News

Rasio Pajak Rendah Menjadi Alarm Bagi Pemerintah



Rasio Pajak Rendah Menjadi Alarm Bagi Pemerintah

JAKARTA. Kinerja pemungutan pajak yang terus anjlok berisiko pada memburuknya pengelolaan fiskal pada masa depan. Apalagi, di satu sisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) terus membengkak.

Seperti diketahui dengan jumlah utang sebesar Rp3.938,7 triliun dan realisasi PDB pada 2017 sebesar Rp13.588 triliun, maka rasio utang terhadap PDB terkerek naik di kisaran 29%. Realisasi rasio utang itu naik dibandingkan dengan posisi 2016 sebesar 27,96%.

Artinya dengan semakin membengkaknya rasio utang dan semakin rendahnya kemampuan pemerintah memungut pajak yang ditandai dengan realisasi rasio pajak sebesar 8,4% pada 2017, maka mau tak mau ke depan kebutuhan pembiayaan dari utang semakin membesar.

 

Padahal menurut International Monetary Fund (IMF), standar minimal untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan dibutuhkan tax ratio paling tidak 12,75%.

Terkait hal itu, pemerintah beranggapan bahwa dengan berbagai terobosan, termasuk peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP) melalui keterbukaan akses informasi keuangan, maka kinerja rasio pajak bakal membaik. Dengan basis data tersebut, maka kemampuan otoritas pajak dalam memungut pajak kian meningkat. "Ya tadi dengan akses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan, maka basis data juga akan naik," kata Yunirwansyah Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak kepada Bisnis, Senin (19/2).

Bagi otoritas pajak, sasaran utama dari informasi keuangan tersebut adalah data penghasilan milik wajib pajak. Jika data penghasilan banyak yang masuk, profi l penghasilan WP khususnya OP non-karyawan juga bertambah. Dengan bertambahnya data penghasilan tersebut, maka peforma penerimaan PPh OP non-karyawan juga bakal semakin meningkat.

Seperti diketahui, realisasi penerimaan Ditjen Pajak per tanggal 31 Desember 2017 masih menunjukan ketimpangan, jumlah PPh OP karyawan lebih besar dibandingkan orang pribadi non-karyawan. Realisasi PPh OP karyawan tercatat sebesar Rp117,7 triliun atau tumbuh 7,4%, sedangkan PPh OP non-karyawan hanya sebesar Rp7,83 triliun.

Perbandingan ini sangat timpang, apalagi dengan realisasi PPh badan senilai Rp208 triliun atau 21,79%. Padahal idealnya, proporsi PPh OP dalam penerimaan pajak seharusnya lebih besar dibandingkan dengan PPh Badan.

Adapun, salah satu pemicu minimnya kontribusi PPh OP adalah tren praktik penghindaran pajak termasuk aggressive tax planning dengan melarikan dana atau keuntungan ke negeri-negeri suaka pajak. Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, menyebutkan bahwa 8% kekayaan global atau sekitar US$7,6 triliun, diletakan di negara-negara tax haven. Dari jumlah tersebut, hanya 20% yang bisa dipantau oleh otoritas pajak, 80%-nya bersembunyi di balik kerahasiaan bank. "Dengan akses keuangan ini, nanti jika sebelumnya lapor hanya 100 ternyata sebenarnya 1.000 maka itu bisa ditindaklanjuti oleh kami," jelasnya.

Perlu Hati-Hati

Sementara itu ekonom yang juga Mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri menjelaskan, tren penurunan rasio pajak dan naiknya rasio utang perlu diantisipasi. Bila rasio pajak terhadap PDB terus mengalami penurunan, sedangkan di sisi lain ada kebutuhan belanja yang besar dari pemerintah untuk membiayai aktivitasnya, selisih antara penerimaan dengan pengeluaran akan menjadi semakin besar.

Menurutnya jika rasio perpajakan terhadap PDB tidak bisa ditingkatkan, ada beberapa hal yang akan terjadi. Pertama, pemungutan pajak yang rendah membuat pemerintah tidak bisa menyediakan anggaran yang layak. Kedua, dengan penerimaan yang rendah maka mau tak mau terpaksa meningkatkan utang. "Peningkatan utang bukanlah sesuatu yang selamanya baik, terutama ketika mencapai tingkat tertentu, akan membahayakan perekonomian," jelasnya saat menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi.

Chatib menyatakan, implementasi akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang ditandai dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9/2017 sangat membantu pemerintah dalam menaikan rasio pajak. Apalagi dengan UU itu, wajib pajak yang selama ini tak patuh bisa dideteksi oleh otoritas pajak, untuk kemudian diminta untuk memenuhi kewajiban perpajakanya..

Bisnis Indonesia


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru