Stimulus impor dipangkas

Kebijakan pajak ekspor sejumlah komoditas dilanjutkan
JAKARTA: Alokasi stimulus bea masuk ditanggung pemerintah (BM-DTP) sektor manufaktur untuk 2010 akan dipangkas 24,84%, dari Rp1,686 triliun menjadi Rp1,267 triliun.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Departemen Perindustrian Dedi Mulyadi menjelaskan penurunan pengurangan stimulus itu dilakukan mengingat realisasi penyerapan stimulus hingga Oktober tahun ini masih sangat rendah.
Hingga akhir tahun ini, penyerapan BM-DTP diperkirakan kurang dari 20% terhadap total pagu anggaran.
Berdasarkan Surat Kapuslitbang BPPI No. 209/BPPI.2/07/2009 diketahui bahwa alokasi BM-DTP pada 2010 pada mulanya ditetapkan Rp1,686 triliun.
Namun, setelah dilakukan pembahasan secara sektoral bersama pelaku usaha serta rapat terakhir dengan Pusat Kebijakan Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan pada 29 Oktober 2009, jumlah alokasi stimulus yang diusulkan menjadi hanya Rp1,267 triliun.
"Angka ini sudah sesuai dengan kebutuhan riil untuk kebutuhan bahan baku yang diimpor untuk sektor manufaktur," jelas Dedi ketika dikonfirmasi kemarin.
Pada tahun depan, sedikitnya terdapat 11 sektor industri yang diprioritaskan mendapatkan kucuran dana BM-DTP dibandingkan dengan kondisi 2009 yang hanya sembilan sektor.
Kesebelas sektor tersebut termasuk tambahan tiga sektor baru yakni industri baja berbasis steel cord, bahan baku plastik dan bahan baku karpet.
Dari 11 sektor itu, lanjutnya, Depperin menurunkan nilai anggaran untuk dua sektor industri yakni komponen otomotif dan galangan kapal.
Semula, industri komponen otomotif mendapatkan alokasi dana Rp795,2 miliar.
Pada 2010, alokasinya dipangkas 34,12% menjadi Rp523,9 miliar, sedangkan alokasi untuk galangan kapal turun tajam 49,67% dari Rp151 miliar menjadi Rp76 miliar.
Pada sisi lain, Dedi memastikan sektor industri methyltin mercaptide (zat aditif produk plastik yang berfungsi sebagai peredam panas/stabilizer) dicoret dari daftar penerima BM-DTP pada tahun depan karena alasan teknis produksi.
Meskipun demikian, sejumlah sektor lain masih berpeluang untuk dimasukkan ke dalam usulan stimulus BM-DTP pada tahun depan sehingga pagu anggaran 2010 kemungkinan masih bisa bertambah.
"Beberapa sektor yang masih dibahas di antaranya untuk sektor baja berbasis mur dan baut," katanya.
Depperin melaporkan perkembangan realisasi BM-DTP industri pada 2009 masih sangat rendah.
Dari sembilan sektor industri yang diprioritaskan mendapatkan stimulus tersebut hanya 66 perusahaan yang mengajukan BM-DTP dengan rencana penyerapan 24,7% atau setara dengan Rp330,1 miliar.
Namun, realisasi anggaran yang telah dikucurkan sepanjang periode tersebut hanya Rp24,8 miliar atau 7,37% terhadap total nilai rencana pencairan BM-DTP.
Persentase realisasi itu menjadi semakin kecil jika dihitung dari total nilai pagu BM-DTP 2009, yakni hanya setara 1,86%.
Rendahnya realisasi BM-DTP industri pada 2009, jelas Dedi, dipicu oleh hantaman krisis ekonomi global yang menyebabkan penurunan permintaan pada beberapa cabang industri.
Terlambat
Selain itu, penerbitan peraturan menteri keuangan (PMK) dan petunjuk teknis yang mengatur pencairan stimulus tersebut dinilai terlambat sehingga pemanfaatannya oleh industri baru efektif mulai Juni 2009.
Di samping itu, banyak perusahaan yang telah telanjur mengimpor bahan baku pada awal 2009 sehingga tidak dapat memanfaatkan fasilitas BM-DTP.
"Dengan melihat perkembangan yang terjadi, Depperin bersikap realistis bahwa alokasi BM-DTP pada tahun depan diturunkan," katanya.
Selain pemberian stimulus industri, jelasnya, pemerintah berkomitmen untuk tetap memberlakukan pajak ekspor (bea keluar) bahan mentah dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri dalam negeri.
Upaya ini sekaligus untuk menjaga agar industri domestik tetap mampu bertahan dari krisis global.
Kebijakan bea keluar itu didasarkan atas PP No. 55/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 223/2008.
Bea keluar yang menurut rencana diberlakukan pada 2010 tersebut, ungkapnya, di antaranya diberlakukan untuk komoditas rotan sekitar 15%-20%, produk kulit (15%-25%), kayu (2%- 15%), serta crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah).
Khusus untuk CPO pemerintah menetapkan pajak ekspor secara progresif mengikuti harga internasional.
"Saat ini diusulkan pengenaan bea keluar untuk biji kakao," kata Dedi.
Bisnis Indonesia
http://ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=7635&q=&hlm=1