Tax Clinic

Pahami Risiko Penggunaan NPWP Sementara Dalam Bukti Potong PPh



Pahami Risiko Penggunaan NPWP Sementara Dalam Bukti Potong PPh

Bagi pemberi kerja maupun perusahaan, ketepatan dalam pembuatan bukti potong PPh bukan sekadar urusan administratif, melainkan juga menyangkut kredibilitas dan kepatuhan. 

Ketika membuat bukti potong Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak harus mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik penerima penghasilan yang  telah dipadankan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) .

Namun demikian, jika penerima penghasilan belum melakukan pemadanan NPWP-NIK, bukti potong bisa dibuat menggunakan NPWP sementara atau temporary Tax Identity Number (TIN). 

Sebagai informasi, bukti potong PPh merupakan dokumen berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan dan dibuat oleh pemotong PPh. Fungasinya yaitu sebagai bukti atas pemotongan PPh yang telah dilakukan pemotong. 

Adapun pemotongan PPh dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sehubungan dengan suatu pekerjaan ataupun kegiatan yang dilakukan.

Tidak Terkirim Otomatis

Untuk mendapatkan NPWP sementara wajib pajak dapat mengakses sistem Coretax. Namun demikian, penggunaan NPWP sementara juga memiliki risiko yang harus diperhatikan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam keterangan tertulisnya menyebut bukti potong yang dibuat menggunakan NPWP sementara tidak akan terkirim ke penerima.

Sehingga, bukti potong tersebut tidak akan masuk atau ter-prepopulated ke Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh penerima penghasilan dan atas PPh yang telah dipotong tidak bisa dikreditkan. 

Karenanya, meski otoritas menyediakan fasilitas kemudahan, wjaib pajak lebih baik memadankan NPWP-NIK.

Skema Pembuatan Bukti Potong

Semantara itu, pembuatan bukti potong pada sistem Coretax dapat dilakukan menggunakan tiga skema. Pertama, dengan cara melakukan input manual untuk setiap bukti potong di Coretax.

Kedua, menggunakan file *.XML pada akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk wajib p-ajak penerima penghasilan dalam jumlah besar. Ketiga, melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan.

Bentuk Formulir Bukti Potong PPh

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 terdapat beberapa jenis formulir bukti potong sesuai jenis PPh yang dilakukan pemotongan.

1. Formulir BPA1

Bukti potong ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tteap atau pensiunan yang menerima uang pensiun secara berkala.

2. Formulir BPA2

Bukti potong ini digunakan untuk pemotongan PPh PAsal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

3. Formulir BP21

Bukti potong ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final dan PPh Pasal 21 final

4. Formulir BP26

Bukti potong ini ini digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 26 atau witholding slip article income tax.

Pembetulan Bukti Potong

Apabila terdapat kekeliruan dalam pengisian bukti potong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26, wajib pajak dapat melakukan pembetulan. Untuk melakukan pembetulan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, belum dilakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan terhadap SPT Masa PPh Pasal 21/26. Kedua, bukti potong belum diajukan keberatan. 

Ketiga, bukti potong diajukan keberatan namun tidak dipertimbangkan. Keempat, diajukan keberatan tetapi dicabut oleh DJP berdasarkan permohonan wajib pajak. (ASP)


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.

Integrity & Responsibility

Good Corporate Citizenship

Whistleblowing

Privacy Policy


© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru