News

Lapisan Cukai Rokok Akan Dipangkas Lagi



Lapisan Cukai Rokok Akan Dipangkas Lagi

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini tengah serius mengevaluasi berbagai macam aturan di bidang perpajakan. Evaluasi dilakukan untuk guna memastikan optimalisasi, bahwa aturan yang berlaku memang bisa mendorong penerimaan negara secara optimal. Antara lain yang menjadi prioritas adalah Salah satunya adalah terkait kebijakan tarif cukai atas produk hasil tembakau.

Goro Ekanto, Kepala Pusat Pendapatan Negara pada Badan Kebijaka Fiskal (BKF) Kemenkeu menjelaskanGoro Ekanto mengatakan, tarif cukai hasil tembakau atau rokok saat ini memiliki 12 lapisan tarif. Jumlah Lapisan tarif itu dinilai terlalu banyak, oleh karenanya harus perlu disederhanakan.

 

 

Rencananya, lapisan tarif cukai rokok akan dipangkas menjadi hanya delapan lapisan saja.layer. Dengan penyederhanaan ini, diharapkan bisa diperoleh menghasilkan formulasi tarif cukai yang bisa mendongkrak penerimaan negara dari sisi cukai.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017, pemerintah menargetkan penerimaan cukai dari hasil tembakau sebesar Rp 148,9 triliun. Cukai rokok memang dominan dibandingkan penerimaan dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA), bea masuk maupun bea keluar.

Untuk mendongkrak penerimaan negara tahun ini, pemerintah sebelumnya telah menaikan tarif cukai rokok. Selain mendorong penerimaan negara, kenaikan tarif cukai rokok diharapkan bisa menekan konsumsinya, sebab karena rokok dianggap merugikan kesehatan.

Namun demikian, menurut hipotesis tersebut disanggah oleh Frank J. Chaloupka, profesor dari Universiy of Illinois, Chicago, Amerika Serikat (AS) dalam sebuah diskusi yang dihelat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Menurutnya, , konsumsi rokok di Indonesia bersifat inelastis sehingga . Maksudnya, kenaikan tarif cukai tidak akan menurunkan konsumsinya.

Berdasarkan hasil risetnya, Chaloupka Frank ini menyimpulkan bahwa konsumsi rokok di Indonesia berbeda dengan banyak negara di dunialainnya. Sebab, di banyak negara lain setiap kenaikan pajak atau cukai rokok selalu dibarengi dengan penurunan konsumsinya.

Pada penghujung tahun lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menaikkan tarif cukai hasil tembakau per 1 Januari 2017 dengan rata-rata 10,54 persen dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.010/2016. Kenaikan tarif tertinggi terjadi pada Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,46%. PMK tersebut juga mengatur harga jual eceran (HJE) rokok, yang tidak boleh lebih rendah dari batasan harga jual eceran per batang atau gram yang berlaku.

Roadmap Industri Hasil Tembakau

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.39/2007 tentang Cukai, pemerintah ditugaskan untuk mengendalikan konsumsi barang-barang tertentu yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Instrumen fiskal yang dapat dijadikan alat kendali adalah cukai, dengan menyasar etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan produk hasil tembakau sebagai objek kena cukai.

Untuk membatasi konsumsi rokok, pemerintah membuat peta jalan atau Roadmap Industri Hasil Tembakau 2007-2020. Arah dari Roadmap tersebut adalah membenahi struktur tarif cukai dan varian golongan IHT yang terlalu banyak dan mempersulit perumusan kebijakan pengendalian. Selain itu kesenjangan tarif antar jenis dan golongan IHT juga terlalu lebar sehingga membuka celah bagi produsen rokok ‘nakal’ melakukan pengindaran cukai.

Roadmap IHT tersebut yang sampai saat ini menjadi acuan otoritas fiskal dalam menjalankan kebijakan cukai terhadap produk hasil tembakau. Prioritas pelaksanaan Roadmap IHT tersebut dibagi berdasarkan tiga periode. Pertama, periode 2007 – 2010, yang prioritas utama kebijakan cukai IHT tertuju pada aspek tenaga kerja, baru kemudian urusan penerimaan negara dan kesehatan mengikuti. Kedua, periode 2011 – 2015, fokusnya digeser dengan mendahulukan aspek penerimaan negara, yang kemudian diikuti oleh aspek kesehatan dan tenaga kerja. Ketiga, periode 2016-2020, aspek kesehatan menjadi prioritas melebihi aspek tenaga kerja dan penerimaan negara.

Kendati konsumsi dan produksi rokok dibatasi dan ditekan, tetapi kontribusi industri hasil tembakau terhadap penerimaan perpajakan negara cukup signifikan.


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru