Proses Keberatan Bea dan Cukai Berubah, Perhatikan Ketentuan Ini
Pemerintah mengubah tata cara pengajuan keberatan di bidang kebeaanan dan cukai. Perubahan itu teruang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51/PMK.04/2017, yang mencabut sejumlah ketentuan terkait sebelumnya.
Pengajuan keberatan merupakan proses yang sering dilakukan oleh perusahaan yang terlibat dalam aktivitas perdagangan internasional, atau terkait dengan barang kena cukai. Terkadang, importir atau eksportir berbeda pendapat dengan otoritas kepabeanan mengenai kewajibannya. Misalnya, perbedaan atas pengenaan tarif atau nilai pabean, hingga besaran sanksi dan denda yang harus dipenuhi. Perbedaan pendapat itu kemudian diselesaikan dengan cara mengajukan keberatan.
Secara sistematika, PMK yang baru ini mengatur semua proses keberatan, mulai dari persyaratan pengajuan keberatan, soal jaminan atas keberatan, jangka waktu pengajuan keberatan, pencabutan keberatan, penyelesaian keberatan, putusan atas keberatan, dan juga jika ada upaya lanjutan atas putusan.
Untuk bisa mengajukan keberatan, seseorang harus mau menyerahkan jaminan senilai kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi yang ditetapkan. Jaminan tidak hanya bisa dalam bentuk uang tunai saja, tetapi juga bisa dalam bentuk jaminan dari perbankan atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Akan tetapi, importir tidak perlu menyerahkan jaminan jika memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, barang impor masih berada dalam kawasan kepabeanan. Kedua, belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai. Ketiga, hanya digunakan untuk pengajuan keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai, terhadap importasi barang tersebut. keempat, bukan merupakan barang yang bersifat peka waktu, tidak tahan lama, merusak, dan/ atau berbahaya.
Dalam aturan terbaru, pemerintah juga memberikan ruang kepada pihak yang mengajukan keberatan, untuk meminta penjelasan kepada otoritas kepabeanan. Penjelasan itu terkait dasar penetapan kurang bayar nilai pabean, pengenaan sanksi administrasi dan pengenaan bea keluar.
Perbedaan lain yang tergolong signifikan adalah mengenai putusan atas keberatan. Dalam aturan lama, hanya ada dua jenis putusan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yaitu menerima keberatan atau menolaknya. Namun, dalam aturan terbarunya DJBC bisa mengeluarkan putusan lain, yakni putusan bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari penetapan nilai pabean dan/atau sanksi yang dikeluarkan pejabat bea dan cukai. Selain itu, keputusan DJBC atas permohonan keberatan ini bisa diserahkan kepada masyarakat paling lambat tiga hari kerja. Sedangkan dalam aturan sebelumnya, putusan harus sudah dikirimkan paling lambat satu hari kerja setelahnya.
Secara umum, proses pengajuan keberatan sejak pembuatan surat keberatan hingga putusan masih sama dengan aturan sebelumnya. Hanya saja, aturan terbaru merinci beberapa proses dalam pengajuan keberatan tersebut.
Dengan keluarnya aturan ini beberapa aturan terkait juga menjadi tidak berlaku, seperti:
- Pasal 9, pasal 12 dan pasal 14 ayat (3) PMK Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi. Aturan ini, telah diubah ke dalam PMK Nomor 147/PMK.04/2009 dan PMK Nomor 122/PMK.04/2011.
- Pasal 24 sampai dengan pasal 28 PMK Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar, sebagaimana telah diubah ke dalam PMK Nomor 146/PMK.04/2014 dan PMK Nomor 86/PMK.04/216.
- Pasal 28 ayat (4) PMK Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, serta Penetapan Dirjen Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai, sebagaimana diubah dalam PMK Nomor 34/PMK.04/2016
- PMK Nomor 114/PMK.04/2008 tentang Keberatan di Bidang Cukai
- PMK Nomor 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan