Cara Lapor Harta Tax Amnesty Diubah, UMKM & Deklarator Harta Luar Negeri Dikecualikan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengubah tata cara pelaporan dan pengawasan harta yang diungkap dalam program amnesti pajak. Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2018 tentang Perubahan PMK Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.
Aturan ini muncul sebagai tindak lanjut dari program pengampunan pajak, yang memberikan pilihan kepada wajib pajak untuk memindahkan harta tambahan yang diterimanya dari luar ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Harta tersebut wajib mengendap di wilayah NKRI selama tiga tahun.
Atas ketentuan itu, Wajib Pajak diharuskan membuat dua laporan secara periodik setiap tahun selama tiga tahun. Pertama, laporan pengalihan harta (repatriasi) dan realisasi investasi. Kedua, laporan deklarasi harta dalam negeri. Kedua laporan itu bisa disampaikan kepada DJP bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Pengecualian Lapor
Sebelumnya, seluruh Wajib Pajak peserta tax amnesty wajib melaporkan harta yang diungkap dalam program amnesti pajak, tanpa terkecuali. Namun dengan direvisinya PER-03/PJ/2017, kewajiban pelaporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan dikecualikan bagi Wajib Pajak yang hanya deklarasi harta di luar negeri maupun Wajib Pajak dengan omzet sebesar Rp4,8 miliar ke bawah (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah /UMKM).
Dengan demikian, kewajiban pelaporan harta tambahan tax amnesty hanya untuk peserta yang melakukan pengalihan harta atau repartiasi harta dan deklarasi harta dalam negeri. Dalam aturan sebelumnya, hal tersebut memang tidak secara eksplisit diungkapkan.
PER-07/PJ/2018 juga mempertegas empat cara menyampaikan laporan harta tax amnesty sebagai berikut:
- Wajib Pajak langsung datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
- Melalui Pos dengan ampol tertutup, disertai bukti pengiriman surat kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
- Melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan amplop tertutup.
- Melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
Mekanisme itu sebelumnya tidak diungkapkan dalam peraturan lama. Dalam aturan lama, otoritas pajak hanya menyebutkan bentuk dokuman yang dilaporkan, yang diantaranya;
- Dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy)
- Dokumen elektronik
DJP juga mengingatkan, setiap kerahasiaan dokumen yang disampaikan melalui pos dan jasa ekspedisi merupakan tanggung jawab wajib pajak. Kecuali dokumen laporan tersebut sudah diterima Direktorat Jenderal Pajak. Bila dokumen sudah diterima, maka bukti pengiriman dokumen bisa dijadikan sebagai tanda terima laporan.
Surat Peringatan
Atas kewajiban penyampaian laporan tersebut, DJP telah menyiapkan tindak lanjut berupa sanksi jika tidak dipenuhi oleh wajib pajak. Sebelum menjatuhkan sanksi, DJP terlebih dahulu akan memberikan surat peringatan, hingga melakukan pemeriksaan.
Surat peringatan akan dikeluarkan dalam hal wajib pajak tidak memenuhi ketentuan yang mengharuskan membuat surat pernyataan kesediaannya mengalihkan harta tambahan ke wilayah NKRI dan surat pernyataan kesediaan tidak mengalihkan harta tersebut keluar wilayah NKRI selama tiga tahun.
Surat peringatan juga akan dikeluarkan bila wajib pajak tidak membuat laporan pengalihan harta dan realisasi investasi secara berkala dalam tiga tahun. Selain itu wajib pajak juga harus membuat laporan tersebut dengan benar dan lengkap.
Apabila Wajib Pajak tidak menindak lanjuti ketentuan ini dalam jangka 14 hari sejak surat peringatan dikirimkan, DJP dapat melakukan pemeriksaan.
https://mucglobal.com/upload/taxblitz/files/2018/Tax_Blitz_5,_2018_Cara_Lapor_Harta_TA.pdf