Aspek Pajak Penjualan BBM di SPBU

Bahan Bakar Minyak (BBM) masih menjadi sumber energi utama bagi masyarakat Indonesia, terutama untuk kepentingan transportasi.
Meskipun penggunaan kendaraan bermotor elektrik mulai meningkat, tetapi masih banyak masyarakat yang memilih kendaraan berbahan bakar minyak (BBM). Hal itu terlihat dari tren jumlah penjualan BBM di Indonesia yang terus meningkat.
Karenanya, penting bagi pemerintah untuk memastikan pasokan dan distribusi BBM kepada masyarakat aman atau tidak terjadi kelangkaan. Salah satunya, dengan melakukan kontrol ketat atas distribusi dan pasokannya.
Jumlah SPBU di Indonesia
Secara umum, penjualan BBM kepada masyarakat, dilakukan oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) baik yang dikelola oleh pemerintah melalui Pertamina, maupun oleh pihak swasta. Sebagai informasi, SPBU yang merupakan agen atau penyalur BBM membeli BBM ke Badan Usaha Migas.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), jumlah SPBU yang ada di Indonesia hingga triwulan I 2025 mencapai 15.917 SPBU. Jumlah itu terdiri dari 13.603 SPBU milik Pertamina dan 2.314 SPBU dimiliki oleh Swasta.
Terdapat tujuh Badan Usaha Niaga Migas yang menjual BBM ke masyarakat selain pertamina (SPBU swasta) yang beroperasi di Indonesia, seperti:
- PT AKR Corporindo Tbk
- PT Exxonmobil Lubricants Indonesia
- PT Shell Indonesia
- PT Aneka Petroindo Raya
- PT Vivo Energy Indonesia
- PT Mitra Utama Energi
- PT Mitra Andalan Batam
Ketentuan Pajak SPBU
Seperti kegiatan usaha pada umumnya, pengelola SPBU juga harus paham aspek pajak yang timbul dalam proses bisnis penyaluran BBM. Dengan memahami aspek pajaknya, pengelola SPBU di Indonesia bisa terhindar dari risiko yang mungkin timbul di kemudian hari.
Dalam tulisan ini akan diuraikan jenis pajak, tarif dan mekanisme pemungutannya dalam kegiatan usaha penjualan BBM. Ada beberapa jenis pajak yang akan diuraikan, seperti pajak Penghasilan (PPh) dan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta pajak penyerahan bahan bakar kendaraan bermotor (BBKB).
Pajak Penghasilan
BBM merupakan objek PPh, sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 tahun 2025 tentang Pemungutan PPh Pasal 22, sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Menurut beleid ini, penyerahan BBM terutang PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh produsen atau importir BBM. Berikut adalah tarif PPh Pasal 22 atas penjualan BBM yang berlaku:
No |
Transaksi |
Tarif |
1 |
Penjualan BBM ke SPBU Pertamina |
0,25% dari penjualan (tidak termasuk PPN) |
2 |
Penjualan BBM ke SPBU Swasta |
0,3% dari penjualan (tidak termasuk PPN) |
3 |
Penjualan selain ke SPBU Pertamina dan Swasta |
0,3% dari penjualan (Tidak termasuk PPN) |
Jadi, SPBU yang membeli BBM kepada BU Migas akan dipungut PPh Pasal 22. Produsen atau importir BBM akan menerbitkan bukti potong kepada SPBU. PPh 22 yang sudah dipungut kepada SPBU bersifat final, tidak dapat diperhitungkan dalam PPh Badan.
Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Undang-undang (UU) tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), BBM yang non-subsidi, merupakan barang kena pajak (BKP).
Karenanya, penyerahan BBM tersebut terutang PPN dengan tarif 12%. Penghitungan PPN terutang atas BBM menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain, sebesar 11/12 dari nilai jual, baru dikalikan tarif 12%.
Untuk bisa memungut PPN, maka pengelola SPBU harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sementara itu, untuk penjualan BBM bersubsidi seperti solar, dikecualikan dari pengenaan PPN.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Selain dipotong PPh pasal 22 dan PPN, penjualan BBM juga dikenakan pajak penyerahan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Adapun PBBKB merupakan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor dan alat berat yang dipungut oleh pemerintah provinsi.
Pemungutan PBBKB juga dilakukan oleh produsen atau importir ketika menjual ke: Lembaga penyalur, antara lain, Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk TNI/POLRI, Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), premium solar packed dealer (PSPD), stasiun pengisian bahan bakar bunker (SPBB), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), yang akan menjual BBKB kepada konsumen akhir (konsumen langsung).
Sebagai informasi, yang dimaksud dengan penyedia BBKB meliputi baik produsen maupun importir BBM. Adapun pembeli BBM yang menjadi subjek PBBKB bisa badan maupun individu.
Besaran tarif PBBKB dietetapkan oleh setiap pemerintah provinsi, namun tidak boleh lebih tinggi dari 10% untuk kendaraan pribadi. Sementara untuk kendaraan umum tarif Pajak BBKB maksimal 50% dari tarif Pajak BBKB untuk kendaraan pribadi
Kewajiban Administrasi Pajak
Penting untuk dicatat, sebelum bisa melaksanakn semua kewajiban perpajakan di atas, pengelola SPBU juga harus terdaftar sebagai wajib pajak karenanya harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pendaftaran NPWP dapat dilakukan melalui sistem perpajakan yang berlaku, Coretax.
Setelah memiliki NPWP pengelola SPBU baru bisa melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain harus memungut PPh Pasal 22 dan PPN, pengelola SPBU juga wajib melaksanakan beberapa kewajiban adminsitratif lain.
Beberapa kewajiban pajak tersebut meliputi pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan. Ada beberapa jenis SPT Masa yang harus disampaikan, yaitu:
- SPT Masa PPN
- SPT Masa PPh Pasal 21 dan
- SPT Masa PPh Unifikasi.
Namun, bila SPBU bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka cukup melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPh Unifikasi. (NZR/ASP/HFZ)