Status NPWP Suami-Isteri di Era Coretax

Mungkin ada di antara kamu yang telah menikah, namun belum menggabungkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) suami-isteri. Artinya, masing-masing tetap memiliki NPWP. Padahal, penggabungan NPWP ini menjadi penting karena akan berdampak pada penghitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Sebab, hitungan pajak pasangan yang tidak menggabungkan NPWP dan yang melakukan penggabungan berbeda. PPh terutang untuk suami-isteri yang tidak menggabungkan NPWP, akan disamakan dengan yang membuat perjanjian pisah harta atau isteri memutuskan untuk menjalankan hak dan kewajiban pajaknya sendiri.
Bahkan bisa saja menjadi lebih besar, dibandingkan PPh terutang suami-isteri yang menggabungkan NPWP. Kalau selama ini ada suami-isteri yang tidak melakukan penggabungan tetapi tidak berdampak pada jumlah PPh terutangnya, hal itu bisa terjadi karena sistem perpajakan yang masih manual.
Di era Coretax, dengan semakin sinkronnya data wajib pajak maka otoritas pajak akan dengan mudah mendeteksi status wajib pajak dan akan secara otomatis menyesuaikan penghitungan pajaknya.
Menggunakan NPWP Suami
Seorang Isteri yang memilih untuk meenggabungkan NPWP harus mngajukan permohonan penghapusan NPWP ke DJP. Selanjutnya, untuk menjalankan kewajiban perpajakannya Ia dapat menggunakan NPWP Suami.
Jika diperlukan, seorang Isteri yang telah menggabungkan NPWP dan menggunakan NPWP suaminya tersebut dapat mencetak kartu NPWP dan mmencantumkan nama dirinya sendiri.
Adapun, permohonan penghapusan NPWP dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, disertai sejumlah dokumen pendukung. Beberapa dokumen yang perlu disampaikan seorang Isteri yang memilih penggabungan NPWP, yaitu:
- Fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis
- Surat pernyataan bahwa tidak membuat perjanjian pisah harta atau pernyataan tidak ingin melaksanakan hak perpajakan secara terpisah.
Baca Juga: DJP Rilis Aturan Teknis Penggunaan Coretax Mencakup 12 Layanan Pajak
Mengapa Bisa Terjadi Lebih Bayar?
Perhitungan PPh suami-Isteri yang tidak menggabungkan NPWP dan memiliki perjanjian pisah harta (PH) atau isteri menjalankan kewajiban perpajakannya sendiir (HT), dilakukan dengan menggabungkan penghasilan keduanya, lalu ditentukan nilai penghasilan neto.
Kemudian, untuk mengetahui besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP), penghasilan neto suami-isteri harus dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) gabungan.
Setelah diketahui nilai PKP, baru dikalikan dengan tarif PPh progresif. Langkah terakhir, jika nilai PPh terutang gabungan sudah diketahui, dihitung nilai PPh proporsional untuk masing-masing suami dan isteri, menggunakan rumus berikut:
PPh Terutang Suami = (Penghasilan neto suami/Penghasilan neto gabungan) X PPh Gabungan
PPh Terutang Isteri = (Penghasilan neto isteri/Penghasilan neto gabungan) X PPh Gabungan
Dengan skema penghitungan tersebut, maka PPh terutang akan terjadi kurang bayar. Artinya, besaran PPh terutang yang dihasilkan dari perhitungan akan lebih besar dari PPh yang sudah dipotong dari penghasilan suami atau isteri oleh pemberi kerja masing-masing.
Pemadanan NPWP Gabungan Suami-Isteri
Terkait implementasi Coretax, salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan wajib pajak, termasuk yang telah menggabungkan NPWP adalah melakukan pemadanan dengan Nomor Induk Kependudukan.
Pemadanan NPWP penggabungan dapat dilakukan menggunakan NPWP milik suami, melalui laman DJP Online atau www.pajak.go.id. (ASP/HFZ)