Resmi, Pajak Karyawan Rp10 Juta ke Bawah Ditanggung Pemerintah, Ini Syaratnya!

Pemerintah akan menanggung pajak penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan di sektor industri padat karya. Fasilitas ini hanya akan dinikmati oleh karyawan dengan penghasilan maksimal Rp 10 juta per bulan atau rata-rata Rp500.000 per hari, jika upah yang diterima harian, mingguan, satuan dan borongan.
Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 tahun 2025 (PMK 10/2025). Di dalamnya telah ditetapkan, sektor industri yang akan mendapatkan fasilitas ini meliputi industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur atau kulit dan barang dari kulit.
Detail industri-industri tersebut yang mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 sesuai dengan kode klasifikasi usaha (KLU) yang ditetapkan dalam sesuai PMK 10/2025. Fasilitas ditanggung pemerintah PPh Pasal 21 berlaku mulai masa pajak Januari 2025 hingga masa pajak Desember 2025. Secara keseluruhan, pemerintah telah menerapkan 56 sektor industri yang berhak mendapat fasilitas di dalam lampiran beleid tersebut.
Baca Juga: Penghitungan PPh 21 dengan Tarif Efektif Berlaku Januari 2024
Kriteria Wajib Pajak Penerima Insentif
Fasilitas ini terbuka baik bagi pegawai tetap tertentu maupun pegawai tidak tetap tertentu.
Kriteria pegawai tetap tertentu penerima insentif yaitu;
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
- Jumlah penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur per masa pajak Januari 2025 maksimal Rp10 juta/bulan .
- Pegawai tidak mendapat insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah lain.
Kriteria pegawai tidak tetap tertentu penerima insentif, yaitu:
- Memiliki NPWP dan/atau NIK yang sudah dipadankan
- Menerima upah rata-rata sebesar maksimal Rp500.000/hari (jika diterima harian) atau maksimal Rp10juta/bulan (jika diterima bulanan)
- Tidak menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah lain
Baca Juga: Pemerintah Bebaskan Pajak Penghasilan Karyawan di IKN
Kriteria Penghasilan
Besaran penghasilan bruto yang menjadi syarat fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah ini meliputi, gaji dan tunjangan yang bersifat tetap dan teratur per bulan atau imbalan sejenis yang bersifat tetap atau teratur. Penghasilan tersebut dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Termasuk, penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Mekanisme Penggunaan Insentif PPh 21
Terkait dengan teknis pemberian insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
-
Dibayarkan secara langsung ke pegawai
Insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja kepada pegawai atau penerima penghasilan, saat pembayaran penghasilan.
-
Bukan penghasilan dalam penghitungan PPh 21
Insentif yang telah dibayarkan langsung kepada pegawai, tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
-
Pemberi Kerja Membuat Bukti Potong
Pemberi kerja wajib membuat bukti potong atas pemberian atau pembayaran insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tersebut. Tata cara pembuatan bukti potong tetap mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku.
-
Tidak Bisa Restitusi atau Kompensasi
Jika jumlah PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah yang telah diberikan lebih besar dari yang terutang dalam satu tahun pajak, atas kelebihannya tidak dapat dilakukan pengembalian atau dikompensasikan.
Begitu juga, jika pemberi kerja yang memanfaatkan insentif ini menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21/26 yang menyatakan kelebihan pembayaran, atas kelebihannya tidak dapat dikembalikan atau dikompensasikan.
-
Pemberi Kerja Membuat Laporan
Perusahaan yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, wajib membuat laporan pemanfaatan insentif setiap masa pajak, melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26, dari masa pajak Januari-Masa Pajak Desember 2025.
Untuk memastikan pemberian insentif sudah memenuhi semua ketentuan yang diatur di dalam PMK 10/2025, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pengawasan.
Sehingga, bila pemberi kerja tidak memberikan insentif tersebut kepada pegawai, pemberi kerja wajib menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong.
Dalam keterangan tertulisnya, DJP menyebut pemberian insentif ini diharapkan menjadi stimulus ekonomi di tahun 2025, karena diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat. (ASP)