DJP Rilis Aturan Uji Kepatuhan Pajak Berdasarkan Data Konkret

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis aturan baru dalam menguji kepatuhan wajib pajak berdasarkan data konkret yang diperoleh DJP.
Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang tindak lanjut atas data konkret, yang terbit dan berlaku sejak 24 September 2025.
Sebagai informasi, beleid ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, aturan ini juga merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.
Baca Juga: Pemerintah Atur Ulang Ketentuan Tentang Pemeriksaan Pajak
Jenis-jenis Data Konkret
Data konkret yang dimaksud meliputi data yang diperoleh DJP namun masih perlu dilakukan pengujian secara sederhana. Beberapa contoh data konkret meliputi:
Faktur Pajak
Faktur pajak yang dapat dijadikan sebagai data konkret adalah faktur yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem informasi milik DJP, namun belum atau tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Bukti Potong/Pungut PPh
Bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dijadikan sebagai data konkret adalah bukti yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbitnya pada SPT Masa PPh.
Bukti Transaksi atau Data Perpajakan
Bukti transaksi atau data perpajakan yang termasuk sebagai data konkret untuk ditindaklanjuti, yaitu yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak, meliputi:
- Kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT Masa PPN sebelumnya.
- Penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh Wajib Pajak yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan terutang dan tidak terutang pajak.
- PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar.
- Pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan.
- Pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan.
- Penghasilan yang tidak dilaporkan atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki DJP dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto.
- Data atau keterangan yang bersumber dari ketetapan pajak, keputusan di bidang perpajakan, maupun putusan atas sengketa peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan dalam SPT.
- Data atau keterangan yang telah:
- diterbitkan surat permintaan penjelasan; dan
- dibuat berita acara permintaan penjelasan yang memuat persetujuan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan serta ditandatangani Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, namun kewajiban tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai batas waktu yang disetujui.
Tindak Lanjut Data Konkret
Terdapat dua opsi tindak lanjut yang dapat dilakukan DJP terhadap data konkret, yaitu melalui pengawasan atau melalui pemeriksaan.
Bila tindak lanjut berupa pemeriksaan, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan spesifik. (ASP)