Mengulas Aspek Pajak Listing Fee pada Usaha Retail
Evy Suryany dan Muhammad Haidar Rauf
|

Industri retail modern di Indonesia saat ini didominasi oleh dua merek franchise minimarket yang menguasai sekitar 87% pangsa pasar. Sisanya terbagi antara hypermarket, supermarket, dan department store.
Perilaku belanja masyarakat pun mengalami pergeseran. Jika dulu orang lebih sering berbelanja di supermarket dan hypermarket, kini mereka beralih ke minimarket. Perubahan ini terlihat dari penurunan penjualan di supermarket dan hypermarket, sementara penjualan minimarket justru tumbuh 12,1%.
Minimarket kini menyumbang sekitar 21% dari total penjualan ritel modern dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 8% pada tahun 2018. Sekitar 75% konsumen berbelanja di minimarket, bahkan rata-rata mengunjunginya dua kali dalam seminggu.
Beberapa faktor menjadi pendorong perubahan perilaku ini. Salah satunya adalah gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin dinamis dan serba cepat. Kebutuhan akan layanan praktis dan cepat (on-the-go) pun meningkat.
Minimarket menjawab kebutuhan ini dengan menyediakan lokasi yang dekat dengan pemukiman, memudahkan konsumen berbelanja tanpa harus menghabiskan waktu menuju toko besar—terutama di kota-kota besar yang padat.
Dengan 43.826 gerai, Indonesia menjadi negara dengan jumlah minimarket terbanyak di Asia Tenggara. Lebih dari 1.000 gerai minimarket baru muncul hampir setiap tahun atau dengan tingkat pertumbuhan 3,2% secara tahunan.
Sebagai perbandingan, Filipina mencatat pertumbuhan tertinggi dalam satu tahun terakhir sebesar 8,7%, diikuti oleh Vietnam (5,2%) dan Myanmar (4,7%). Sementara secara global, pertumbuhan pasar modern hanya sekitar 3,4% per tahun.
Baca Juga: Perlakuan Pajak atas Imbalan Jual-Beli
Pendapatan Retail Tak Hanya dari Penjualan Barang
Pendapatan pasar modern tidak hanya berasal dari margin antara harga jual ke konsumen dan harga beli dari pemasok. Mereka juga memperoleh penghasilan dari berbagai bentuk trading terms atau syarat perdagangan—yang dalam beberapa kasus justru bisa lebih besar dari margin harga barang itu sendiri.
Syarat perdagangan ini merupakan ketentuan dalam perjanjian kerja sama antara pasar modern dan pemasok, terkait distribusi dan penempatan produk di toko-toko ritel.
Namun, praktik penerapan syarat perdagangan sempat menjadi kontroversi. Tidak adanya batasan yang jelas membuat pasar modern sering kali menetapkan biaya yang tinggi kepada pemasok. Hal ini menyulitkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memasukkan produk mereka ke toko modern, bahkan tidak sedikit yang akhirnya merugi karena tidak mampu menanggung biaya tersebut.
Sebagai respon atas persoalan ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70 Tahun 2013 memperjelas batasan biaya syarat perdagangan. Dalam Pasal 9, diatur bahwa biaya yang dibebankan kepada pemasok maksimal 15% dari harga pembelian barang, diluar potongan harga (diskon) regular, dan hanya untuk kegiatan yang terkait langsung dengan penjualan barang. Biaya ini juga berada di luar diskon reguler.
Baca Juga: Pahami Ragam Imbalan Pembeli dan Konsekuensi Pajaknya!
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Pasar Ritel Modern Indonesia (AP3MI), Susanto, menyambut baik regulasi ini. Menurutnya, pembatasan biaya syarat perdagangan akan memberikan kepastian dan diharapkan dapat meningkatkan pasokan dari supplier ke pasar modern hingga 50% dalam beberapa tahun ke depan.
Sebelum adanya regulasi, besaran biaya listing fee bisa mencapai miliaran rupiah untuk satu jenis produk baru. Kini, supplier hanya perlu membayar sekitar Rp40 juta untuk memasarkan produknya di jaringan ritel modern.
Skema Listing Fee Sebagai Syarat Perdagangan
Salah satu bentuk syarat perdagangan yang umum dikenakan adalah listing fee. Hal ini juga telah diatur sebelumnya dalam Pasal 9 ayat (2) Permendag Nomor 53 Tahun 2008 tentang pengaturan biaya listing fee.
Listing fee adalah biaya yang dibayarkan oleh supplier kepada pasar modern agar produknya bisa terdaftar dan dijual di toko-toko mereka. Dalam praktiknya, listing fee dapat dikenakan dalam berbagai skema, tergantung kebijakan masing-masing toko modern.
Umumnya, listing fee berupa biaya tetap yang dibayarkan satu kali untuk setiap produk baru. Namun, bisa juga menggunakan skema pengenaan biaya per item variasi produk yang dipasok. Selain itu, ada juga skema pengenaan biaya tambahan, ketika produk supplier didistribusikan ke lebih dari satu cabang toko modern.
Aspek Perpajakan atas Listing Fee
Dengan meningkatnya pasokan produk dari pemasok ke pasar modern, muncul pula berbagai pertanyaan mengenai aspek perpajakan atas listing fee. Banyak Wajib Pajak menganggap bahwa biaya ini bukan objek pemotongan pajak.
Memang, ketentuan menganai listing fee ini tidak diatur secara eksplisit lewat Undang-undang (UU) perpajakan maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun demikian, sebagai acuan, wajib pajak dapat menggunakan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2018 sebagai rujukan.
Beleid itu mengatur tentang ketentuan pajak atas listing fee berdasarkan dua kondisi berikut.
-
Imbalan sebagai penghargaan
Jika customer (pasar modern) menerima imbalan dari supplier dalam bentuk uang, barang, atau pengurangan kewajiban, maka imbalan tersebut dikategorikan sebagai penghargaan atau hadiah.
- Jika penerima adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, maka masuk kategori PPh Pasal 21.
- Jika penerimanya adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT), maka dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.
- Jika penerima adalah Wajib Pajak luar negeri tanpa BUT di Indonesia, maka dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26.
-
Imbalan sebagai jasa manajemen
Jika ada kontrak kerja sama dan aktivitas jasa yang dilakukan, maka imbalan tersebut dianggap sebagai pembayaran atas jasa manajemen. Perlakuan perpajakannya sama dengan kondisi pertama—tergantung status subjek pajaknya. Adapung perbedaannya terletak pada tarif pajak yang akan dikenakan sesuai objek pajaknya.
Sementara itu, dari sisi supplier atau distributor, biaya listing fee dikategorikan sebagai biaya administrasi yang berkaitan langsung dengan usaha untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan. Oleh karena itu, biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan PPh Badan, sebagaimana diatur dalam Surat Dirjen Pajak Nomor S-47/PJ.42/2006
Memahami aspek perpajakan atas biaya listing fee dan syarat perdagangan lainnya bukan hanya penting dari sisi kepatuhan, tetapi juga berdampak langsung pada efisiensi biaya dan kelangsungan bisnis, terutama bagi pelaku usaha yang ingin memperluas distribusi produknya di pasar modern.
Dengan pemahaman yang tepat, pelaku usaha dapat menyusun strategi yang lebih bijak, meminimalkan risiko pajak, dan tetap kompetitif di tengah persaingan retail yang semakin dinamis. Sudah saatnya pelaku usaha tidak hanya fokus pada penjualan, tetapi juga cermat dalam mengelola kewajiban perpajakan. (ASP)
Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.