Negosiasi Pajak Google buntu
Upaya negosiasi yang dilakukan Google dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan titik terang. Meskipun anak perusahaan Alphabet itu sudah beritikad untuk membayar, tetapi nominal pajak yang ditawarkan Google lebih rendah dari perhitungan DJP.
DJP lantas meminta Google untuk membuka data keuangannya. Namun, perusahaan raksasa internet asal AS itu menolak dan meminta waktu tambahan untuk mempersiapkan pembayaran pajak.
"Karena kami belum mencapai settlement, proses investigasi masih berlanjut. Kini, kami ingin Google membuka pembukuan, kemudian kantor pajak akan menghitung pajak terutang," ujar Muhammad Haniv, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus kepada Reuters.
Apabila mengacu pada pernyataan DJP, Google disebut menunggak pajak sekitar Rp1 triliun sejak 2011. Apabila memperhitungkan denda yang sebesar 400 persen dari tunggakan atau Rp4 triliun, maka total pajak yang harus dibayar Google seharusnya mencapai Rp5 triliun.
Haniv meyakini, pendapatan Google dari Indonesia sangat besar. Sayangnya, semua pendapatan tersebut dibukukan di kantor pusat Google Asia Pasifik di Singapura.
DJP menjamin Google tak akan dibawa ke pengadilan jika tunggakan pajak beserta dendanya dibayar. Sebaliknya, jika temuan DJP ditolak, maka kasusnya bisa diajukan ke meja hijau dan perusahaan digital AS itu bisa terancam denda hingga empat kali lipat jumlah utang pajak jika dinyatakan kalah dalam persidangan.
Sejauh ini, pihak Google masih enggan menanggapi pernyataan DJP. Google berkeras telah mematuhi ketentuan sejak perpajakan di Indonesia sejak 2011 dan siap bekerja sama sepenuhnya dengan pemerintah.