OECD Soroti Pelemahan Kinerja Pajak Indonesia
JAKARTA. Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) menyoroti kinerja perpajakan Indonesia yang mengalami penurunan signifikan dalam satu dekade terakhir.
Dalam risetnya yang dirilis 24 Juli 2019, OECD menilai rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara anggota OECD lain atau bahkan dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN.
Menggunakan basis data tahun 2017, OECD mencatat tax ratio Indonesia hanya 11,5% terhadap PDB, jauh di bawah rata-rata tax ratio negara-negara OECD yang berkisar 34,2%. Posisi tax ratio Indonesia juga tidak lebih baik dibandingkan dengan Malaysia (13,6%), Papua Nugini (13,7%), Thailand (17,6%), dan Filipina (17,5%).
Melemahnya kinerja perpajakan Indonesia tergambar pula dari penurunan tax ratio sekitar 0,7% selama periode 2007-2017. Dalam kurun waktu tersebut, level tertinggi tax ratio Indonesia adalah 13% (tahun 2018) dan terendah 11,1% (tahun 2009).
Berdasarkan komponen pembentuknya, struktur perpajakan Indonesia didominasi oleh jenis lain dari pajak atas barang dan jasa yang menyumbang 30,7% dari total keseluruhan. Sumbangan terbesar berikutnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) korporasi sebesar 22,5% dan PPh orang pribadi 19%. Kemudian diikuti oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, jenis pajak lainnya 12%, dan iuran jaminan sosial 3%.
Struktur perpajakan Indonesia itu sangat berbeda dibandingkan struktur perpajakan negara-negara OECD, yang justru mayoritas didominasi oleh iuran jaminan sosial (26%) dan setoran PPh orang pribadi (24%). Selebihnya disumbang oleh jenis pajak lain atas barang dan jasa (20%), PPN (13%), PPh korporasi (9%), dan jenis pajak lainnya (8%).
