Pertumbuhan Penerimaan Pajak Stagnan
JAKARTA. Kinerja penerimaan pajak pada Juli tercatat stagnan. Meski demikian, pemerintah menganggap pertumbuhan penerimaan pajak masih sesuai dengan ekspektasi.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, realisasi pertumbuhan penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2018 mencapai 14,28%, angka ini terutama didorong oleh kinerja beberapa sektor penerimaan yang tumbuh cukup baik.
“Pertumbuhan penerimaannya cukup bagus, bahkan kalau dihilangkan faktor tax amnesty pertumbuhannya bisa sampai 17%," kata Robert kepada Bisnis saat ditemui di Mahkamah Agung, Rabu (1/8).
Dengan pertumbuhan penerimaan sebesar 14,28%, penerimaan pajak per Juli 2018 berada pada kisaran Rp83,02 triliun. Artinya jika ditambahkan dengan realisasi semester I yang mencapai Rp581,54 triliun, total penerimaan Juli mencapai Rp664,56 triliun atau 46,6% dari target APBN 2018 senilai Rp1.424 triliun.
Pencapaian itu membuat otoritas pajak masih cukup optimistis penerimaan pajak tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, meskipun risiko shortfall penerimaan pajak terbuka lebar. Optimisme Ditjen Pajak ini didukung oleh tren pertumbuhan penerimaan walau stagnan, tetap konsisten di atas dua digit.
"Memang hampir sama dengan tren penerimaan sebelumnya, maintain-nya memang di angka segitu," ucapnya.
Dalam prognosis outlook Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, penerimaan pajak nonmigas diperkirakan hanya berada pada posisi Rp1.295,3 triliun atau hanya 93,4% dari target Rp1.385,6 triliun (pajak nonmigas).
Anggota BPK Agus Joko Pramono mengungkap, tren shortfall penerimaan pajak merupakan implikasi dari penetapan target penerimaan yang terlalu tinggi. Pengalaman lembaga auditor negara dalam memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP, seringkali menemukan penetapan penerimaan tidak mempertimbangkan kinerja penerimaan pada tahun-tahun sebelumnya.
“Ukuran-ukuran penerimaan bukan angka yang datang dari langit, seharusnya mudah diproyeksikan, kemarin-kemarin kita sudah punya angka dan pemeriksaan,” ungkap Agus.
Agus juga menambahkan, ke depan pemerintah mesti mempertimbangkan sejumlah indikator yang jelas dalam menyusun penerimaan. Supaya BPK tak lagi ditemukan lonjakan-lonjakan penerimaan seperti yang terjadi saat ini.
“Ke depan harus pemerintah memang harus menggunakan ukuran-ukuran belanja maupun pendapatan dengan data yang akurat, sehingga bisa diperiksa secara lebih transparan dan terbuka,” imbuhnya.
Bisnis Indonesia