Menata Ulang Skema Tax Treaty
JAKARTA. Pemerintah dikabarkan sedang menata ulang kebijakan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty untuk merespons lanskap pajak global.
Informasi yang dihimpun Bisnis menyebutkan bahwa salah satu poin yang sedang dikaji ulang adalah terkait skema tarif withholding tax, misalnya soal besaran tarif pajak atas dividen. Dengan skema witholding tax, pemotongan atau pemungutan pajak dilakukan secara langsung oleh pihak pemberi penghasilan.
Pajak bunga, dividen, maupun royalti diatur dalam PPh Pasal 26, yakni pajak yang dipotong atas penghasilan uang Wajib Pajak luar negeri yang bersumber dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT).
Pemotong PPh ini bisa berasal dari badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, hingga perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Pajak bunga dividen ini juga sempat mendapat sorotan dari Menteri BUMN Rini Soemarno yang menganggap tarif pajak bunga obligasi di Indonesia terlalu tinggi. Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak belum berkomentar tekait dengan rencana tersebut. Akan tetapi, dia memastikan akan mengecek detail perubahannya. “Saya perlu cek detailnya,” kata Yoga, Senin (9/4).
Adapun kabar terkait penataan ulang skema P3B ini berbarengan dengan niat pemerintah untuk terus memperkuat kerja sama P3B. Di Asean, Indonesia telah menyepakati tujuh perjanjian dan sedang melakukan finalisasi penyelesaian P3B dengan Myanmar dan Kamboja.
Adapun saat ini, Indonesia telah terikat dengan sekitar 60 negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam pertemuan tingkat menteri Asean di Singapura pada 3-6 April mengatakan kerja sama yang kondusif dalam lingkup perpajakan dengan negara-negara anggota telah mulai dilakukan.
“Kerja sama ini meliputi dimulainya implementasi automatic exchange of information (AEoI), serta meningkatnya jumlah perjanjian pajak berganda antar seluruh anggota,” katanya melalui keterangan tertulis.
P3B atau tax treaty merupakan perjanjian internasional perpajakan antar dua negara yang dibuat untuk menghindari pemajakan ganda agar tak menghambat perekonomian dua negara. Kebijakan ini salah satunya juga dimanfaatkan untuk mencegah praktik penghindaran pajak.
Hestu Yoga Saksama menambahkan, jika ditarik ke investasi, rencana perluasan P3B ini memang sangat memudahkan bagi para pelaku usaha lintas yurisdiksi. Sebab, dengan P3B, wajib pajak badan atau perorangan yang memperoleh penghasilan akan terhindar dari rezim pajak penghasilan domestik.
Dengan mekanisme ini, tarif yang dikenakan adalah sesuai dengan kesepakatan antar yurisdiksi. Pajak dividen misalnya, tarif normal untuk pajak dividen, royalti maupun bunga adalah 20%, namun bagi negara yang memiliki perjanjian pajak dengan Indonesia tarif yang dikenakan berkisar 10%.
Dalam beberapa kasus, P3B juga membebaskan pengenaan pajak kepada wajib pajak. “Jadi dengan P3B ini penerapan tarif pajaknya sesuai dengan hasil kesepakatan atau tak dikenakan dengan rezim domestik,” jelas Yoga. Namun demikian, P3B sebenar nya tak melulu mengenai kepastian terkait investasi.
P3B, lanjut dia, juga terkait dengan upaya pemerintah menekankan upaya praktik penghindaran pajak. Salah satu klausul perjanjian dalam P3B ini juga menyangkut pertukaran data WP yang terindikasi melakukan praktik kejahatan pajak. “Nah dengan AEoI upaya ini akan menjadi semakin kuat.” Tegasnya.
Bisnis Indonesia