KEPATUHAN PAJAK : Cakupan Pemeriksaan Masih Rendah
JAKARTA. Rasio cakupan pemeriksaan atau audit coverage ratio yang berada pada angka 1,3% dinilai masih cukup rendah.
Dalam laporan kinerja tahunan Ditjen Pajak 2017, cakupan pemeriksaan wajib pajak (WP) baik badan maupun orang pribadi masih pada angka 1,36% atau di bawah standarnya yakni pada angka 3%–5%.
Rasio cakupan pemeriksaan sendiri dihitung berdasarkan perbandingan antara WP yang diperiksa dan jumlah WP yang wajib menyampaikan SPT. Artinya dengan jumlah cakupan yang rendah, sebagian besar WP sebenarnya belum pernah diperiksa oleh Ditjen Pajak.
Untuk 2018, Ditjen Pajak telah berkomitmen untuk memperbaiki kinerja pemeriksaan. Mereka tengah menyusun strategi untuk memastikan proses pemeriksaan WP bisa berlangsung selektif dan efisien.
Strategi tersebut salah satunya dengan mengimplementasikan Surat Edaran (SE) No.15/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, saat ini otoritas pajak tengah mencoba memperbaiki perencanaan pemeriksaan untuk memastikan keadilan dan efsiensi pemeriksaan, khususnya dalam hal seleksi terhadap wajib pajak yang layak diperiksa.
“Kami membangun suatu formula atau komite di bidang pemeriksaan, sehingga dengan adanya komite ini kooordinasi dan kontrol terhadap WP yang diperiksa benar-benar berisiko tinggi,” kata Robert, belum lama ini.
Robert mengakui bahwa proses pemeriksaan bukanlah kegiatan yang disukai oleh WP dan seringkali banyak dikeluhkan. Namun berbagai perubahan yang dilakukan di internal otoritas pajak bisa menjadi jaminan bahwa baik proses seleksi maupun pemeriksaan tidak dilakukan asal-asalan.
"Itu sudah keluar aturannya dan sebentar lagi bisa dirasakan oleh wajib pajak," imbuhnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menambahkan, tax audit coverage memang masih sangat rendah, karena idealnya di atas 2%. Salah satu kendalanya jumlah SDM pemeriksa kita yang tidak banyak.
Selain itu, tax audit coverage yang rendah itu juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. "Kita memang akan berusaha meningkatkan rasio tersebut, termasuk dengan menambah SDM pemeriksa," imbuh Yoga.
Kendala SDM
Di sisi lain, dengan kendala jumlah SDM yang kurang tersebut, Ditjen Pajak juga melakukan perbaikan dalam proses bisnis pemeriksaan supaya lebih efisien.
Pertama, dengan pengembalian pendahuluan pajak yang lebih dibayar tanpa melalui pemeriksaan (PMK 39/2018). Dengan kebijakan ini Ditjen Pajak bisa menfokuskan sumer daya pemeriksaan untuk meningkatkan kepatuhan, tidak lagi memproses restitusi yang rutin.
Kedua, revitalisasi pemeriksaan dengan terbitnya SE 15/2018, mempertajam pemeriksaan hanya terhadap WP yang indikator ketidakpatuhannya tinggi dan menghasilkan produk pemeriksaan yang lebih baik dari sisi potensi pajaknya. Ini juga untuk memberikan fairness kepada WP yang sudah patuh.
Selanjutnya, pemerintah juga akan memperbaiki proses bisnis pelaksanaan pemeriksaan dengan membangun proses pengendalian mutu pemeriksaan. Nantinya komite pengendalian mutu pemeriksaan akan memastikan pelaksanaan pemeriksaan berjalan dengan fair, temuan atau koreksi hasil pemeriksaan yang kuat secara ketentuan, dan mengurangi dispute dengan WP.
"Revitalisasi pemeriksaan ini diharapkan dapat mendorong tingkat kepatuhan yang lebih baik," jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, khususnya untuk tahun lalu, proses pemeriksaan pajak dibagi dua yakni pemeriksaan pada saat periode pengampunan pajak dan setelah periode pengampunan pajak. Saat periode pengampunan pajak, pemeriksaan diarahkan kepada WP yang belum mengikuti kebijakan tersebut.
Setelah periode pemeriksaan pajak, pemeriksaan difokuskan pada sektor tertentu antara lain industri penunjang infrastruktur, industri digital, WP grup dan afiliasi, industri pertambangan, perkebunan dan perikanan, WP yang memperoleh fasilitas perpajakan, dan WP yang tidak mengikuti amnesti pajak.
Meski demikian, kinerja pemeriksaan pada 2017 masih belum memenuhi target. Data Ditjen Pajak mengonfirmasi bahwa sejumlah indikator kinerja pemeriksaan belum mencapai target. Penyelesaian laporan hasil pemeriksaan misalnya, dari 59.880 LHP konversi hanya 52.466 atau 87,6%.
Sementara itu, penerimaan dari pemeriksaan dan penagihan yang ditargetkan pada angka Rp59,55 triliun, jumlah yang terealisasi hanya Rp53,93 triliun.
Bisnis Indonesia