DJP Telah Hapusbukukan Piutang Pajak Rp 32,7 Karena Daluwarsa
JAKARTA. Piutang pajak yang tidak tertagih menjadi salah satu perhatian pemerintah yang harus segera dibenahi. Apalagi, menurut catatan Direktorat Jenderal pajak (DJP) saat ini ada piutang pajak senilai Rp 32,7 triliun yang dihapusbukukan karena daluwarsa.
Piutang pajak itu berasal dari tahun pajak 1995-2005, yang muncul karena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2017. Dalam audit atas Laporan keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tersebut, diketahui ada piutang pajak yang belum tertagih senilai Rp 101,7 triliun.
Menurut pemerintah, saat ini jumlahnya tinggal Rp 54 triliun. Namun, berkurangnya piutang pajak itu bukan karena seluruhnya dibayarkan. Akan tetapi, karena masuk dalam masa daluarsa sehingga tidak bisa ditagih. Adapun, piutang pajak senilai Rp 13,69 triliun terkoreksi akibat penyesuaian sengketa pajak.
Meski demikian, menurut DJP meskipun piutang pajak senilai Rp 32,7 triliun itu statusnya telah dihapusbukukan, tetapi masih bisa ditagih. Karena dua konsep yang dikenal dalam penghapusan piutang pajak; penghapus bukuan dan penghapus taguhan. Adapun piutang pajak yang telah dihapus bukukan ini, belum dilakukan penghapus tagihan.
Sebagai informasi, terkait masalah piutang pajak ini pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 43/PMK.03/2018 tentang kebijakan akuntansi penghapusbukuan piutang pajak yang telah daluarsa. Tujuannya untuk mengakhiri polemik dengan BPK.
Saat ini pemerintah sedang mengklarifikasi dan mengidentifikasi seluruh piutang pajak yang masih bisa ditagih. Adapun, piutang pajak yang tidak bisa ditagih biasanya terkait wajib pajak badan yang bangkrut atau wajib pajak orang pribadi yang meninggal.
