News

WP Gaduh, Pajak Berkukuh



WP Gaduh, Pajak Berkukuh

JAKARTA. Kendati berpotensi membuat pengusaha resah, pemerintah menegaskan akan tetap menerapkan Peraturan Ditjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 terkait dengan transparansi data wajib pajak dalam faktur elektronik pada 1 April 2018.

Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) tersebut mengatur tentang kewajiban wajib pajak, terutama pembeli yang tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) supaya mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam faktur elektronik atau e-faktur saat melakukan transaksi jual beli.

Menurut informasi yang dihimpun Bisnis, sebagian kalangan merasa kebingungan dengan skema baru pelaporan faktur elektronik tersebut. Selain mekanisme yang terlalu merepotkan, sebagian penjual juga khawatir kebijakan ini akan menggerus omzet penjualan.

Apalagi dari sisi waktu, implementasi beleid tersebut juga bersamaan dengan kesibukan wajib pajak (WP) untuk melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak serta pendaftaran dan pelaporan lembaga keuangan terkait akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Herman Juwono, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengatakan pihaknya sudah memprediksi sejak awal jika penerapan aturan ini berpotensi membuat kegaduhan baru. “Penjual mau jual, tetapi pembeli memilih untuk menunggu atau sementara waktu tidak membeli dulu,” kata Herman.

Namun, menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, para wajib pajak tidak perlu khawatir dengan penerapan kebijakan tersebut. Pasalnya, tujuan implementasi beleid ini semata-mata adalah menciptakan keadilan dan perlakuan setara antara WP yang telah patuh dengan yang terindikasi belum patuh. “Ini juga untuk memperbaiki iklim kegiatan usaha karena akan terjadi persaingan usaha yang sehat,” kata Yoga kepada Bisnis, Jumat (2/3).

Kewajiban pencantuman NIK ini sudah diumumkan sejak tahun lalu melalui Perdirjen PER-26/PJ/2017 yang merupakan perubahan atas Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Beleid tersebut kembali disesuaikan melalui Peraturan Ditjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 yang dikeluarkan pada 29 Desember 2017. Ada empat poin utama dalam aturan itu.

Pertama, kewajiban mencantumkan informasi identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan penerima Jasa Kena Pajak (JKP), termasuk di dalamnya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP atau penerima JKP.

Kedua, jika pembeli BKP atau perima JKP adalah wajib pajak orang pribadi, identitas keduanya wajib diisi NPWP dan nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor paspor untuk warga negara asing dalam kolom referensi aplikasi faktur pajak elektronik.

Ketiga, untuk faktur elektronik yang diterbitkan bagi pembeli BKP atau penerima JKP orang pribadi yang tak memiliki NPWP sejak tanggal 1 Desember 2017 dan tidak mencantumkan NIK, otoritas pajak mengimbau supaya segera melakukan pembetulan. Pasalnya jika langkah itu tidak digunakan, pelanggar bisa dikenakan pidana.

Keempat, bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang merupakan pedagang eceran, tetap menggunakan faktur pajak sederhana sehingga tidak mencantumkan NIK atau nomor pembeli BKP atau JKP.

Sempat Ditunda

Namun, karena sempat membuat gaduh kalangan pengusaha, pemerintah melakukan penundaan implementasi kebijakan ini dari semula pada akhir tahun lalu menjadi 1 April 2018. Otoritas pajak pun memastikan tak akan menunda penerapan kebijakan tersebut lantaran sosialisasi nya sudah disampaikan sejak Oktober 2017. Bahkan, beleid tersebut saat itu juga sudah mulai berlaku, walaupun masih berupa pilihan (optional). “Mulai 1 April 2018 nanti menjadi wajib dan menurut kami sudah cukup waktu bagi PKP untuk mempersiapkan itu,” kata Yoga.

Secara teknis, lanjut Yoga, kewajiban pencantuman ini tak akan terlalu merepotkan bagi PKP karena hanya memasukkan NIK ke dalam e-faktur untuk menggantikan NPWP. Selain itu, pemerintah juga menegaskan ada beberapa sektor usaha yang tidak dikenakan aturan ini, khususnya pedagang ritel atau eceran.

Sementara itu, PKP lain yang tidak dikecualikan dalam beleid itu, wajib patuh. Sebagai contoh, apabila perusahaan media langsung menjual koran secara eceran, tidak wajib melampirkan data individu pembeli dalam e-faktur. Namun, jika pembelian dilakukan oleh distributor, data NPWP atau NIK distributor tersebut wajib dicantumkan dalam e-faktur.

Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mengapresiasi kebijakan pemerintah yang mengecualikan sektor ritel dalam beleid itu. Namun, dia menilai kebijakan ini akan berdampak kepada institusi, pemasok, atau pembeli pribadi yang melakukan transaksi jual beli nonritel. “Kalau kami di ritel masih menggunakan faktur yang sederhana. Ini mungkin akan berpengaruh kepedagang perorangan,” imbuh Tutum.

Bisnis Indonesia


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru