0,5%. Selain itu, threshold atau ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) juga akan menyusul, meskipun belum ada rincian berapa besaran penurunannya.
Pelonggaran tarif PPh final itu dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.46/2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Pemerintah beralasan revisi beleid itu berkaitan dengan rencana pelonggaran tarif PPh fi nal 1% bagi pelaku e-commerce non-PKP. Dengan kebijakan tarif yang akan ditempuh, ecommerce dalam negeri bisa bersaing dalam bisnis daring yang cukup dinamis.
Belum Dibahas
Sementara itu, otoritas pajak mengatakan, rencana revisi threshold pengusaha kena pajak atau PKP belum menjadi prioritas. Saat ini, pemerintah, terus mematangkan dan berharap aturan tentang perlakuan e-commerce sudah bisa diterbitkan dalam waktu dekat.
“Kalau [revisi) PKP belum dibahas, sampai sekarang juga belum ada pembahasan dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan,” kata Direktur Peraturan Perpajakan 1 Ditjen Pajak Arif Yanuar kepada Bisnis, Minggu (28/1).
Arif juga menegaskan, sasaran utama beleid itu tak mengenal baik pelaku besar maupun UMKM, semua pelaku usaha yang berbasis daring akan menjadi objek dari implementasi aturan tersebut.
“E-commerce kan dari skala besar menengah dan kecil, yang diharapkan adalah tercipta level playing fi eld yang setara,” jelasnya.
Yon Arsal menambahkan, meski secara umum WP (ecommerce) besar dianggap lebih patuh, tetapi bukan berarti semuanya sudah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hanya saja dalam konteks pengawasan WP besar lebih mudah diawasi.
Dia menyebutkan, UMKM juga banyak yang patuh, hanya saja secara umum relatif lebih sulit diawasi dibandingkan dengan WP besar, karena nature bisnisnya dan subjeknya.
Secara teori dan praktek, banyak WP UMKM yang tak patuh bukan karena sengaja ingin menghindari atau mengemplang pajak, melainkan sebagian disebabkan karena ketidaktahuan terhadap aturan yang berlaku.
“Makanya untuk segmen UMKM ini kita lebih mengandalkan pendekatan yang soft, seperti edukasi dan penyuluhan, untuk meningkatkan awareness mereka terhadap perpajakan terlebih dahulu,” kata Yon kepada Bisnis, Minggu (28/1).
Bisnis Indonesia