Konsumsi Jeroan Terus Naik
JAKARTA, Konsumsi jeroan sapi warga Indonesia terus bertambah. Ini merupakan sebuah sinyal melemahnya daya beli masyarakat untuk daging sapi karena harganya yang jauh lebih mahal. Juga sebagai dampak kebijakan Departemen Pertanian yang memudahkan impor jeroan.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, Jumat (18/12) di Jakarta, mengemukakan, terus naiknya konsumsi jeroan sapi, baik impor maupun dalam negeri, merupakan dampak melemahnya daya beli.
”Mayoritas warga lebih suka mengonsumsi daging sapi seandainya mampu membeli,” katanya. Saat ini harga jeroan Rp 18.000-Rp 22.000 per kilogram, sedangkan harga daging minimal Rp 50.000 per kilogram.
Teguh menyatakan, kebutuhan akan jeroan sapi itu dipasok dari Australia, Selandia Baru, Kanada, dan AS, juga dari dalam negeri.
Data Meat and Livestock Australia menunjukkan, impor jeroan sapi dari Australia dan Selandia Baru terus naik. Bila tahun 2008 sebanyak 22.800 ton, tahun 2009 hingga November naik menjadi 23.800 ton.
Angka itu belum menghitung dari AS dan Kanada yang menurut perkiraan PPSKI sekitar 10 persen dari total impor jeroan Australia dan Selandia Baru.
Jika dibandingkan impor daging dari kedua negara itu hingga November 2009 sebanyak 62.200 ton, impor jeroan menembus 37 persennya. Adapun pasokan jeroan sapi dari dalam negeri yang dikonsumsi warga mencapai 78.000 ton.
Rata-rata sapi yang dipotong per tahun 2 juta ekor. Sebanyak 650.000 ekor dalam bentuk sapi impor dan sisanya 1,35 juta sapi dalam negeri. Berat jeroan mencapai 13 persen dari berat satu sapi.
Bagi masyarakat Indonesia, jeroan sapi dikonsumsi antara lain untuk campuran bakso, sop, soto, dan nasi goreng. Jeroan juga dikonsumsi langsung, seperti paru dan hati. Jeroan sapi impor umumnya termasuk hati dan jantung. Adapun jeroan dalam negeri lebih bervariasi, seperti hati, jantung, paru, babat, dan usus.
KOMPAS.com
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/12/21/05084795/konsumsi.jeroan.terus.naik
