DPR Sahkan UU APBN 2026, Berikut Postur dan Targetnya

JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2026 akhirnya resmi disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I DPR RI 2025–2026, Selasa (23/9).
Proses pengesahan berlangsung setelah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyampaikan laporan hasil pembahasan dan pandangan mini fraksi. “Pemerintah perlu gesit, kreatif, dan inovatif memanfaatkan kekuatan fiskal pada RAPBN 2026,” kata Said di hadapan anggota dewan di gedung DPR, seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Dari total fraksi, delapan partai menyatakan persetujuan, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, dan Demokrat. Ketua DPR RI Puan Maharani kemudian menanyakan persetujuan anggota rapat. Usai dijawab serentak dengan kata “setuju”, palu sidang diketuk sebagai tanda pengesahan.
“Apakah RUU APBN 2026 dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Puan yang kembali dijawab setuju oleh anggota dewan, disusul ketukan palu.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang hadir dalam sidang paripurna menyampaikan apresiasi kepada DPR atas proses pembahasan yang dinilainya konstruktif. “Atas nama pemerintah, kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pimpinan dan seluruh anggota dewan atas dukungan dan persetujuan RAPBN 2026 menjadi UU. Melalui proses pembahasan yang sangat konstruktif, serta menampung berbagai aspirasi dan harapan yang berkembang di masyarakat,” ujarnya seperti dikutip dari cnnindonesia.com.
Asumsi Makro APBN 2026
Pemerintah dan DPR menyepakati sejumlah asumsi dasar makro dalam APBN 2026, di antaranya:
- Pertumbuhan ekonomi: 5,4%
- Inflasi: 2,5%
- Nilai tukar rupiah: Rp16.500 per dolar AS
- Tingkat suku bunga SBN 10 tahun: 6,9%
- Harga minyak: US$70 per barel
- Target lifting minyak: 610 ribu barel per hari
- Target lifting gas: 984 ribu barel setara minyak per hari
Postur Final APBN 2026
Adapun postur APBN 2026 setelah revisi Banggar DPR RI adalah sebagai berikut:
- Pendapatan Negara: Rp3.153,6 triliun
- Penerimaan perpajakan: Rp2.693,7 triliun
- Pajak: Rp2.357,7 triliun
- Kepabeanan dan cukai: Rp336 triliun
- Penerimaan negara bukan pajak (PNBP): Rp459,2 triliun
- Hibah: Rp0,66 triliun
- Belanja Negara: Rp3.842,7 triliun
- Belanja pemerintah pusat: Rp3.149,7 triliun
- Belanja K/L: Rp1.510,5 triliun
- Belanja non-K/L: Rp1.639,1 triliun
- Transfer ke daerah (TKD): Rp693 triliun
- Keseimbangan primer: Rp89,7 triliun
- Defisit anggaran: Rp689,1 triliun atau 2,68% dari PDB
- Pembiayaan anggaran: Rp689,1 triliun.