News

OJK Minta Perlakuan Khusus Terkait Perpajakan



OJK Minta Perlakuan Khusus Terkait Perpajakan

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengajukan perubahan sistem akuntansi kepada Kementerian Keuangan agar mendapat keringanan pajak.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, hal tersebut dilakukan karena dengan sistem akuntansi yang sekarang, OJK harus menanggung pajak penghasilan (PPh badan sebesar 25% yang dihitung dari pendapatan kotor. Akibatnya, beban pajak yang harus ditanggung OJK sangat berat sehingga sulit untuk melakukan pelunasan pajak.

Hingga akhir 2017, OJK mencatatkan utang pajak senilai Rp901 miliar, yang terdiri dari utang PPh badan 2015 senilai Rp165 miliar, utang pajak 2016 sebesaar Rp342 miliar dan utang pajak 2017 senilai Rp280 miliar, serta sejumlah denda.

“Mestinya PPh badan, revenue dipotong cost dulu baru dikenakan pajak. Nah itu yang kami upayakan. Sistem akuntansinya akan kami ubah, dan kami sudah bicara dengan Kemenkeu dan Dirjen Pajak sehingga pajaknya tidak terlalu berat karena OJK masih butuh biaya untuk melakukan fungsi utama sektor jasa keuangan,” katanya, Kamis (4/10).

Wimboh mengatakan, utang pajak pada 2014 senilai Rp511 miliar sudah dibayar lunas pada 2015. Sementara itu, sampai dengan 2017, OJK sudah membayar pajak Rp837 Miliar.

“Isu ini sudah lama maka kami harus patuh pada saran dan rekomendasi BPK, sehingga apapun rekomendasinya harus dilaksanakan,” ujarnya.

Ke depannya, lanjutnya, jika matching cost dapat dilakukan sepenuhnya, diharapkan beban pajak yang dihasilkan tidak terlalu memberatkan.

“Kami bukan cari untung, tetapi menjalankan tugas kewenangan dalam Undang-Undang. Ini masalah perhitungan saja, tidak ada niat lain,” katanya.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I/2018 mengungkap OJK belum menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Selain utang PPh Badan tahun 2017 tercatat Rp901,1 miliar, OJK juga belum menyampaikan SPT tahun PPh Badan 2017.

Jika mengutip Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan OJK tahun 2017, utang pajak senilai Rp901,1 miliar merupakan akumulasi dari utang pajak tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2016, lembaga auditor negara mencatat saldo utang pajak OJK mencapai Rp892,4 miliar dengan rincian saldo utang PPh badan 2015 senilai Rp237,6 miliar, koreksi utang PPh badan 2015 senilai Rp254,4 miliar, sanksi administrasi sesuai dengan SKPKB senilai Rp118,1 miliar, PPh badan tahun berjalan senilai Rp342,8 miliar. Total utang tersebut kemudian dikurangi oleh angsuran pajak senilai Rp60,6 miliar.

Sementara itu, saldo tahun 2017 senilai Rp901,1 miliar merupakan penjumlahan posisi utang pajak dari 2016 yang senilai Rp892,4 miliar dengan saldo utang PPh badan tahun berjalan yang tercatat senilai Rp173,6 miliar serta angsuran PPh badan senilai Rp165,04 miliar.

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara memastikan bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap temuan atau catatan yang ditemukan oleh BPK seharusnya harus menjadi perhatian serius bagi entitas terkait, dalam hal ini adalah OJK.

“Iya utang pajaknya sebesar Rp901,1 miliar, itu harus dibayar oleh OJK,” kata Moermahadi, Selasa (2/10).

Ketentuan yang menegaskan OJK sebagai subyek pajak badan tertuang dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam aturan itu, subyek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Meski demikian, aturan ini dikecualikan kepada unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria misalnya pembentukannya berdasarkan ketentuan undang-undang, pembiayaannya berdasarkan APBN atau APBD, penerimaan dimasukan dalam Pemerintah Pusat dan Pemda, dan pembukuannya diperiksa oleh pegawai fungsional negara.

Atas dasar itu, sebagai sebuah lembaga yang tidak masuk dalam kategori pengecualian tersebut, OJK tetap masuk dalam subyek WP badan dan harus membayar PPh badan. OJK sendiri telah menyusun laporan aktivitas fiskal tahun 2017, disertai koreksi sesuai dengan ketentuan perpajakan. Koreksi tersebut, terdiri dari koreksi positif yang menambah penghasilan kena pajak dan koreksi negatif yang mengurangi penghasilan kena pajak.

Kendati demikian, BPK menemukan bahwa dalam laporan aktivitas fiskal, koreksi yang disampaikan OJK tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan. Pertama, beban penghapusan piutang OJK tidak dilakukan dengan koreksi fiskal. Berdasarkan Laporan Aktivitas OJK per 31 Desember 2017, saldo beban penghapusan piutang sebesar Rp1,9 miliar.

Jika merujuk Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh, piutang pajak tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dengan syarat WP harus menyerahkan daftar piutang pajak ke Ditjen Pajak. Namun dalam kenyataannya, OJK tidak pernah menyerahkan daftar tersebut sehingga penghapusan piutang tidak dibebankan sebagai penghasilan bruto.

Selain itu, ketentuan dalam PMK No.207 Tahun 2015 juga menyebut daftar piutang pajak yang tidak bisa ditagih dan dokumen harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan, karena OJK tidak menyampaikan SPT tahunan 2017, praktis mereka tidak dapat menyampaikan daftar piutang pajak yang tidak dapat ditagih.

Kedua, beban persediaan OJK juga tidak dilakukan koreksi fiskal. Ketentuan mengenai beban persediaan diatur dalam Pasal 10 ayat 6 UU PPh yang intinya menekankan bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata.

Dalam hal ini, OJK disebut tidak melakukan penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata maupun dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama untuk keperluan perpajakan. Dengan adanya perbedaan metode penilaian tersebut, beban persediaan yang disajikan dalam laporan keuangan OJK dan penghasilan kena pajak OJK tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Bisnis Indonesia


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru