Mekanisme PPh Pasal 21 Ditanggung Tak Hanya Berlaku Untuk ASN dan DPR

Pernah melihat ada orang yang gajinya diterima utuh tanpa potongan pajak, sementara yang lain justru berkurang? Hal ini sering bikin salah paham. Sebagian orang merasa gajinya jadi “hilang” atau bahkan menganggap ada pihak tertentu yang lebih diuntungkan. Akibatnya, isu ini kerap memicu perdebatan panas di media sosial.
Hal ini persis seperti yang terjadi belakangan ini, ketika publik riuh karena sistem pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ditanggung pemerintah.
Padahal, ketentuan yang mengatur mekanisme mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 untuk anggota DPR itu sudah berlaku sejak lama. Mungkin bagi sebagian masyarakat mekanisme ini merupakan hal baru.
Baca Juga: Cara Menghitung PPh 21 Pegawai Tetap Bulan Desember
Adapun PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi, sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. Penghasilan yang dimaksud meliputi penghasilan tetap dan teratur maupun tidak tetap dan tidak teratur.
Dasar Hukum Pemotongan PPh 21
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, ada dua metode pemotongan PPh Pasal 21 yang diptong atas.
Pertama PPh ditanggung sendiri oleh karyawan atau penerima penghasilan. Artinya, PPh Pasal 21 akan dipotong langsung dari gaji yang diterima.
Kedua, PPh Pasal 21 yang ditunjang perusahaan atau pemberi kerja. Metode ini juga dikenal dengan terminologi PPh pasal 21 Gross Up. Dalam metode ini, perusahaan yang menanggung pajaknya. Karyawan tetap menerima gaji penuh.
Namun, perlu diperhatikan karena terdapat tambahan komponen penghasilan dari tunjangan pajak, maka jumlah PPh Pasal 21 terutang akan lebih besar dari metode PPh ditanggung.
Perbedaan metode inilah yang akan membuat Take Home Pay (THP) alias gaji bersih yang diterima karyawan bisa berbeda.
Baca Juga: Resmi, Pajak Karyawan Rp10 Juta ke Bawah Ditanggung Pemerintah, Ini Syaratnya!
Ilustrasi Perbedaan Take Home Pay
Agar lebih mudah dipahami, mari lihat contoh sederhana. Misalnya, ada dua karyawan swasta dengan gaji Rp10 juta per bulan dan status Penghailan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sama. Katakanlah, tarif PPh terutang mereka 2% atau sebesar Rp200 ribu.
1. PPh ditanggung karyawan:
Gaji bersih atau THP yang diterima adalah Rp9,8 juta, karena gaji Rp10 juta akan dipotong PPh Pasal 21 Rp200 ribu, berikut perhitungannya:
• Gaji Bruto : Rp10.000.000
• PPh Pasal 21 terutang (Ditanggung Karyawan) : (Rp200.000)
• Take Home Pay : Rp9.800.000
2. PPh Ditunjang Perusahaan
Gaji bersih tetap Rp10 juta, karena pajaknya sudah ditanggung perusahaan, berikut perhitungannya:
- Gaji Bruto : Rp10.000.000
- PPh Pasal 21 terutang (Ditanggung perusahaan) : Rp220.000
- Take Home Pay : Rp10.000.000
Sebagai penjelasan nilai PPh Pasal 21 terutang tersebut termasuk penghitungan tambahan penghasilan dari tunjangan pajak.
Berlaku Untuk Gaji Dari APBN dan APBD
Metode PPh ditunjang pemberi kerja tidak hanya berlaku di perusahaan swasta, tetapi juga pada pegawai yang gajinya dibayar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), misalnya:
- Anggota TNI dan Polri
- ASN/PNS
- Anggota DPR
Mereka tetap dipotong pajaknya sesuai ketentuan. Bedanya, pajak tersebut ditanggung oleh pemerintah. Itu sebabnya, gaji yang mereka terima tampak “utuh” tanpa potongan. Namun yang perlu digaris bawahi, meskipun utuh tanpa potongan, secara administrasi, PPh Pasal 21 terutang tetap akan disetor ke negara. (ASP/HFZ)