Dengan PERPU AEOI, Pemerintah Janji Ungkap Harta WNI di Luar Negeri Senilai Rp 2.067 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, ada sekitar Rp2.067 triliun harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang tersimpan di berbagai belahan dunia yang belum dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).
Pemerintah akan mengejar dana-dana tersebut melalui pertukaran informasi perpajakan antar negara atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Apalagi, pemerintah baru-baru ini sudah mengeluarkan Payung hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2107.
Menurut Sri Mulyani, sebagian kecil dari dana tersebut sudah diungkapkan melalui program tax amnesty. Berdasarkan hasil program pengampunan pajak atau tax amnesty yang diselenggarakan pada Juli 2016 sampai Maret 2017 lalu, DJP Kemenkeu mencatat, sekitar Rp1.036 triliun dari total deklarasi aset di luar negeri yang mencapai Rp1.183 triliun tersebut, tersimpan di lima negara suaka pajak besar.
Tercatat, sebanyak Rp766,05 triliun deklarasi aset luar negeri tersimpan di Singapura. Lalu, British Virginia Island sebanyak Rp77,5 triliun, Hong Kong sebanyak Rp58,17 triliun, China sebanyak Rp53,14 triliun, dan Australia sebanyak Rp42,04 triliun.
Bersamaan dengan potensi dan hasil tax amnesty tersebut, menurut Sri Mulyani, membuat kehadiran Perppu sebagai landasan hukum pelaksanaan sistem AEoI di Indonesia bersama dengan sejumlah negara-negara yang tergabung dalam forum G20, menjadi penting untuk segera disahkan oleh DPR dan diserahkan kepada G20 pada 30 Juni 2017 mendatang.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Sarmuji justru ragu dengan potensi harta WNI yang diungkap oleh Sri Mulyani. Pasalnya, Sri Mulyani menggunakan data potensi harta WNI di luar negeri pada tahun 2014.
Sedangkan, pada pembahasan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, yang menjadi landasan hukum pelaksanaan tax amnesty, pemerintah sempat menyebutkan bahwa potensi harta WNI mencapai kisaran Rp11 triliun.
Selain itu, Sarmuji juga mempertanyakan kepada Sri Mulyani, terkait prinsip resiprokal atau timbal balik yang menjadi landasan pelaksanaan pertukaran informasi dengan negara yang ingin diketahui data keuangan nasabah perbankannya.